Mongabay.co.id

Cerita dari Daerah setelah Warga Peroleh Hak Kelola Hutan

Berada di huatn desa Rawa Mekar Jaya. Riau. Hutan desa dengan rawa gambut dan tutupan lumayan bagus. Foto:

 

 

 

 

Presiden Joko Widodo pada 7 Januari lalu secara simbolis menyerahkan surat keputusan perhutanan sosial, hutan adat dan tanah untuk reforma agraria (TORA) yang tersebar di 30 provinsi di Indonesia. Angka terkecil penyerahan ini untuk hutan adat hanya seluas 37.526 hektar, perhutanan sosial 3.442.460,20 hektar dan TORA 72.074,81 hektar.

Jambi dan Sumatera Barat, dua provinsi yang dapat surat keputusan tanah reforma agraria dan perhutanan sosial. Di Jambi, sebanyak 64 SK, seluas 32.500,92 hektar buat 9.424 keluarga. Sedang Sumbar, 126 SK, seluas 187.297,45 hektar, buat 107.891 keluarga.

Baca juga: Presiden Serahkan 3 Jutaan Hektar Hutan untuk Rakyat

Data Dinas Kehutanan Jambi, dari luas pencadangan areal perhutanan sosial berdasarkan PIAPS revisi VI seluas 333. 945,55 hektar, terealisasi 200.511,73 hektar dengan 414 izin terdiri dari HKM 57 izin, HTR 220, hutan adat 34 surat keputusan, hutan desa 47 SK, dan kemitraan kehutanan 56.

Ahmad Bestari, Kepala Dinas Jambi bilang, Jambi patut berbangga karena memiliki wilayah hutan adat terbanyak di Indonesia. Hal ini, katanya, menunjukkan komitmen baik dari masyarakat dalam menjaga hutan.

“Sampai akhir tahun lalu, luasan skema perhutanan sosial di Jambi sudah lebih 60% dari target PIAPS, bukan berarti kerja keras kita untuk hutan lestari dan masyarakat sejahtera terhenti,” katanya.

Sejauh ini, proses pendampingan dan beberapa tantangan masih dihadapi dalam perceptan skema perhutanan sosial.

Pemerintah dia nilai perlu mendorong dan memberikan instrumen fiskal baik bantuan maupun intensif ekonomi terhadap peningkatan akses terhadap informasi , keterampilan, teknologi tepat guna. Juga pelatihan dan pengembangan produk, penanganan pasca panen, pemesanan komoditi hingga pemasaran produk masyarakat yang berkomitmen menjaga hutan.

Bestari juga sebut, tidak bisa memberikan izin serampangan karena perlu memastikan clean and clear kawasan agar tak ada tumpang tindih yang berujung konflik lahan.

 

Sawah di Nagari Sei Buluh, Padang Pariaman, Sumbar, salah satu yang sudah mendapatkan izin hutan nagari seluas 1.000 an hektar lebih. Di bagian belakang, tampak terbentang hutan nagari. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Perhutanan sosial dan peningkatan tutupan hutan

Data analisis tutupan hutan di kawasan perhutanan sosial dampingan KKI Warsi, periode 2017 seluas 63.793 hektar. Pada 2019, tutupan hutan di kawasan perhutanan sosial mencapai 64.259 hektar. Data ini menunjukkan, ada peningkatan tutupan hutan di areal perhutanan sosial, dalam rentang 2017- 2019 seluas 466 hektar.

Pada 2020, tutupan hutan di areal perhutanan sosial dampingan KKI Warsi mengalami peningkatan luasan jadi 64.780 hektar. Dalam rentang 2019-2020 terjadi peningkatan tutupan hutan di kawasan perhutanan sosial seluas 521 hektar, dan tak ada yang mengalami pengurangan tutupan. Kalau diakumulasikan sejak 2017-2020 terjadi peningkatan tutupan hutan seluas 987 hektar.

Fokus sebaran wilayah peningkatan tutupan hutan pada 2020, katanya, ada pada areal perhutanan sosial, yang meliputi Hutan Nagari Sariak Alahan Tigo, Solok, Hutan Nagari Lunang, Pesisir Selatan dan Hutan Nagari Kampung Baru Korong nan Ampek (KBKA), Pesisir Selatan.

