Mongabay.co.id

Pemulihan Ekosistem Pesisir Berpusat dari Hutan Bakau

 

Upaya untuk memulihkan ekosistem pesisir di seluruh Indonesia terus dilakukan Pemerintah Indonesia melalui berbagai cara. Satu di antaranya, adalah dengan menanam bakau (mangrove) di wilayah pesisir di 18 kabupaten dan kota di seluruh provinsi yang dilaksanakan sepanjang 2020.

Kegiatan penanaman bakau tersebut dilakukan dengan melampaui target yang sudah ditetapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Tb. Haeru Rahayu, akhir pekan lalu.

Menurut dia, program tersebut sepanjang 2020 sudah berhasil menanam sampai 2.975.129 batang bakau dengan luas mencapai 448,18 hektare. Jumlah tersebut lebih luas 200 ha dari luasan yang ditetapkan KKP sebelumnya.

Adapun, lokasi penanaman ada di Kabupaten Aceh Jaya, dan Aceh Selatan (Provinsi Aceh); Pesisir Selatan (Sumatera Barat); Lampung Timur, dan Pesawaran (Lampung); Indramayu, Karawang, dan Kota Cirebon (Jawa Barat); Brebes, dan Rembang (Jawa Tengah).

Kemudian, ada juga di Sidoarjo, Sampang, Probolinggo, dan Pasuruan (Jawa Timur); Sambas, Kota Singkawang, dan Mempawah (Kalimantan Barat); serta Penajam Pesisir Utara (Kalimantan Timur). Daerah-daerah tersebut ditetapkan melalui pertimbangan yang ketat dan matang.

baca : Padat Karya Penanaman 600 Ribu Hektare Mangrove di 34 Provinsi Dimulai

 

Penanaman bibit mangrove di Gampong Baro, Kecamatan Setia Bakti, Kabupaten Aceh Jaya, NAD sebagai rangkaian program padat karya pemulihan ekonomi nasional (PEN). Foto : KKP

 

Tb. Haeru Rahayu mengatakan, selain bertujuan untuk pemulihan ekosistem pesisir, kegiatan penanaman bakau pada 2020 juga memiliki tujuan lain, yaitu sebagai program padat karya pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Dengan kata lain, kegiatan penanaman bakau memiliki tujuan juga untuk membantu masyarakat pesisir yang terdampak pandemi COVID-19, khususnya masyarakat sekitar hutan bakau. Untuk itu, sepanjang penanaman dilakukan, sedikitnya 2.645 orang dilibatkan sebagai tenaga kerja.

Kegiatan penanaman bakau menjadi sangat penting untuk dilakukan, karena tanaman tersebut merupakan salah satu ekosistem pesisir yang memiliki peranan sangat penting bagi kehidupan manusia. Alasan tersebut yang menjadi pertimbangan kegiatan penanaman akan berlanjut pada 2021 ini.

Tb Haeru Rahayu menjelaskan, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, KKP menargetkan penanaman mangrove seluas 400 ha pada 2021. Lalu, hingga 2024 mendatang, KKP berencana melakukan penanaman mangrove hingga seluas 1.800 ha.

“Semoga masyarakat dapat menjaga dan merawat bibit mangrove yang ditanam, serta dapat merasakan manfaat keberadaan ekosistem mangrove,” jelas dia.

baca juga : Harapan Baru Rehabilitasi Mangrove di Lokasi Kritis

 

Kondisi kawasan hutan mangrove di Gampong Baro, Kecamatan Setia Bakti, Kabupaten Aceh Jaya, NAD. Foto : KKP

 

Pusat Pembibitan

Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil KKP Muhammad Yusuf menjelaskan, program pemulihan ekosistem yang dilaksanakan KKP pada 2020, tidak hanya fokus pada penanaman bakau saja di wilayah pesisir. Melainkan, KKP juga membangun tempat pembibitan (nursery) untuk tanaman bakau.

Meski demikian, khusus untuk nursery tidak dibangun di semua lokasi yang menjadi pusat penanaman bakau dan hanya dibangun di 12 lokasi saja. Seluruh lokasi tersebut kemudian diberikan bantuan bibit tanaman bakau sebanyak 6 juta bibit.

“Tujuan pembangunan nursery, adalah untuk memenuhi kebutuhan bibit rehabilitasi mangrove,” tutur dia.

Selain program pemulihan ekosistem pesisir melalui penanaman bakau, KKP memberikan pelatihan kepada masyarakat di sekitar hutan bakau tentang bagaimana mengolah produk turunan bakau. Pelatihan tersebut tak hanya bertujuan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, namun juga untuk mendorong peningkatan kesejahteraan ekonomi.

Adapun, saat pelatihan dilaksanakan, masyarakat akan diajarkan bagaimana cara mengolah produk turunan bakau seperti daun, tangkai, dan buah untuk menjadi produk olahan dalam bentuk makanan, minuman, batik, dan atau produk lainnya.

