Mongabay.co.id

Warga Waswas Tanah Ulayat Terkena Proyek Tol Padang-Pekanbaru

Penampakan ruas Tol Pekanbaru-Padang. Foto: Walhi Sumbar

 

 

 

 

Warga Nagari Koto Baru Simalanggang, Sumatera Barat, dalam was-was dan gundah gulana, Mereka kehilangan semangat beraktivitas. Badan lemas, pikiran kacau. Pekerjaan rumah pun terbengkalai. Apakah mereka terkena Virus Corona? Bukan. Ternyata, gara-gara ada tiang pancang di dekat rumah mereka. Kabarnya, rumah mereka bakal tergusur karena akan terlewati jalan tol Padang-Pekanbaru.

Kegundahan antara lain dialami Atria yustita. Dia tak demam tetapi kehilangan nafsu makan gara-gara ada tiang pancang dekat rumahnya. Walau tiang itu sudah dicabut, perempuan 45 tahun ini masih stres.

Baca juga: Warga Nagari Koto Protes Lahan Kena Proyek Tol Padang-Pekanbaru

Warga lain ada yang demam karena membayangkan rumah mereka habis dan tak tahu jarus kemana. Mereka tak tahu harus mengadu pada siapa.

Warga Nagari Koto Baru Simalanggang, tak sendirian. Ada lima nagari di Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat, bakal terkena proyek jalan tol.

Lima nagari itu adalah Lubuk Batingkok, Koto Baru Simalanggang, Koto Tinggi Simalanggang, Taeh Baru dan Gurun. Nagari itu berada di dua kecamatan yaitu Harau dan Payakumbuh.

“Kami tidak menolak pembangunan tol, tapi kalau bisa dialihkan ke tempat yang memang tidak terpakai,” katanya.

Dia membayangkan, tanah dan sawah yang mereka garap turun termurun, rumah dan tanah mereka bakal habis. Begitu juga makam keluarga, rumah adat dan rumah saudara juga. Kemudian, pangdam pekuburan dari nenek moyang dan aset lain seperti kolam ikan.

Atria bilang, tak pernah ada bayangan bakal hidup di dekat jalan tol. Dia bilang, hubungan warga juga bakal terputus antar satu bagian di seberang tol dan seberang lainnya.

Padaha, biasa mereka hidup bergotong royong. Ketika hajatan, misal, mereka tak pernah bayar katering karena dikerjakan bersama-sama.

“Kalau ada tol putus hubungan. Soalnya nggak mungkin kami menyeberang lewat jalan tol,” katanya.

 

Para perempuan dan laki-laki berkumpul di Surau Istiqomah Nagari Koto Baru Simalanggang untuk membicarakan rencana penolakan tol yang melewati rumah mereka. Surau ini bakal tergusur jika jalur tol yang mereka tolak jadi dibikin. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

Atria juga mempertanyakan mengapa tidak ada wali nagari atau aparat pemerintahan memberitahukan kepada warga. “Jadi, kami bertanya-tanya pada pemerintah. Katanya itu baru tahap awal, karena di depan rumah kami itu satu kaum yang kena dan ada lagi di belakangnya.”

“Pasukuan Bodi dan Pilliang akan habis semua rumah gadangnya, tanah dan beberapa rumah kemenakan,” katanya.

Dia bilang, warga tak menolak pembangunan tetapi jangan melalui wilayah padat pemukiman.

Rezki, Kepala Jorong Koto Baru mengatakan, banyak orang tua stres. Bahkan, hanya mendengarkan kata jalan tol saja mereka pusing. Dia bilang, bisa terbayangkan betapa kesetresan warga kala tanah ulayat yang menjadi identitas kehidupan suku-suku di lima nagari ini terancam.

“Bagi kami tanah ulayat itu ibarat KTP. Seandainya kami ditanya oleh orang suku apa, akan ditanya pangdam kuburan di mana dan rumah adat dimana,” katanya.

Rumah-rumah warga juga berdiri di tanah ulayat, begitu juga persawahan hingga pekuburan.

“Seandainya terkena di Koto Baru, beri warga kami dua pilihan, ganti rugi atau diganti tanah di Nagari Koto Baru. Yang menyebabkan keresahan warga sebelum terjadi dampaknya sudah terasa.”

