Mongabay.co.id

Keracunan Pupuk, Gajah Sumatera Betina Mati di Bener Meriah

 

 

Kematian gajah sumatera liar kembali terjadi di Provinsi Aceh. Satu individu gajah betina ditemukan terbujur kaku di Desa Blang Rakal, Kecamatan Pinto Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah, pada Selasa [12/1/2021].

Camat Pinto Rime Gayo, Edi Irwansyah Putra, pada 12 Januari 2021 mengatakan, bangkai tersebut berada di kebun masyarakat. Beberapa hari sebelumnya, gajah liar memang tengah berkonflik dengan masyarakat setempat.

“Tim melakukan penggiringan tujuh gajah liar di Desa Blang Rakal. Kegiatan itu sudah berlangsung beberapa hari,” sebutnya.

Edi mengatakan, sebelumnya juga terlihat dua gajah liar melintasi jalan lintas tengah Aceh. “Konflik gajah liar dengan masyarakat telah berlangsung lama di Pinto Rime Gayo.”

Edi menjelaskan, gajah betina tersebut mati dekat sungai dan warga mulai khawatir dengan bakteri atau penyakit dari bangkai itu.

“Kejadian ini sudah kami laporkan ke pihak terkait. Kami berharap penanganannya cepat karena sungai merupakan sumber air bersih masyarakat,” harapnya.

Baca: Rusaknya Habitat Ancaman Utama Kehidupan Gajah Sumatera

 

Gajah sumatera di Conservation Response Unit [CRU] Trumon, Desa Naca, Kecamatan Trumon Tengah, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, Agus Irianto mengatakan, tim dokter BKSDA Aceh dan Pusat Kajian Satwa Liar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh telah melakukan nekropsi.

Diketahui, gajah yang diperkirakan berumur sekitar 10 tahun ini sedang mengandung. Anaknya juga mati.

Agus mengatakan, dari hasil bedah badan, telihat adanya perubahan usus hemoragi, jantung hancur, dan lidah membiru. Tidak ditemukan bekas kekerasan fisik, baik luka tembak, sayat, tusuk, maupun bakar.

“Kemungkinan besar mati karena keracunan,” ungkapnya, Jumat [15/1/2021]

Perkiraan gajah mati karena keracunan, diperkuat hasil penelusuran tim BKSDA, Kepolisian, dan lembaga lainnya. Di sekitar bangkai, ada pondok yang dirusak gajah, dengan kondisi pupuk berceceran.

“Kuat dugaan, gajah ini makan pupuk. Lalu, dikarenakan badannya panas, dia menuju sungai untuk minum,” tambah Agus.

Untuk memastikan penyebab kematian, BKSDA Aceh mengambil sampel organ seperti hati, limpa, paru-paru, usus, lambung, lidah, dan feses untuk dikirim ke laboratorium forensik.

“Kami juga telah berkoordinasi dengan Polres Bener Meriah untuk penanganan lebih lanjut. Termasuk, memastikan apakah kematiannya disengaja atau tidak,” sambungnya.

Baca: Atasi Konflik Masyarakat dengan Gajah, Pagar Listrik Dibangun di Kabupaten Pidie

 

Gajah sumatera yang ada di CRU Serbajadi, Aceh Timur, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Tidak membunuh satwa liar 

BSKDA Aceh terus menyampaikan imbauan kepada masyarakat agar tidak membunuh satwa liar dilindungi, termasuk gajah sumatera karena populasinya yang berkurang dan terancam punah. BKSDA juga mengajak masyarakat untuk tidak merusak hutan yang merupakan habitat gajah.

Agus mengakui, kematian gajah sumatera betina di Blang Rakal, Kecamatan Pinto Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah merupakan yang pertama di tahun 2021.

“Kabupaten Bener Meriah, Aceh Timur, serta Pidie sangat sering terjadi konflik gajah dengan masyarakat.”

Agus berharap, tim terpadu penangan konflik satwa liar dan masyarakat yang telah dibentuk Gubernur Aceh dapat bekerja sama, sehingga konflik dapat diatasi. Dengan begitu tidak ada pihak yang dirugikan, baik masyarakat maupun satwa liar.

“Kita juga mengajak masyarakat dan pihak swasta untuk bersama menangani konflik satwa liar,” ungkapnya.

Baca juga: Awal Tahun 2020, Lima Gajah Sumatera Ditemukan Mati

 

Persahabat manusia dengan gajah sumatera sudah berjalan sejak lama. Kenapa sekarang gajah dianggap musuh? Bukankah manusia yang merusak habitat gajah? Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Syahril, pegiat lingkungan dan perlindungan satwa liar di Kabupaten Bener Meriah mengatakan, konflik gajah sumatera dengan masyarakat masih terjadi setiap tahun.

“Penyebabnya, selain habitat gajah yang semakin berkurang, juga adanya pembukaan lahan perkebunan. Sementara itu, gajah liar yang berada di Kabupaten Aceh Utara dan Bireuen juga terdesak karena hal yang sama, sehingga kawanan ini bergerak ke Bener Meriah.”

Syahril meminta pemerintah untuk segera melakukan pemulihan habitat gajah baik di Aceh Utara, Bener Meriah, maupun Bireuen. Khususnya, memulihkan hutan produksi dan hutan lindung yang telah berubah menjadi perkebunan. “Ini sangat penting agar konflik tidak terjadi lagi,” ujarnya.

Baca juga: Ini Penyebab Matinya Gajah Sumatera di Areal Kebun Sawit Aceh Timur

 

Kerangka kepala gajah liar yang ditemukan tim BKSDA Aceh di Desa Tuwie Peuriya, Kecamatan Pasie Raya, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh, awal Januari 2020 lalu. Foto: BKSDA Aceh

 

Data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menunjukkan, pada 2020, tercatat konflik gajah dengan manusia mencapai 102 kasus. Sementara, pada 2019 [109 kasus], 2018 [71 kasus], 2017 [103 kasus], dan 2016 [46 kasus].

Wilayah konflik berada di Kabupaten Bener Meriah, Pidie, Aceh Timur, Aceh Utara, Bireuen, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Selatan, juga Aceh Tenggara. Umumnya, pertikaian terjadi karena gajah masuk kebun sawit warga atau perusahaan pemegang HGU, serta lahan pertanian masyarakat.

 

 

Exit mobile version