Mongabay.co.id

Kebakaran Hutan Berulang di Konsesi Pesona, Mengapa?

 

 

 

 

Tengah malam Ruslan pontang-panting berlari ke kebun karet miliknya. Tetangganya telepon dan beri kabar di kebun sedang gawat. Api setinggi tiga meter membakar habis kebun sawit PT. Bara Eka Prima dan mulai mendekati kebun warga.

Tanpa pikir panjang, Rulsan langsung menyaut stang motor bergegas menuju kebun. “Jam satu malam sayo dikabari api sudah dekat kebun,” katanya.

Di tengah gelap kebun karet, Ruslan berjingkat-jingkat menjejak jalan yang penuh semak. Langit di Desa Betung malam itu merah menyala. Berjarak 300 meter, api terus bergerak liar seperti kesetanan. Suara riuh muncul dari pelapah dan daun yang terbakar, pohon-pohon dipaksa tumbang.

“Api itu macam setan, berapo bae alat berat perusahaan itu terbakar, nak madamin api dak biso, orang tu kalau nggak terjun ke air, mati,” kata Ruslan.

Lha sayo ini lihat dewek, api itu sampai biso nyeberang Sungai Batanghari, padahal itu lebarnyo 130 meter. Ranting itu terbakar terbang sampai seberang hidup api tu, apo dak setan tu.”

Di tengah kepanikan, dia bolak-balik mengisi air di tabung sprayer untuk menyiram batas kebun karet, berharap api yang mulai mendekat tak sampai membakar pohon karet usia dua tahun itu.

Sayo semprot habis 11 galon, tapi habis (terbakar) jugo. Pulang ke rumah api sudah sampai kebun, selesai,” katanya mengenang petaka kebakaran hutan dan lahan September 2019. Sekitar 2,5 hektar kebun karetnya di Desa Betung, Kecamatan Kumpeh Ulu, Muaro Jambi,Jambi, habis terbakar.

Catatan KKI Warsi, sepanjang 2019 terpantau 30.137 titik panas dan luas kebakaran lahan 157.139 hektar di Jambi, lebih separuh di lahan gambut. Bahkan, Kabupaten Muaro Jambi yang memiliki lebih dari sepertiga luas gambut di Jambi macam terpanggang akibat karhutla dan memicu bencana kabut asap.

“Pada 2019 itu iyolah parah nian, lebih parah dari 2015. Yang terkenal langit merah itu di sinilah (Desa Betung) tempatnyo. Sekilo [meter] dari belakang sini itu api galo, sampai puluhan kilo [meter] itu terbakar semuo. Langit gelap, siang hari itu macam jam 8.00 malam,” kata Sarkim, warga Betung.

Kebakaran gambut menyebabkan Jambi diselimuti kabut asap berbulan-bulan. Kualitas udara di Muaro Jambi dan Kota Jambi kala itu terus memburuk, bahkan berhari-hari dalam kondisi berbahaya. Puncaknya pada 16 Oktober 2019, pukul 08.00 Data Air Quality Monitoring System (AQMS) Dinas Lingkungan Hidup Kota Jambi menunjukkan konsentrasi PM 2,5 mencapai 1.618 dalam kondisi berbahaya.

Serangan asap menyebabkan warga terkena ISPA. Lebih 63.000 warga Jambi terserang gangguan pernapasan. “Kalau di sini hampir merato, keno (ISPA) galo. Tapi yang dikhawatirin itu anak kecil, bayi, orang tuo-tuo, kalau macam kito itu lah biaso, dak heran lagi, wong kebakaran hampir tiap tahun,” kata Ruslan.

Dia menduga api yang membakar kebun karet warga dan kebun sawit milik PT BEP berasal dari perusahaan HPH, PT. Pesona Belantara Persada (Pesona).

Ruslan bilang, di konsesi Pesona ada pembalakan liar. “Api itu paling dari orang yang gesek (logging) di dalam itulah.”

 

Kayu hasil pembalakan liar dari konsesi Pesona, yang keluar dari kanal dan dialirkan ke Sungai Kumpeh. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

Pembalakan liar

Beberapa tahun terakhir konsesi Pesona mulai banyak pembalakan liar. Pascakebakaran 2019, aksi pembalakan meningkat drastis. Tidak kurang 300 orang berada dalam Pesona dan terus menggerogoti hutan tersisa.