Hingga Agustus 2019, luas kawasan perhutanan sosial di Sumatra Barat mencapai luasan 227.673,69 hektar dari target 500.000 hektar Pemerintah Sumbar 2016-2021.

Rudi Syaf, Direktur KKI Warsi bilang , langkah pengelolaan sumber daya alam dan kawasan hutan berkelanjutan melalui upaya kolaborasi multipihak. Lewat pengembangan usaha berbasis potensi perhutanan sosial dan pengamanan hutan berbasis arficial intelligence, pengembangan community carbon, dan penguatan manajemen kawasan berbasis lanskap.

“Sudah ada dua kelompok usaha, yaitu, KUPS Simancuang, fokus pada pengelolaan beras organik dan LPHN Simarasok, pengelolaan getah pinus.”

 

Hutan adat Sawai yang terancam karena sudah ada perusahaan tambang di sana. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Malut belum ada penetapan hutan adat

Maluku Utara, juga salah satu provinsi yang peroleh surat keputusan itu. Ada 102 SK untuk hutan sosial dengan luas 130.000 hektar kepada 21.510 keluarga.

Data Dinas Kehutanan Malut Utara menunjukkan, target perhutanan sosial berdasarkan Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) seluas 194,746 hektar. Sampai 2020, tercapai 141.876,89 hektar pada 101 lokasi.

Rincian, hutan kemasyarakatan 26 izin 10.854 hektar kepada 1.760 keluarga. Hutan desa 64 izin seluas 53.415 hektar kepada 12819 keluarga, hutan tanaman rakyat empat izin seluas 19.438 hektar. Untuk indikatif hutan adat diusulkan 58.169,89 hektar, tetapi belum ada penetapan satupun.

Ahmad Zaky,  Sekretaris Dinas Kehutanan Malut mengatakan, skema PS masih tersisa 52.869 hektar belum peroleh izin dan yang belum tersentuh sama sekali usulan hutan adat.

“Untuk hutan adat masih belum ada realisasi, ada 58.000 hektar lebih untuk beberapa komunitas masyarakat adat di Maluku Utara,” katanya.

Skema TORA belum jalan di semua kabupaten. Baru di Halmahera Timur, Halmahera Tengah, Halmahera Barat, Ternate dan Tidore Kepulauan.

Untuk usulan hutan adat, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara yang mengusulkan melalui skema perhutanan sosial. Langkah ini, katanya, karena di Malut belum ada Perda Masyarakat Adat maupun ada SK dari pemerintah daerah dalam mendukung penetapan hutan adat.

Skema hutan adat lewat Perhutanan Sosial ini bagi AMAN Malut diambil sebagai upaya menahan laju ekspansi korporasi yang mengambil hutan dan lahan masyarakat adat.

“Setidaknya bisa menahan laju ekploitasi korporasi baik tambang, kehutanan dan perkebunan monokultur,” kata Supriyadi Sawai, Humas AMAN Malut.

Di lain pihak, katanya, AMAN terus mendorong Perda Masyarakat Adat terutama di Halmahera Tengah (Halteng) hingga segera bisa sah dan jadi dasar pengusulan hutan adat beberapa komunitas adat di Halteng.

 

Menanti lama

Di Riau, Jokowi menyerahkan 31 surat keputusan perhutanan sosial seluas 47.090 hektar buat 4.120 keluarga.

Satu penerima hutan desa adalah masyarakat Kampung Rawa Mekar Jaya, Kecamatan Sei Apit, Siak, Riau. Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Rawa Mekar Jaya menerima kopian SK dengan luas 3.433 hektar, lebih kecil dari pengajuan 4.970 hektar.

“Ini perjuangan panjang. Kami dulu mengajukan sejak 2015. Karena pola prosedur pengajuan, kami ajukan lagi 20 Desember 2016. Alhamdulillah, penantian itu berbuah hasil positif,” kata Ahmad Nawawi, Sekretaris LPHD Rawa Mekar Jaya kepada Mongabay di Pekanbaru, 7 Januari lalu.

