Mongabay.co.id

Kala Hutan Gundul, Pulau Lombok dan Sumbawa jadi Langganan Banjir

Papan pengumuman larangan menebang pohon sudah terpampang jelas, bahwa kawasan kawasan hutan ini. Meskipun begitu, tampak, perbukitan itu tak bertutupan lagi, hutan sudah gundul. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Hujan lebat mengguyur Kecamatan Sanggar, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) Selasa (5/1/21). Warga cemas. Di depan rumah mereka, jalan raya berubah menjadi aliran sungai. Makin lama makin besar. Air deras. Akhirnya, air masuk ke rumah mereka.

Rumah Anwar dan Nurma, di Dusun Towan, Desa Boro, Kecamatan Sanggar juga terendam air bercampur lumpur. Sampah plastik, dedaunan, dan ranting pohon masuk hingga ke rumah. Mereka mengeluarkan sampah itu, dan membiarkan hanyut. Saat membersihkan sampah mereka lengah, bayi, Ainun Qolbi, berusia satu tahun terseret arus.

Mereka panik. Bayi hanyut, tubuh tersangkut di pagar dekat tanaman pisang. Kedua orangtua ini pun syok.

Kematian bayi satu tahun itu menjadi kisah pilu keluarga ini, dan ribuan warga di Sanggar. Hujan lebat menyebabkan ribuan rumah terendam. Ada tiga desa cukup parah terendam, yaitu Desa Boro, Taloko, dan Kore.

Sanggar, di kelilingi bukit rentan banjir bercampur lumpur. Banjir di disini dipicu penggundulan perbukitan. Bukit yang dulu banyak pepohonan, kini jadi ladang jagung.

“Sebenarnya lelah juga kami setiap tahun kena banjir,’’ kata Aqidah, warga Sanggar kepada Mongabay.

Mahasiswi Universitas Mataram ini menuturkan, dulu sebelum jagung berkembang, masyarakat Sanggar mengandalkan hidup dari padi. Air cukup berlimpah. Bisa panen hingga tiga kali setahun.”

Sanggar yang berbatasan dengan laut, katanya, juga banyak memiliki tambak. Warga Sanggar sebagian mengolah tambak, termasuk kakek Aqidah.

“Sekarang banyak tambak dibiarkan begitu saja, lebih cepat dapat dari jagung,’’ katanya.

Hampir semua daerah yang diapit bukit di Kota Bima dan Kabupaten Bima rentan banjir. Banjir bandang terbesar akhir 2016 menyebabkan kerugian hingga ratusan miliar. Ia membutuhkan biaya triliuan untuk merehabilitasi dan merekonstruksi infrastruktur jalan, jembatan, fasilitas kantor pemerintah, dan permukiman warga. Banjir 2016, bukan terakhir. Setiap tahun, banjir seakan langganan di Bima.

 

Dari penuturan warga Sambelia, kawasan ini dulunya rimbun oleh pepohonan. Tapi sekarang banyak menjadi ladang jagung. Sambelia adalah daerah di Kabupaten Lombok Timur yang hampir setiap tahun diterjang banjir badang. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesiadefault

 

Begitu juga di Dompu dan Sumbawa. Kecamatan Kilo, Manggelewa, termasuk di tengah Kota Dompu juga beberapa kali banjir disertai lumpur. Di ujung timur Sumbawa, meliputi Kecamatan Tarano, dan Plampang juga beberapa kali banjir. Banjir selalu disertai lumpur, dan seringkali ranting kayu ikut hanyut.

Sebelum banjir akhir tahun di Pulau Sumbawa ini, di Lombok Timur, banjir merendam ribuan rumah warga di Desa Seruni Mumbul, Desa Labuhan Lombok, dan Desa Pringgabaya Utara, Kecamatan Pringgabaya.

Banjir bercampur lumpur dan potongan kayu merendam rumah warga. Hingga saat ini, sisa-sisa banjir masih dibersihkan.

Walaupun bukan karena banjir, dua Tim Reaksi Cepat (TRC) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lombok Timur meninggal dunia dalam perjalanan melakukan tugas pendataan korban banjir.

Rombongan TRC BPBD Lotim ini mengalami tabrakan di jalan jurusan Pringgabaya–Sambelia. Satu orang meninggal dunia, dan satu meninggal saat perawatan di rumah sakit.

“Mereka kecelakaan ketika tugas assesment kejadian banjir Kecamatan Sambelia,’’ kata Iwan Setiawan, Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Lombok Timur.

 

Alih fungsi lahan

Pantauan Mongabay, di daerah-daerah yang langganan banjir ini memiliki kondisi sama. Tutupan hutan berkurang, bahkan di beberapa lokasi hampir tidak ada tegakan pohon. Awal musim hujan bukit gundul ini hijau oleh jagung. Sejauh mata memandang, bukit-bukit yang kecoklatan di musim kemarau itu jadi bukit jagung. Bukit-bukit gundul itu di ladang penduduk maupun kawasan hutan lindung.

Di Parado, Kabupaten Bima, perbukitan termasuk hutan nyaris habis. Dulunya, Parado dikenal sebagai sentra kemiri. H Taufik, pengusaha kemiri, mengatakan, kualitas kemiri dari Bima lebih baik dibandingkan Lombok. Daerah yang lebih panas, memungkinkan biji kemiri benar-benar kering hingga memudahkan pengupasan. Sejak marak jagung, dia jarang menerima kiriman kemiri dari Bima.