Pelakunya bukan hanya warga lokal, tetapi melibatkan puluhan orang dari Lampung dan Sumatera Selatan. Mereka diduga sengaja didatangkan untuk bekerja dan menjarah kayu-kayu di hutan.

Dalam seminggu, ratusan kubik kayu curian diperkirakan keluar lewat kanal perusahaan menuju Sungai Kumpeh, Muaro Jambi, Jambi. Balok-balok kayu itu ditarik keluar hutan menggunakan perahu bermesin melalui kanal-kanal perusahaan.

Kanal-kanal itu juga menjadi jalur pengiriman kayu menuju Sumatera Selatan dan wilayah Petaling. Beberapa tanggul besar dibangun di ujung kanal untuk menjaga tinggi air agar bisa digunakan mengangkut kayu.

Di ujung kanal tak jauh dari Sungai Kumpeh, belasan orang tengah sibuk mengangkat ratusan ikatan balok kayu melewati tanggul setinggi tiga meter. Beberapa orang lain menarik puluhan kayu papan sepanjang 14-16 meter. Kata seorang pekerja, kayu-kayu itu untuk bahan pembuatan kapal.

Balok-balok kayu itu diikat memanjang hingga seratusan meter kemudian dialirkan ke Sungai Kumpeh, sebelum dikirim ke bangsal-bangsal di Muaro Jambi dan Kota Jambi, lewat jalur darat. Sementara kayu-kayu sepanjang belasan meter dikirim ke galangan kapal di sekitar Sungai Kumpeh.

Seorang pelaku pembalakan liar yang ditemui Mongabay di konsesi Pesona mengaku hanya mengambil kayu kalau ada pesanan warga. Biasanya untuk keperluan bangun rumah dan bahan perabot.

Jenis kayu yang dipesan biasa meranti (Shorea leprosula), rengas (Gluta renghas L), dan punak (Tetrameristra glabra), tanaman keras yang banyak hidup di lahan gambut. Harga bervariasi.

Untuk kayu meranti bisa dihargai Rp3-Rp3,5 juta per kubik, kayu rengas Rp1,8-Ro2 juta dan kayu punak Rp4-Rp5 juta sekubik. “Tapi kalau dikirim ke luar harga lain lagi, yang pasti lebih mahal karena ada ongkos kirim.”

Bertahun-tahun pembalakan liar justru makin subur di hutan gambut itu. Rudiansyah, Direktur Eksekutif Walhi Jambi mengatakan, perusahaan pemegang izin HPH itu sudah lima tahun sejak 2015 tidak lagi mengurus rencana kerja tahunan (RKT).

Dinas Kehutanan Jambi juga mengakui, Pesona tidak aktif lagi setelah kebakaran 2019. Pesona mengantongi SK Menhut No. SK.674/Menhut-II/2010 seluas 21.315 hektar.

Bambang Yulisman, Kepala Bidang Perencaan dan Pemanfaatan Hutan, Dinas Kehutanan Jambi, mengaku dua kali mengirimkan surat teguran kepada Pesona dan telah rekomendasi ke KLHK agar izin HPH itu ditinjau ulang. “Kita lihat perkembangannya, kalau tidak ada perubahan kita rekomendasi cabut izin,” katanya.

Pada 3 September 2020 tim gabungan Ditjen Gakkum LHK, Dinas Kehutanan Jambi, Korem 042/Garuda Putih, Polda Jambi dan SPORC Brigade Harimau kembali menangkap tiga pelaku pembalakan liar di konsesi Pesona.

“Ada tiga pelaku yang diamankan, ketiganya dari Sumsel,” kata Beth Venri Komandan Brigade Harimau. Kasus ini telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Muaro Jambi untuk disidangkan.

Donny Osmond, Kepala Seksi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Jambi, mengaku, akan ada operasi lanjutan memberantas aktivitas ilegal di konsesi Pesona.

 

Kawasan gambut di PT Pesona Belantara Persada terendam banjir. Pascakebakaran 2019, illegal-logging meningkat. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

Masifnya pembalakan liar di Pesona makin memperburuk kondisi gambut dan membuat rawan terbakar.

Rudi mengatakan, pemerintah harus melacak total rantai perdagangan mereka. Dia meyakini ada oknum di balik masyarakat hingga berani menjarah kawasan hutan.