Tak hanya pemukiman, pemakaman maupun lahan tani warga yang terancam, industri rumahan juga alami nasib serupa. Pabrik Tom Burger, sebuah usaha mikro kecil di Nagari Lubuk Batingkok, Kabupaten 50 Kota, salah satunya.

Bisnis ini dimulai Ezi Fitriana bersama suaminya sejak 2008. Mereka sampai saat ini mempekerjakan anak-anak muda di nagari setempat. Ada 50 karyawan yang menghasilkan produk Tom Burger, dan sudah terdistribusi ke berbagai wilayah di Indonesia, tak hanya di Sumbar.

Usaha mereka terancam. Pabrik dan rumah Ezi tempat mereka bekerja masuk jalur jalan tol. Yang bakal terkena juga tujuh makam keluarga.

Ezi pertama mengetahui rencana pembangunan tol Agustus 2020. Dia bilang, ada sosialisasi dari Hutama Karya ke masyarakat terdampak yang ditandatangani Sekretaris Daerah Kabupaten 50 Kota. Kala itu, perusahaan mau mempresentasikan dengan gambar dan peta.

Dia tidak hadir. Kala itu, warga yang hadir meminta jalan tol bisa teralih karena melewati lahan produktif maupun perumahan padat penduduk, surau, balai adat dan makam.

Dua minggu setelah itu kembali sosialisasi. Dia diundang, ternyata ada penggeseran peta pertama dengan hasil rumah dan pabrik Ezi, terkena. “Itu habis semua kalau tol lewat sini,” katanya.

Dia berharap, lokasi yang melewati pabrik dan rumahnya bisa pindah ke tempat yang tidak berdampak ekonomi, sosial dan kultural.

Tak hanya keluarganya yang kena, juga dua pasukuan akan tergusur di Lubuk Batingkok ini.

Menurut Ezi, di ranah Minang pasukuan itu memiliki rumah gadang, pangdam pasukuan, surau dan balai adat. Semua situs budaya ini, katanya, akan tercerabut dari masyarakat. Dia berharap pihak terkait mempertimbangkan masalah ini.

 

Pintu Tol Padang-Pekanbaru di perbatasan Kota Padang dan Pariaman. Foto: Walhi Sumbar

 

Bikin forum

Warga pun membentuk forum komunikasi. Mereka bersepakat menguatkan barisan agar pembangunan jalan tol tak melewati ruang hidup mereka.

Gerakan lima nagari ini tampak tak didukung walinagari. Beberapa ninik mamak hadir mendukung karena bakal banyak akan hilang ketika tol jadi dibangun, seperti tanah ulayat, makam keluarga dan lahan pertanian produktif dan lain-lain.

Pada 11 November 2020, warga lima nagari beserta beberapa ninik mamak di Kabupaten 50 Kota berkumpul di Surau Istiqomah di Jorong Koto Baru, Nagari Koto Baru Simalanggang. Mereka membentuk Forum Komunikasi Masyarakat Terdampak Tol Kabupaten 50 Kota atau disingkat jadi Format.

Forum ini menindaklanjuti mediasi di DPRD Sumbar oleh perwakilan masyarakat dengan PT Hutama Karya, selaku pelaksana proyek jalan tol pada 9 November 2020.

Masyarakat meminta, peta jalur jalan tol agar dapat mengajukan jalan alternatif. Namun perusahaan tidak memberikan peta jalur itu.

Jasriman, Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Terdampak Jalan Tol mengatakan, masyarakat sampai saat ini belum dapat gambaram penetapan lokasi pembangunan.

“Dari Hutama Karya datang dulu pernah kita minta langsung agar tahu dimana lokasi. Nanti, setelah itu baru cari lokasi alternatif. Mereka janji memberikan. Sampai saat ini belum ada kirim.”

Dia juga mempertanyakan, hasil pertemuan perwakilan mereka ke DPRD beberapa waktu lalu. Mereka bertemu dengan perwakilan perusahaan dimediasi anggota dewan.

Dalam mediasi itu tidak ada jalan keluar karena ketika perwakilan warga meminta peta penetapan tak mendapatkannya. Bahkan, perusahaan membawa seseorang yang mengaku warga dan mengklaim tidak menolak tol.

