Mongabay.co.id

Konflik Komodo dengan Manusia di Taman Nasional Komodo. Kenapa Masih Terjadi?

 

Komodo merupakan atau juga disebut biawak komodo (Varanus komodoensis), adalah spesies biawak besar. Hewan purba ini yang hanya terdapat di beberapa pulau di dalam kawasan Taman Nasional (TN) Komodo Kabupaten Manggarai Barat seperti Pulau Komodo dan Rinca.

Binatang langka ini juga ditemui di beberapa wilayah di Kabupaten Manggarai Timur dan Kabupaten Ngada dengan ukuran dan warna yang berbeda dengan di kawasan TN Komodo.

Ora, sebutan Komodo oleh penduduk asli pulau Komodo merupakan spesies terbesar dari familia Varanidae, sekaligus kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 meter dan beratnya bisa mencapai 100 kg

Data dari TN Komodo menyebutkan, sejak tahun 1974 hingga Mei 2017, sudah terdapat 30 orang digigit Komodo di kawasan TN Komodo.

Data dari Wikipedia menyebutkan komodo dewasa memiliki sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam sepanjang sekitar 2,5 cm, yang sering terlepas atau ditanggalkan. Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning kecokelatan dan bercabang.

Air liur komodo merupakan salah satu hal yang sering dibicarakan banyak orang karena kebanyakan orang menganggapnya beracun seperti bisa ular atau kadal beracun, bahkan dianggap tidak ada obatnya, baik untuk mencegah maupun menetralkan racun tersebut.

baca : Saat Pembangunan Taman Nasional Komodo Tuai Sorotan Publik

 

Seekor komodo di Pulau Komodo dalam kawasan TN Komodo. Foto : indonesia.travel/Mongabay Indonesia

 

Jarang Terjadi Konflik

Kasus terakhir komodo yang menyerang manusia terjadi pada Sabtu (16/1/2021). seorang anak berinisial F (4,5), warga Desa Komodo, Pulau Komodo, Kabupaten Manggarai Barat digigit komodo.

Seorang warga Desa Komodo, Sidiq saat dihubungi Mongabay Indonesia, Selasa (19/1/2021) menyebutkan kejadian konflik komodo dengan manusia di Desa Komodo jarang sekali terjadi.

Sidiq katakan, bila terjadi kasus komodo menyerang manusia di wilayahnya kemungkinan terjadi karena faktor komodo itu lapar atau anak-anak main hingga ke wilayah hutan di dekat perkampungan.

“Kejadian yang menimpa seorang balita tersebut terjadi ketika balita tersebut bermain di atas teras rumah panggung. Dirinya bermain menggunakan tali seperti orang memancing ikan dan tidak mengetahui di kolong rumah ada komodo,” tuturnya.

Sidiq menambahkan, komodo pada intinya agresif terhadap gerakan sehingga ketika mengetahui ada gerakam maka komodo tersebut pun menyergap balita tersebut dan menggigit tangannya.

Warga Desa Komodo sebutnya, sudah hidup berdampingan dengan komodo. Terkait kejadian yang menimpa balita tersebut, dirinya menuturkan  hal ini sebagai sebuah musibah.

“Komodo sering bermain ke kampung saat mencium bau amis dari ikan yang dijemur warga seperti di RT 01. Anak-anak juga kerap bermain tetapi komodo tidak menyerang mereka karena dia fokus memangsa binatang,” terangnya.

baca juga : Proyek Wisata di TN Komodo, Organisasi Masyarakat Desak Evaluasi Menyeluruh

 

Petugas BKSDA NTT, RKW CA Wae Wuul.Balai Taman Nasional Komodo dan Seksi Wilayah III Balai Penegakan Hukum LHK,berpose bersam kepala desa Bari,camat Macang Pacar dan Polsek serta Koramil bersama komodo yang ditemukan. Foto : BKSDA NTT

 

Menurut Sidiq, komodo juga sering memangsa hewan ternak milik warga desa seperti kambing maupun ayam. Menghadapi kejadian tersebut warga pun hanya pasrah saja.

“Kalau melihat komodo masuk ke pemukiman maka warga hanya mengusirnya dengan melemparnya dengan batu kecil atau menggunakan kayu bercabang menghalaunya menjauh dari pemukiman,”ucapnya.

Deni Purwandana Koordinator Program Komodo Survival Progam saat ditanyai Mongabay Indonesia, Selasa (19/1/2021) mengatakan warga bisa berkonflik dengan komodo yang berada di belakang pemukiman.

Beberapa aktifitas pariwisata juga kata Deni bisa mengundang terjadinya konflik komodo dengan manusia. Namun angka pastinya menurutnya ada di Balai TN Komodo.

 

Masyarakat Harus Dilindungi

Dalam skripsinya berjudul Analisis Spasial Konflik Manusia-Biawak Komodo di Desa Komodo, Taman Nasional Komodo, Ardiantiono, mahasiswa Universitas Indonesia menyebutkan kasus serangan biawak komodo terhadap manusia merupakan peristiwa yang jarang terjadi.

