Mongabay.co.id

Karhutla Riau di Masa Pandemi

 

 

 

 

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) maupun kabut asap di Riau, terjadi berulang hampir setiap tahun. Pemerintah Riau, maupun pusat biasa sibuk dengan berbagai persiapan pencegahan maupun penanganan karhutla, dengan bentuk satgas dan lain-lain. Masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) jadi lebih berat. Beryukur, dalam 2020, sebaran titik api tidak separah tahun 2019.

Mengutip pernyataan Gubernur Syamsuar dari laman mediacenter.riau.go.id, orang nomor satu di Riau itu meminta semua pihak berjaga-jaga, ketika Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau lebih panjang dibanding 2019. Tim Satgas Karhutla diminta memberikan penyuluhan dan patroli untuk pencegahan dini.

Rekaman BMKG sepanjang 2020, antara lain, curah hujan maksimum harian 375 mm, terjadi di Rantau Kopar, 19 Juni. Curah hujan maksimum dasarian 618 mm, di Tebing Tinggi Barat, 3 November. Kemudian, curah hujan maksimum bulanan 1067 mm terjadi di Batu Hampar, pada September.

Curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Batu Hampar, Rokan Hilir, 5479.5 mm. Hari tanpa ada hujan berturut-turut terpanjang, terjadi selama 44 hari di Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, 2 Januari-14 Februari.

Sedangkan hari hujan berturut-turut terpanjang selama 20 hari, 8-27 September di Kecamatan Batu hampar, 31 Oktober-19 November di Kecamatan Pasir Limau Kapas dan 11 -30 November di Kecamatan Ujung Tanjung.

Kemudian, jumlah curah hujan selama musim hujan. Maksimum sebesar 2053 mm, rentang kejadian dasarian II Oktober 2019-dasarian II Juni 2020, Kecamatan Bangkinang, Kabupaten Kampar. Minimum 436 mm, rentang kejadian dasarian II Oktober 2019-dasarian II Mei 2020, Kecamatan Kandis, Siak. Keadaan cuaca menentukan ada atau tidak kebakaran hutan dan lahan.

Sepanjang 2020, BMKG Stasiun Pekanbaru mendeteksi 2.858 titik panas di seluruh Riau, mulai level rendah hingga tinggi.

 

Pemadaman karhutla di Kampar, pada Januari 2020. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Pencegahan dan pemadaman

Saat BMKG mengingatkan kemarau panjang 2020, Pemerintah Riau sudah berjaga-jaga dengan menetapkan status siaga darurat karhutla, jauh hari sebelum masa puncak kekeringan itu terjadi, mulai 11 Februari-31 Oktober 2020.

Status itu selang beberapa hari setelah rapat koordinasi nasional pengendalian karhutla yang dipimpin langsung Presiden Joko Widodo di Istana Negara, 6 Februari 2020. Dalam rapat itu hadir sejumlah pimpinan kementerian/lembaga termasuk gubernur provinsi rawan karhutla.

“Pulang dari sana, saya langsung bahas dengan gubernur dan disetujui. Bahkan kita pertama dan paling cepat menetapkan status tersebut dibanding daerah lain,” kata Edwar Sanger, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, Selasa (5/1/21).

Memasuki awal 2020, kata Edwar Sanger, tim mereka sudah giat patroli dan sosialisasi pada masyarakat, terutama wilayah yang sudah didata sebagai rawan karhutla. Di sana, dibentuk desa tangguh bencana agar masyarakat proaktif dan cepat mengendalikan kebakaran sekitar.

Pada 2019, sekitar 75 kecamatan dan 188 desa di Riau tercatat rawan karhutla. Pada 2020, bertambah jadi 99 kecamatan dan 346 desa.

Hari-hari sibuk Satgas Karhutla padamkan mulai Maret, meski perlahan intensitas sedikit berkurang jelang April berakhir, karena mulai ada sedikit hujan.

Memasuki Mei hingga Agustus, patroli dan pemadaman kembali dilakukan tiap hari, karena kemarau panjang menghampiri Riau.

Wilayah pertama yang dituju, bagian pesisir utara, seperti Rokan Hilir, Dumai, Bengkalis termasuk Pulau Rupat yang langganan dan selalu awal ketika musim karhutla tiba.