 

UMKM di Nagari Lubuk Batingkok yang mempekerjakan 50 pemuda setempat. UMKM ini masuk jalur tol dan akan hilang jika tol jadi dibangun melewati lokasi mereka. Foto: Jaka HB/Mongabay Indonesia

 

Jangan susahkan warga

Supardi, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat berharap, gubernur mempertimbangkan penetapan lokasi jalan tol yang melewati lima nagari di Kabupaten 50 Kota.

“Jangan sampai pada satu sisi pemerintah sukses membangun jalan tol, sisi lain masyarakat teraniaya dari sisi ekonominya,” katanya.

Dia yakin banyak opsi lain atau alternatif mencari jalur tol yang tak menyusahkan warga.

“Kita harap pada gubernur sebelum menentukan SK penetapan jalur betul-betul kajian komprehensif. Melibatkan tokoh masyarakat di daerah. Dengan catatan seluruh harus menyukseskan proyek strategis nasional ini,” katanya saat Mongabay hubungi via telepon, belum lama ini.

Dia mengatakan, pemerintah jangan hanya mengandalkan konsultan. Jalur yang sekarang dilewati jalan tol itu, katanya, daerah padat penduduk dan strategis secara ekonomis. Untuk itu, katanya, berbagai pihak mesti mempertimbangkan utang jalur itu.

Supardi mengingatkan, ciri khas atau karakter orang Minang itu tanah mereka yang punya. Ia simbol orang Minang. Seandainya lahan yang jadi identitas orang Minang terambil oleh proyek strategis nasional, katanya, akan sangat menyakitkan.

Masyarakat, kata Supardi, punya lahan sangat terbatas. Kalau lahan terambil proyek jalan mereka tak ada lagi lahan produktif.

Dia bilang, sebelum penolakan ini jadi, para pihak harus ada pendekatan pada masyarakat. “Jangan dibiarkan terkatung-katung.”

“Seharusnya kegagalan terhadap pembebasan jalan tol sebelum-sebelumnya cukup jadi pembelajaran.”

Marthen Robert Singal, Project Director PT Hutama Karya Ruas Tol Padang-Sicincin belum bisa memastikan jalur tol yang melewati pemukiman ini.

“Penlok (penetapan lokasi) masih lama,” katanya dihubungi via WhatsApp.

Saat ditanyakan berapa lama, Marthen tidak menjawab pasti. Dia hanya menjawab masih menunggu dari konsultan perencanaan.

“Saat ini, masih dalam tahap pembuatan basic design. Setelah basic design selesai kemudian diserahkan Kementerian PUPR,” katanya.

Kalau KPUPR setuju, lalu diserahkan ke Pemerintah Sumbar untuk sosialisasi kepada masyarakat yang bakal terkena. “Selesai sosialisasi kemudian pemprov baru mengeluarkan penlok.”

Mengenai bisa geser atau tidak jalur itu, katanya, tergantung hasil sosialisasi dan kajian teknis. “Tergantung kajian teknis bisa atau tidak digeser trasenya,” katanya.

Dia bilang, belum bisa melakukan apa-apa karena desain dasar belum selesai.

Irwan Prayitno, Gubernur Sumatera Barat belum merespon pesan yang Mongabay kirim mengonfirmasi soal ini melalui via seluler.

Afrizal, Profesor Sosiologi Universitas Andalas Sumbar mengatakan, masyarakat yang terdampak perlu informasi lengkap.

“Aapakah benar tanah mereka akan digunakan? Mengapa jalan tol melintasi tanah dan pemukiman mereka? Apa dampak negatif dan positif bagi mereka? Bagaimana pemerintah akan memperlakukan tanah mereka, baik tanah adat maupun hak negara?” katanya.

Informasi, katanya, harus dari sumber tepat. Dia bilang, bisa saja tanah ulayat atau pusako itu pindah asal ada persetujuan pemilik. “Yang penting ada persetujuan pemilik,” katanya.

Kalau informasi jelas kepada warga tak dilakukan dengan benar, akan terjadi kesewenang-wenangan dalam pembangunan. “Pelanggaran HAM mungkin terjadi dan mungkin pula tindakan kekerasan dari aparat untuk menundukkan warga.”

 

Pemakaman keluarga Ezi, warga Nagari Lubuk Batingkok, bakal tergusur beserta rumah dan tempat usahanya kalau tol lewati jalur itu. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia.

 

******Keterangan foto utama: Penampakan ruas Tol Pekanbaru-Padang. Foto: Walhi Sumbar

Exit mobile version