Mongabay.co.id

Menjaga Keberlanjutan Lobster, Sekaligus Menikmatinya

 

Kekayaan alam Indonesia yang ada di wilayah laut sudah sangat dikenal secara luas oleh masyarakat dunia. Salah satunya, adalah terumbu karang yang luasnya mencapai 15 persen dari total yang ada di dunia. Ekosistem terumbu karang, kemudian menjadi tempat favorit bagi Lobster (Panulirus spp.) untuk berkembang biak.

Pakar Krustasea dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O LIPI) Rianta Pratiwi pernah mengulas potensi Lobster yang ada di Indonesia. Dia mendapatkan fakta-fakta tersebut, setelah melakukan riset di Pantai Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.

Menurut dia, Lobster adalah biota laut yang masuk dalam golongan krustasea (perudangan) yang biasa memangsa Siput (Gastropoda) dan Alga sebagai makanan sampingan. Kemudian, hewan laut itu juga biasa mencari makanan tambahan yang biasanya dilakukan pada malam hari.

“Dengan memangsa ikan, ascidiacea, dan ekinodermata seperti Teripang, Bintang Laut,” jelas dia belum lama ini.

Kebiasaan mencari makan di malam hari, membuat Lobster disebut sebagai hewan nokturnal. Kegiatan tersebut dilakukan di sekitar terumbu karang yang menjadi habitat penting bagi biota laut tersebut. Dari situ, Lobster berperan penting untuk ekosistem dan ekonomi laut.

baca : Akankah Menteri KP Baru Hapus Kebijakan Ekspor Benih Lobster?

 

Nasrullah, salah seorang nelayan budidaya lobster di Desa Ketapang Raya Kecamatan Keruak, Lombok Timur, NTB. Dia menjual lobster induk miliknya ke salah satu perusahaan dan kemudian dijadikan sebagai bibit restocking oleh perusahaan tersebut. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Dalam prosesnya, Lobster kemudian dicari banyak penyuka boga bahari (seafood) karena rasanya yang lezat dan tekstur dagingnya yang empuk. Akibatnya, permintaan terhadap Lobster juga terus meningkat dan itu mendorong nelayan untuk menangkap lebih banyak dari laut.

Deputi Bidang Ilmu Kebumian LIPI Ocky Karna Radjasa mengatakan, Lobster yang dijadikan komoditas ekonomi penting bagi sektor kelautan dan perikanan, hingga saat ini masih sangat bergantung pada hasil tangkapan di alam.

Oleh karena itu, agar keberadaan di alam tetap bagus dan berlimpah, maka penting untuk menjaga keberlangsungan ekosistem laut dengan baik. Terutama, bagaimana menjaga ekosistem terumbu karang yang menjadi habitat utama dari Lobster.

Selain menjaga keberlangsungan ekosistem terumbu karang, solusi lainnya tengah dipecahkan oleh LIPI demi menjaga Lobster tetap ada dan bisa menjadi komoditas andalan bagi Indonesia. Cara yang dimaksud, adalah dengan melaksanakan budi daya perikanan untuk Lobster.

“LIPI tengah meneliti dan memperkuat budi daya Lobster, agar keberlanjutan sumber daya laut tidak hanya bergantung pada hasil tangkapan alam saja,” tutur dia.

baca juga : Saat Nelayan Bicara tentang Kebijakan Ekspor Lobster, Apa Katanya?

 

Seorang nelayan budidaya lobster memantau keramba jaring apung miliknya. Penjualan lobster lesu ketika pandemi Covid-19 dan saat yang sama keran ekspor benih bening lobster dibuka. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Benih Alam

Agar bisa terjaga di alam dengan baik, Kepala Balai Bio Industri Laut LIPI Ratih Pangestuti mengimbau kepada konsumen seafood, khususnya pecinta Lobster untuk tidak mengonsumsi anakan, yang sedang bertelur, atau yang benihnya diambil dari alam.