“Kalau tidak ada oknum yang bisa menjamin, tidak mungkin masyarakat berani melakukan illegal logging.”

Dia meminta pemerintah serius melakukan penegakan hukum. “Kalau tidak ini akan terus berlanjut dan memicu kebakaran terus berulang,” kata Rudi.

 

Karhutla berulang

Di tengah upaya pemerintah merestorasi gambut, konsesi 20 perusahaan di Jambi justru mengalami kebakaran berulang pada 2019, termasuk Pesona. Dalam catatan KKI Warsi, pada 2019, kebakaran di Pesona mencapai 19.477 hektar. Pada September 2015, kebakaran di Pesona dan PDI mencapai 5.790 hektar.

Rudi bilang, hampir setiap tahun Pesona dan PDI terbakar tetapi paling luas pada 2015 dan 2019. “Perusahaan ini tidak siap beroperasi, satu pun infrastruktur pengendalian karhutla tidak dimiliki, baik itu sarpras (sarana dan prasarana) maupun sumberdaya manusia. Apalagi restorasi (gambut), sama sekali tidak dilakukan perusahaan,” katanya.

Walhi mendorong, pemerintah menindak tegas perusahaan yang lalai menjaga wilayah konsesi dan menyebabkan kebakaran. “Ini sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Izin harus dicabut atau di-review secara ketat mana-mana mereka (perusahaan) yang tidak bisa mengendalikan kebakaran hutan harus segera dieksekusi.”

Rudi bilang, tidak adil kalau pemerintah menggunakan anggaran negara untuk menanggulagi kebakaran di konsesi perusahaan. Semestinya, katanya, perusahaan yang dapat izin izin harus tanggung jawab menjaga wilayah konsesinya.

Hasil catatan Walhi, Pesona yang masuk dalam supervisi BRG diketahui tidak melakukan restorasi. “Kita cek di lapangan, kita tidak melihat sarana prasarana untuk upaya pemulihan gambut, baik sekat kanal maupun sumur bor. Harusnya dicabut izinnya. Hingga BRG bisa total restorasi.”

Gubernur Jambi juga diminta, membuat tim yang melibatkan sipil untuk evaluasi perusahaan-perusahaan yang alami kebakaran berulang, terutama pemegang izin di lahan gambut. “Jangan setiap tahun kita menyiapkan tim penanggulangan karhutla, semestinya mencari solusi untuk pencegahan.”

Mongabay berusaha mengkonfirmasi soal ini kepada Pesona dan PDI. Nomor-nomor kontak yang dihubungi tak aktif lagi. Kantor Pesona di Talang Banjar juga tak ada lagi, sejak 2015 tak operasi lagi.

 

Bekas pondok yang digunakan untuk istirahat para pelaku illegal logging di konsesi PT. Pesona Belantara Persada. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

Kubah gambut rusak

Banyak kubah gambut di Jambi, rusak karena terbebani izin konsesi. Ribuan kanal yang dibangun perusahaan untuk mengeringkan gambut, membuatnya semakin rentan dan memicu kebakaran rutin.

Berdasarkan laporan BRG, setidaknya ada 60 perusahaan yang mendapatkan izin HGU dan HPH di atas kesatuan hidrologis gambut (KHG) di Jambi. Pesona berada dalam KHG Sungai Air Hitam Laut.

“Kubah gambut ini sudah kadung rusak diacak-acak izin konsesi, jadi susah mau diperbaiki lagi,” kata Feri Irawan Koordinator Simpul Jaringan Pantau Gambut Jambi.

Gambut yang berfungsi sebagai penyerap karbon dan pondasi inisiatif keamanan pangan justru dalam tekanan deforestasi yang memicu kebakaran rutin. Perubahan iklim juga ikut memperburuk kondisi gambut di Jambi.

Izin-izin perusahaan perkebunan sawit, HTI di lahan gambut berdampak buruk pada lahan pertanian warga di sekitar konsesi. Kekeringan dan banjir berkepanjangan di musim hujan mengancam ketahanan pangan bagi penduduk lokal.

Pemerintah, katanya, harus segera mengevaluasi menyeluruh, guna menyelamatkan ekosistem gambut yang makin rapuh. “Ini mendesak, jadi harus segera, kalau tidak, kebakaran akan terus berulang.”