“Harapannya masyarakat dapat menggerakan ekonomi masyarakat dan memberdayakan para istri nelayan,” tutur Muhammad Yusuf.

perlu dibaca : Ini Upaya Kalimantan Barat untuk Jadi Pusat Mangrove Dunia

 

Rumah pembibitan mangrove Amping Parak, Kecamatan Sutera, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Foto: Jaka Hendra Baittri/ Mongabay Indonesia

 

Menurut dia, untuk memperkuat masyarakat, edukasi dan stimulus juga diberikan kepada masyarakat sekitar hutan bakau, yakni berupa bantuan bangunan sarana dan prasarana di kawasan yang potensial untuk pengembangan Pusat Restorasi dan Pengembangan Ekosistem Pesisir (PRPEP).

Salah satu contoh PRPEP yang sudah berdiri ada di Desa Silo Baru, Kecamatan Silau Laut, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang dibangun berupa selasar (tracking) hutan bakau. Kehadiran PRPEP dimaksudkan sebagai program restorasi alam dan sekaligus menjadi destinasi wisata terbatas.

Perlunya kegiatan restorasi dilakukan dengan melibatkan masyarakat, karena KKP melihat bahwa hutan bakau tidak hanya memiliki nilai visual yang besar. Namun juga, hutan bakau menyimpan nilai edukasi dan ekonomi yang sama besarnya.

Kepala Balai Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang Mudatstsir, mengapresiasi semua pihak yang terlibat dalam pembangunan PRPEP di Desa Silo Baru, Kecamatan Silo Laut, Kabupaten Asahan, terutama yang telah berperan aktif.

“Selama lebih kurang 56 hari kerja, masyarakat sejak siang bahkan malam hari, berperan aktif dalam pembangunan tracking di Silo Baru. Ini luar biasa mengingat medan yang lebih sulit dari empat lokasi pembangunan tracking lainnya,” ujar dia pekan lalu.

baca juga : Perlu Penguatan Restorasi Gambut dan Mangrove

 

Seratusan anak muda berkumpul berkemah untuk menyuarakan penyelamatan mangrove Lantebung. Foto: Ade Saskia/Mongabay Indonesia.

 

Peran Pelindung

Diketahui, data terbaru yang dimiliki KKP menunjukkan kalau luasan hutan bakau di Indonesia saat ini mencapai 3,49 juta ha. Luasan tersebut terdiri dari 2,17 juta ha wilayah hutan dan 1,31 juta ha adalah wilayah non hutan.

Deputi Bidang Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Nani Hendiarti sebelumnya mengatakan bahwa bakau memiliki fungsi sebagai pelindung pantai saat terjadi gelombang besar.

“Juga sebagai penyerap karbon, penghasil oksigen, tempat berlindung dan pemijahan ikan,” terang dia.

Sebagai bagian dari program PEN, penanaman bakau juga dinilai menjadi kegiatan yang sangat penting untuk dilakukan. Dua instansi yang melaksanakan kegiatan tersebut, adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan KKP.

Kedua instansi tersebut mendapat tugas untuk melaksanakan kegiatan rehabilitas hutan bakau pada 2021 ini di 34 provinsi. Untuk KLHK, sesuai kesepakatan yang sudah dilakukan, penanaman akan dilakukan di atas lahan seluas 46.758 ha, dan KKP di atas lahan seluas 1.522,91 ha.

Nani menjelaskan, pengelolaan ekosistem bakau perlu dilaksanakan secara terintegrasi dengan perencanaan yang baik melalui peta jalan (roadmap) yang mencakup satu peta tentang bakau (one map mangrove), peraturan, strategi pengelolaan bakau, pendanaan, dan kelembagaannya.

baca juga : Kisah Tuna Netra Menanam Mangrove

 

Lebat teduhnya kawasan hutan mangrove Suasana kawasan mangrove di Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Indonesia sendiri sudah mendeklarasikan rencana untuk melaksanakan mega proyek rehabilitasi hutan bakau selama empat tahun ke depan dengan target luasan mencapai 600 ribu ha. Program tersebut diharapkan bisa memulihkan ekosistem pesisir dan pantai yang ada di berbagai daerah.

Dalam melaksanakan program tersebut, Pemerintah Indonesia akan fokus melalui program padat karya dengan melibatkan masyarakat. Dari situ, diharapkan proses pemulihan ekonomi masyarakat pesisir yang terdampak COVID-19 bisa berhasil dilakukan.

Mengingat proyek tersebut berbiaya sangat besar, Pemerintah menjajaki program kerja sama pengelolaan kawasan hutan bakau dengan salah satu negara di Timur Tengah, Persatuan Emirat Arab (PEA). Penjajakan tersebut dilaksanakan pada akhir Oktober 2020 lalu di Dubai.

Dari penjajakan kerja sama tersebut, Indonesia mengusulkan kepada PEA ikut melaksanakan pengembangan mega proyek rehabilitasi bakau dengan luasan minimal mencapai 10 ribu ha dan dilaksanakan selama kurun waktu empat tahun.

Penjajakan kerja sama dengan PEA dilakukan, karena saat ini sedikitnya ada 640 ribu ha ekosistem bakau yang kondisinya dinyatakan krisis. Dengan laju deforestasi bakau hingga 52 ribu ha per tahun, maka ancaman kerusakan bakau akan semakin besar.

 

Exit mobile version