Ada tiga tahapan alih fungsi kawasan hutan menjadi jagung. Pertama, pelaku menebang pohon-pohon besar lalu dijual. Pohon yang tidak ditebang, dirusak dengan menguliti batang lalu ditaburi racun. Lambat laun akan mati.

Kedua, pelaku membersihkan semak-semak atau sisa pohon yang kecil, sering dengan pembakaran. Kondisi ini memicu kebakaran hutan di Sumbawa dalam beberapa tahun terakhir. Pembakaran paling efektif, biaya murah dan prosesnya cepat. Berbeda dengan penyemprotan dengan racun perlu biaya pembelian racun, upah bagi pekerja dan waktu yang lebih lama.

Ketiga, setelah lahan bersih barulah ditanami jagung. Dalam kondisi seperti ini biasa petugas tidak berdaya. Banyak yang melakukan perlawanan bahkan petugas yang menghalangi dianiaya. Seorang petugas patroli kehutanan dari KPH Brangbeh Kabupaten Sumbawa, H Tunggul dipukul bahkan sampai diancam dengan parang oleh pelaku pembalakan liar.

Di Kabupaten Dompu, isu jagung ini menjadi komoditi politik para kandidat. Bupati Dompu H Bambang M Yasin, pada Pilkada 2020 mendukung istrinya maju sebagai calon bupati, menjadikan isu jagung sebagai jualan.

Dalam satu rekaman video, disebutkan kalau pasangan calon yang didukung bupati tidak naik, lahan-lahan jagung akan diambil oleh negara. Ladang jagung di kawasan hutan.

Di daerah sentra jagung, perusahaan pengeringan jagung membangun pabrik hingga ke desa-desa. Bahkan tidak sedikit yang diduga membangun di dekat kawasan hutan.

“Kita sepakat jagung tidak boleh ditanam di kawasan hutan. Hingga corn dryer (mesin pengering jagung) bisa kita tekan untuk tidak menerima jagung dari kawasan hutan,’’ kata Julmansyah, Kepala Bidang Pengelolaan Hutan DInas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB.

 

Keberadaan corn dryer (mesin pengering jagung) hingga ke desa-desa memudahkan petani, tapi di sisi lain juga tidak ada kontrol jagung yang diterima bukan dari dalam kawasan hutan. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Dia bilang, perusahaan juga harus tegas membuat kebijakan, jangan asal menerima semua jagung. Dia bilang, sumber jagug harus jelas. Kerja sama dengan Dinas Pertanian, kata Jul, khusus para penyuluh penting untuk menjamin asal jagung benar-benar dari ladang pribadi.

Data itu bisa melihat ada Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani. Dari RDKK ini, akan terlihat berapa luasan lahan, jumlah kelompok, dan petani. Hasil panen pun bisa diprediksi.

“Jika, kerja sama ini bisa berjalan baik,pemerintah diuntungkan dengan makin jelas pendataan produksi dan produktivitas lahan. Kelompok tani akan makin kompak dan kuat, tidak hanya berkelompok untuk mendapatkan pupuk,’’ katanya.

Untuk mengontrol keberaaan corn dryer , ada Komisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) atau tim teknis penilai UKL dan UPL baik di kabupaten maupun provinsi. Tim bisa membuat standar acuan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk kegiatan corn dryer.

Perusahaan corn dryer, katanya, wajib tak mengambil jagung dari lahan dalam kawasan hutan. Bahkan, bisa juga dalam surat pernyataan UKP/UPL yang ditandatangani pemrakarsa (perusahaan corn dryer) menyatakan, siap kena pidana kalaiu terbukti mengambil jagung dari kawasan hutan.

“Perlu juga reward and punishment, ini perlu kita buat regulasinya,’’ kata Julmansyah.

 

Malarang kayu keluar NTB

Gubernur NTB Zulkieflimansyah turun memantau kawasan hutan yang berubah menjadi ladang jagung. Untuk kasus lahan yang terlanjur gundul,  dilakukan penghijauan  kembali di lahan-lahan kritis. Untuk mencegah penebangan kayu, Pemerintah NTB melarang hasil hutan berupa kayu keluar dari Pulau Lombok dan Sumbawa.

Gubernur membuat kebijakan moratorium penerbitan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU).  “Mudah-mudahan kebijakan ini mengerem pembalakan hutan, terutama yang ilegal,’’ kata gubernur.

SKAU ini merupakan dokumen angkutan yang menyatakan penguasaan, kepemilikan, dan sekaligus sebagai bukti legalitas pengakutan hasil hutan hak (kayu bulat dan kayu olahan rakyat). SKAU diterbitkan kepala desa/lurah atau pejabat setara lain di desa hasil hutan kayu.

Pejabat penerbit SKAU ditetapkan bupati/walikota berdasarkan usulan kepala dinas kabupaten/kota, dalam hal kepala desa/lura berhalangan, kepala dinas bisa menetapkan pejebat penerbit SKAU.

Selain SKAU resmi, keterlibatan oknum juga ditengarai menerbitkan dokumen palsu. Karena itu, pengawasan dan penjagaan pelabuhan oleh tim gugus tugas kehutanan, dan aparat TNI/Polri diperketat selama moratorium berlaku.

“Banyak daerah di NTB yang sudah kehilangan mata air karena hutan habis. Kasus penganiayaan (petugas) dan perusakan fasilitas pemerintah juga makin serius,’’ kata gubernur.

 

 

 

*****Keterangan foto utama: Papan pengumuman larangan menebang pohon sudah terpampang jelas, bahwa kawasan kawasan hutan ini. Meskipun begitu, tampak, perbukitan itu tak bertutupan lagi, hutan sudah gundul. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version