Edwar bilang, menyambung informasi dari BMKG mengatakan, memasuki fase kedua kemarau, atau Agustus, Satgas Karhutla mulai bergerak ke selatan mengikuti pergeseran arah angin. Perhatian dan fokus beralih ke Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Pelalawan dan Kuantan Singingi.

Setelah peralihan arah angin itu, biasa Riau juga akan menerima kiriman asap dari provinsi sebelah, seperti Sumatra Selatan dan Jambi. Masalah ini, katanya, bisa diantisipasi, karena, pemerintah setempat intens menjaga areal.

Edwar merasa beruntung dengan ada anomali cuaca dari kemarau basah yang cukup membantu kerja-kerja personil di lapangan. Dia juga mengamati wabah COVID-19, seperti membuat pembakar lahan tak bisa bergerak, salah satu dengan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), hingga orang luar tidak bisa masuk ke satu tempat untuk membakar lahan.

“Saya kira dugaan sementara seperti itu, bukan menuduh. Situasinya seperti itu.”

Selain pemadaman lewat darat udara, upaya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) juga berperan penting mengurangi luas kebakaran. Pada 2020, TMC yang ditukangi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebanyak tiga fase, terbanyak dibanding tahun sebelumnya.

Dengan memanfaatkan awan yang berpotensi hujan untuk disemaiia cukup berdampak membasahi gambut meski musim kering.

Tak hanya itu, sepanjang status siaga darurat, Riau mendapat suplai enam helikopter water boombing dan dua helikopter patroli dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

 

Helikopter BNPB, bulan lalu melakukan bom air pada lahan terbakar di Rimbo Panjang, Kampar, Riau. Kebakaran sudah berlangsung hampir satu minggu. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Untuk efektivitas jarak tempuh dan penghematan rentang kendali ke titik-titik pemadaman, selama di Riau, capung besi itu disiagakan pada tiga tempat, yakni, Dumai, Indragiri Hulu dan Pekanbaru.

“Sudah kayak strategi perang. Saya banyak belajar dari TNI dan Polri. Kapolda, Danrem dan Danlanud juga cukup peduli dan membantu menjaga Riau bebas asap, karena pemadaman mulai ketika api masih kecil dan patroli tidak hanya siang hari,” kata Edwar.

Selain dari BNPB, katanya, biasa dunia usaha atau perusahaan swasta juga mensiagakan helikopter dalam membantu tim Satgas Karhutla Riau.

Edwar bersyukur, bisa melewati karhutla 2020 tanpa kebakaran besar dan kabut asap, meski bekerja dalam situasi dua siaga, darurat karhutla dan pandemi. Meski, secara internal BPBD Riau harus membagi tim untuk menangani COVID-19, fokus utama tetap pada karhutla.

Tambahan tugas seperti itu juga terjadi di seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) termasuk TNI maupun Polri atau instansi terlibat dalam Satgas Karhutla.

Kendala-kendala di lapangan dalam mengendalikan karhutla, katanya, masih sulit menjangkau lokasi, perjalanan kadang dengan sampan atau speed boat serta sumber air jauh. Pasca giat pemadaman api, katanya, BPBD terkadang membangun sejumlah infrastruktur menunjang pekerjaan mendatang, seperti membuat embung. “Mudah-mudahan 2021, Riau bebas asap meski masih ditengah pandemi.”

 

Luas kebakaran dan penegakan hukum

Berdasarkan rekapitulasi situs Sipongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kebakaran hutan dan lahan di Riau per 30 September 2020, mencapai 15.442 hektar. Luas ini jauh berkurang dibanding tahun 2019 seluas 90.550 hektar.

Hitungan BPBD Riau jauh lebih sedikit. Per 12 Desember 2020, luas kebakaran di Riau 1.600,41 hektar. Sebaran, Rokan Hulu 32 hektar, Rokan Hilir 60,15 hektar, Dumai 138,95 hektar, Bengkalis 389,6 hektar, Kepulauan Meranti 44,2 hektar, Siak 174,56 hektar, dan Pekanbaru 24,66 hektar. Kemudian, Kampar 38,84 hektar, Pelalawan 142,6 hektar, Indragiri Hulu 71,85 hektar, Indragiri Hilir 481,5 hektar dan Kuantan Singingi 1,5 hektar . Karhutla tersebar seluruh wilayah Riau.