Asmadi Saad, anggota kelompok ahli BRG di Jambi mengatakan, kondisi gambut di Jambi banyak rusak ˙hingga perlu segera restorasi. “Ibarat pemuda berkelahi, badan sudah penuh luka, torehan-torehan.”

Dia bilang, hanya beberapa titik yang tidak rusak, seperti taman nasional, tetapi kini pinggiran Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), hutan lindung Sungai Buluh, Tahura Orang Kayo Hitam mulai terganggu.

Dosen Agroteknologi di Universitas Jambi itu menyakini, kebakaran hampir setiap tahun di Jambi membuat gambut menipis bahkan menghilang. Namun, dia belum mengetahui pasti berapa luas gambut di Jambi saat ini.

Kebakaran rutin, katanya, telah merusak fungsi hidrologis gambut dan ikut memicu kekeringan dan banjir. “Biodiversiti habis terbakar, sekarang mau memulihkan susah.”

KHG, punya fungsi penting menyimpan cadangan air. Karena banyak kanal dibuat perusahaan akhirnya mengering. Dia contohkan, kebakaran 2019 di Tahura Orang Kayo Hitam dan Tahura Londerang karena banyak kanal yang membuat gambut kering.

Asmadi meminta, pemerintah harus tegas melindungi gambut. Dia sarankan, kanal di kawasan lindung ditutup untuk menghambat air gambut cepat mengering.

 

Tanggul yang dibangun di konsesi PT Pesona Belantara Persada. tanggul ini berfungsi untuk menjaga debit air kanal tetap tinggi agar bisa jadi sarana mengeluarkan kayu ilegal. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

 

Restorasi gambut, hambatannya?

Dalam diskusi daring bersama Walhi Jambi, Akhmad Bestari, Kepala Dinas Kehutanan Jambi juga Ketua Harian Tim Restorsi Gambut Daerah (TRGD) di Jambi menyebutkan, dari total 617.562 hektar lahan gambut di Jambi setidaknya 200.772 hektar target restorasi BRG. Ia meliputi kawasan lindung 46.415 hektar, budidaya tak berizin 25.885 hektar dan budidaya berizin 128.472 hektar.

Bambang bilang, restorasi selama ini terhambat karena ada penolakan dari masyarakat. Upaya restorasi, katanya, bertolak belakang dengan kepentingan masyarakat yang ingin mengeringkan gambut untuk bercocok tanam. Pembangunan beberapa sekat kanal juga ditolak.

“Sekat kanal itu ditolak lantaran sebelumnya jalur transportasi, kalau dibangun sekat kan mereka tidak bisa lewat lagi, makanya nolak.”

Meski demikian, hingga akhir 2020 TRGD Jambi mengklaim berhasil merestorasi 80% lahan gambut di luar konsesi setara 57.000 hektar lebih. Bambang mengaku, berhasil membuat gambut di Tahura Orang Kayo Hitam dalam KHG Sungai Kumpeh-Air Hitam kembali basah setelah dibangun sekat kanal.

“Pada 2019 terbakar, atasnya saja tidak sampai bawah kayak 2015. Karena gambut sudah basah.”

Sampai pertengahan 2020, Dinas Kehutanan Jambi membangun 418 sekat kanal dan 466 sumur bor. Untuk rencana kerja 2021-2024, kata Bambang, Dishut fokus pada perbaikan dan pemeliharaan sekat kanal serta revitalisasi ekonomi masyarakat.

“Kita sudah coba kembangkan budidaya semangka di Sungai Gelam dan itu berhasil. Ada juga nanas, jagung, dan kopi liberika. Sekarang Kita lagi uji coba tanam lada.”

Meskipun begitu, Bambang masih kesulitan mengawasi restorasi di konsesi perusahaan, karena itu di luar kewenangan TRGD. Jadi, katanya, upaya pemulihan gambut tak maksimal, karena masih terjadi kebocoran.

“Pemulihan gambut itu seharusnya menyeluruh dalam satu KHG. Tidak bisa spot-spot, di sini (luar konsesi) direstorasi tapi di dalam konsesi tidak, kan akhirnya tetap ada yang bocor. Harus satu kesatuan, kalau direstorasi perusahaan harus ikut restorasi,” kata Bambang. Sementara perusahaan yang mengalami kebakaran rutin akan dinas evaluasi.

 

 

***** Keterangan foto utama: Kayu bekas illegal logging di konsesi PT Pesona Belantara Persada. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version