 

Sungai di Hutan Desa Rawa Mekar Jaya. Foto: Rawa Mekar Jaya

 

Perjuangan masyarakat Rawa Mekar Jaya untuk memperoleh hak kelola dalam skema hutan desa ini cukup panjang. Saat mendengar adanya perhutanan sosial, pada 2015, masyarakat didampingi LSM mulai pemetaan partisipatif. Mereka dapatkan potensi pengelolaan hutan desa 4.970 hektar.

Masyarakat pun melakukan banyak cara, antara lain, kampanye dan bertanya bagaimana kabar proposal mereka lewat Facebook dengan mencolek akun pejabat dan mengirim pesan cepat WhatsApp ke teman-teman pendamping dari LSM di Pekanbaru.

“Kami sempat patah semangat karena pada 2020, kami dengar ada beberapa SK sudah diterbitkan, hutan desa RMJ gak ada di daftar. Waktu itu kami jadi bertanya, ada apa sebenarnya? Kenapa justru RMJ paling semangat mengurus sejak 2015 justru belum terbit-terbit.”

Akhirnya, September 2020, mereka mendengar kabar SK hutan desa sudah terbit. Meski SK sudah terima dalam bentuk kopian, pengurus LPHD RMJ akan menunggu SK resmi hingga bisa sosialisasi kepada masyarakat.

Hutan desa mereka masuk ekosistem rawa gambut. Di bagian hulu hamparan gambut berbatasan dengan Taman Nasional Zamrud dan sisi lain diapit perkebunan sawit serta hutan tanaman industri.

Dari penelitian warga, kedalaman gambut hutan desa mencapai 13 meter saat mereka melakukan pengeboran. Kawasan ini bisa disebut hutan alam gambut karena masih cukup alami. Ada banyak pohon berdiameter lebih 100 cm.

“Ada juga pohon Kempas (Koompassia malaccensis) yang besarnya sampai empat orang peluk baru bisa. Di hutan ini juga jadi habitat harimau Sumatera, tapir, beruang. Cuma gajah yang gak ada,” kata Ahmad.

Setelah SK mereka terima, LPHD akan konsolidasi di masyarakat, termasuk kepada pemerintahan desa. Langkah selanjutnya, penguatan kelembagaan dan sumber daya manusia yang mengelola hutan desa. Kemudian akan ada pemetaan atau zonasi pemanfaatan, pengembangan dan perlindungan.

Menurut dia, paling penting saat ini memperkuat komitmen awal saat masyarakat mengajukan hutan desa, yakni bisa memakmurkan masyarakat tanpa merusak ekosistem rawa gambut.

Lembaga pendamping masyarakat, Yayasan Mitra Insani (YMI) menekankan, pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten mulai serius memberdayakan masyarakat melalui perhutanan sosial ini. Pemberian SK hutan desa bukanlah seperti negara menerbitkan izin kepada swasta yang punya banyak modal.

Masyarakat desa, katanya, tidak punya banyak modal. Jadi, semangat perlindungan hutan yang jadi modal. “Ini lewat program pemberdayaan masyarakat.”

“Harus kerja bareng dengan para pemangku. Harus ada peningkatan kapasitas, manajerial di lembaga pengelolaan hutan desa. Ini butuh terobosan dan inisiatif dari pemda untuk fasilitasi pemberdayaan pasca izin.”

Jadi, katanya, tidak saja sampai pada level pemprov, juga tingkat kabupaten. “Dalam konteks izin, memang bukan pemda, tetapi mereka itu warga kabupaten dan harus dimakmurkan melalui perhutanan sosial,” kata Herbert, dari YMI.

Kepada masyarakat, YMI berharap, komitmen awal ingin memanfaatkan kawasan hutan untuk kemakmuran tanpa merusak harus diperkuat. Jangan sampai, katanya, tergoda berbagai iming-iming kerjasama pihak ketiga, terutama perusahaan.

“Jangan berpikir dapat uang cepat, karena ada banyak proses. Peningkatan kapasitas pengelolaan juga penting. Jangan sampai tergiur dengan pola-pola kerjasama dengan pihak ketiga.”

 

 

•••••• Keterangan foto utama: Berada di huatn desa Rawa Mekar Jaya. Riau. Hutan desa dengan rawa gambut dan tutupan lumayan bagus. Foto: LPHD Rawa Mekar Jaya.

Exit mobile version