Perbedaan luas karhutla ini karena dasar penghitungan. KLHK mengacu pada analisa citra satelit landsat 8 OLI/TIRS yang overlay dengan sebaran titik panas, serta laporan hasil pemeriksaan lapangan dan laporan pemadaman dari Manggala Agni. Sedangkan BPBD berdasarkan perkiraan Satgas Karhutla di lapangan yang tiap hari dilaporkan.

Sejalan dengan pengendalian karhutla, penegakan juga tetap jalan. Hingga 30 November 2020, Polda Riau maupun jajaran Polres telah menyelesaikan 53 perkara dari 56 laporan polisi. Tiga perkara lagi masih proses penanganan yakni, satu penyidikan dan dua lengkap atau tinggal pelimpahan ke kejaksaan. Jumlah tersangka, 63 orang serta dua korporasi. Luas areal terbakar 349,4475 hektar.

Sementara, Kejaksaan Tinggi Riau per 15 Desember 2020, juga menangani 81 perkara, terdiri dari 73 perorangan dan delapan korporasi.

Untuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK) juga menindak satu perusahaan, yakni PT Gandaerah Hendana (GH). Penanganan sudah tahap penyidikan dan sedang memenuhi P19 dari jaksa. KLHK juga menggugat PT Sumber Sawit Sejahtera (SSS) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

 

Personil polisi berhari-hari bantu pemadaman karhutla di Rimbo Panjang, Kampar, Riau pada Januari 2020. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

GH adalah satu dari 10 perusahaan yang disegel Ditjen Penegak Hukum KLHK secara bertahap, pada September 2019, yakni, PT Adei Plantation dan Industry (API), PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), PT Teso Indah (TI), PT Gelora Sawita Makmur (GSM). Lalu, PT Sumatera Riang Lestari (SRL), PT Wana Sawit Subur Indah (WSSI), PT Tabung Haji Indo Plantation (THIP), PT Teguh Karsa Wana Lestari (TKWL) dan PT Arara Abadi (AA).

Penegakan hukum pidana pasca penyegelan terhadap API, WSSI dan GSM ditindak Bareskrim Polri. Adapun TI dan SSS, ditangani Polda Riau.

Firdaus Alim Damopolii, Kasubdit Penyidikan Perusakan Lingkungan, Karhutla KLHK, mengatakan, beberapa perusahaan yang disegel mendapat sanksi adminstratif. Dia persilakan konfirmasi ke direktorat yang mengurusi ini, karena bukan kewenangannya.

Jasmin Ragil Utomo, Direktur Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi KLHK, tidak merespon pertanyaan yang dikirim ke Whatsapp maupun telepon. Begitu juga Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani.

 

Bagaimana 2021?

Kini sudah masuk Januari 2021, pandemi COVID-19 belum usai. Riau telah mencabut status tanggap darurat karhutla, 31 Oktober 2020. Pemerintah Riau juga tetap waspada dan memperhatikan perkembangan dinamika cuaca yang akan berdampak pada kebakaran dan kabut asap.

Prakiraan BMKG Stasiun Pekanbaru, musim hujan tahun ini akan bersifat normal, namun berpotensi cenderung lebih basah bila dibanding rata-rata normal.

Meski begitu, pada 5-6 Januari, sudah terpantau dua titik panas di Pelalawan dan satu di Siak dengan tingkat kepercayaan masih rendah, berkisar 0-29%. Setelah itu, beberapa hari kerap terjadi hujan merata di seluruh wilayah Riau.

Berdasarkan diskusi bersama BMKG Stasiun Pekanbaru, kata Edwar, la nina masih berpengaruh pada awal tahun ini, meski kategori lemah.

Prakiraan BMKG, hujan masih akan berlangsung sampai Maret. Memasuki April hingga Mei, mulai masuk musim kering, tetapi masih ada hujan. Setelah itu, Juni hingga Agustus, pemerintah diminta waspada.

“Kami sudah koordinasi dengan BMKG. Barangkali Februari atau Maret juga akan dipastikan kembali status karhutla di Riau. Lihat perkembangan dari Januari ini. Kalau memang la nina lemah, harus siaga lagi. Perkiraan iklim dan cuaca tahun ini sama seperti 2020,” kata Edwar.

 

 

 

Exit mobile version