Dalam skripsinya, Ardiantiono mengatakan hanya terdapat enam serangan yang tersebar di lima lokasi di Desa Komodo yang teridentifikasi berdasarkan hasil wawancara dengan responden.

Disebutkannya, secara rinci sebanyak tiga serangan terjadi di tipe habitat kebun, dua serangan di tipe habitat desa, dan satu serangan di tipe habitat savana. Serangan yang terjadi jelasnya, berupa serangan fatal yang mengakibatkan kematian (satu serangan), cakaran atau gigitan (empat serangan) dan dipukul oleh ekor biawak komodo (satu serangan).

“Hanya terdapat satu korban yaitu anak berusia 10 tahun yang dilaporkan meninggal akibat serangan biawak komodo pada tahun 2007. Sedangkan lima korban lainnya menderita luka akibat gigitan, cakaran atau pukulan ekor biawak komodo,” sebutnya.

perlu dibaca : Pulau Rinca Ditutup Untuk Pembangunan Wisata Komodo. Sudah Tepatkah?

 

Komodo (Varanus komodoensis) yang terdapat di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) Kabupaten Manggarai Barat,NTT.Foto : Gregorius Afioma/Sunspirit for Justice and Peace

 

Ardiantiono menambahkan setengah dari jumlah serangan yang dilaporkan oleh responden terjadi di tipe habitat kebun. Ia sebutkan vegetasi yang cukup lebat di tipe habitat kebun menyebabkan biawak komodo sulit dideteksi keberadaannya.

“Kejadian serangan umumnya terjadi di tempat yang sepi dan korban tidak menyadari kehadiran biawak komodo di dekat mereka,” jelasnya.

Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanamahu Paranggi kepada Mongabay Indonesia, Kamis (21/1/2021) mengaku prihatin dengan kejadian yang menimpa balita di Desa Komodo, Pulau Komodo ini.

Umbu Wulang menegaskan hal ini seharusnya menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah terutama pengelola TN Komodo untuk melindungi kawasan habitat komodo agar keselamatan rakyat yang lebih tinggi bisa terlindungi.

“Kejadian ini juga menjadi pekerjaan rumah buat masyarakat adat Komodo untuk memulihkan hubungan kultural dan interaksi dengan komodo. Ini membuktikan bahwa habitat komodo harus lebih diproteksi,” ungkapnya.

Sekertaris Desa Komodo, Ismail kepada media mengaku prihatin dengan kejadian tersebut. Pihak Balai Taman Nasional Komodo segera membuat pagar pembatas antara kampung dengan kawasan habitat komodo sebab banyak komodo yang berkeliaran hingga ke kampung.

Ismail yang juga paman dari korban berharap pihak Balai TN Komodo agar bertanggung jawab atas kejadian ini. Ia pun menegaskan agar masyarakat di Pulau Komodo harus dilindungi tetapi masyarakat tetap menetap di pulau tersebut.

baca juga : Menyoal Kebijakan Kontroversi di Taman Nasional Komodo

 

Permukiman warga desa Komodo di Pulau Komodo yang berada dalam kawasan Taman Nasional Komodo, NTT. Pulau Komodo merupakan habitat binatang purba komodo hidup dan berkembangbiak hingga saat ini. Foto : Ardiansyah/Mongabay Indonesia.

 

Akan Membuat Pagar

Balita bernisial F tersebut pun kini sedang menjalani perawatan di RS Siloam Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat karena pergelangan tanggannya putus dan sebagian badannya dipenuhi luka gigitan komodo.

Terhadap kejadian ini, Kepala Balai TN Komodo Lukita Awang pun kelihatan tertutup kepada media. Saat dihubungi berkali-kali melalui telepon genggam, dirinya tidak menjawab.

Pesan yang dikirim pun tidak direspon. Staf TN Komodo, Ibu Etha yang malah lebih komunikatif. Beliau memberikan nomor telepon genggam Ikbal, Sekretaris TN Komodo.

Ikbal pun seolah menghindar bahkan tidak menjawab pesan yang dikirimkan melalui WhatsApp meskipun dua kali membacanya. Ditelepon pun tidak pernah diangkat.

Kepala Balai TN Komodo Lukita Awang, seperti dikutip dari Antara, Senin (18/1/2021) mengatakan, Kepala SPTN wilayah II sudah ditugaskan untuk mendatangi korban dan keluarga korban untuk memberikan bantuan khusus.

Lukita juga mengaku usai kejadian pihaknya sudah mengambil langkah antisipatif dengan melakukan pendalaman informasi dari petugas resort di Kampung Komodo.

Dia sebutkan komodo yang menggigit balita tersebut juga sudah dievakuasi ke Resort Loh Sebita Pulau Komodo. Pihaknya juga akan membuat pagar pengaman di Kampung Komodo.

“Balai Taman Nasional Komodo akan membuat pagar pengaman di Kampung Komodo untuk meminimalisir potensi interaksi membahayakan dari satwa liar bagi rutinitas harian masyarakat,” sebutnya.

 

Exit mobile version