“Jika menangkap Lobster yang seperti itu, wajib dikembalikan ke laut dengan hati-hati. Itu bisa menjaga keberlangsungan hasil laut, terutama Lobster,” jelas dia.

Di sisi lain, upaya untuk melaksanakan budi daya Lobster juga masih terkendala dengan benih. Dalam melaksanakan proses tersebut, LIPI masih harus mengambil benih dari laut dan itu menyebabkan prosesnya hanya bisa dimulai dari tahapan pembesaran.

Menurut Peneliti Balai Bio Industri Laut LIPI Sigit Dwi Putro, meski masih harus bergantung pada benih di alam, namun pengambilannya tetap dibatasi. Hal itu, karena pengambilan benih Lobster yang berlebihan dari alam, akan mengancam plasma nutfah.

“Terlebih, karena berbagai jenis Lobster juga dipanen oleh manusia, sehingga pasokan pakan di alam menjadi berkurang,” ucap dia.

Sampai sekarang, pembenihan Lobster karang juga disebutkan masih belum bisa dilakukan di Indonesia. Walaupun, di saat yang sama sudah ada beberapa negara maju di dunia yang berhasil melakukan pembenihan, meski jumlahnya masih sangat terbatas.

Jumlah yang sangat terbatas tersebut, membuat keberhasilan sejumlah negara maju dalam melaksanakan pembenihan Lobster masih belum bernilai ekonomis. Kondisi itu bisa terjadi, karena proses larva Lobster karang hingga menjadi benih memerlukan waktu yang terbilang lama.

perlu dibaca : Sebaiknya Budi daya atau Ekspor Benih Lobster?

 

Benih lobster yang sudah muncul pigmennya seperti ini tidak laku untuk dijual ke perusahaan eksportir. Mereka menjual ke pembudidaya lokal atau melepas di keramba milik mereka. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Bagi LIPI, agar persoalan bisa terpecahkan untuk sekarang, adalah membiarkan Lobster menjadi komoditas budi daya, walau baru sebatas tahap pembesaran. Untuk itu, benih dari alam diambil dengan menggunakan alat pengumpul benih yang masih bening ataupun sudah berwarna (juvenile).

“Masa pendedaran benih dilakukan dengan menggunakan kurungan bermata satu dengan pakan ikan cacah, dan diberikan rumput laut sebagai pelindung,” tambah dia.

Dalam tahap pembesaran, Lobster dipilah berdasarkan ukuran untuk mengurangi kepadatan dan mengurangi potensi kanibalisme. Masa pemeliharaan untuk mencapai berat 200 gram memerlukan waktu antara enam hingga tujuh bulan.

Selain karena teknologi budi daya yang belum dimiliki Indonesia sejak dari pembenihan, ada sebab lain kenapa hingga sekarang budi daya masih belum berhasil untuk Lobster. Hal itu, karena sampai sekarang Indonesia masih terkendala dengan sarana infrastruktur.

Untuk melaksanakan budi daya Lobster, dibutuhkan sarana infrastruktur seperti rakit atau jaring. Dan sayangnya, infrastruktur tersebut harganya cukup mahal untuk saat ini. Juga, kendala lainnya adalah pasokan pakan yang berasal dari ikan runcah yang harganya juga tidak bisa dibilang murah.

baca juga : Nelayan Lobster : Saatnya Budidaya (bagian 4)

 

Nelayan menunjukkan lobster hasil tangkapannya. Di Lamongan, lobster bukan termasuk tangkapan utama oleh nelayan setempat. Seringkali lobster tersangkut jaring ketika nelayan menangkap ikan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Tahapan Pembenihan

Peneliti muda dari Balai Bio Industri Laut LIPI Varian Fahmi menambahkan, melaksanakan pembesaran Lobster yang menjadi tahapan dari budi daya perikanan, merupakan cara dari LIPI untuk menyelamatkan biota laut, khususnya Lobster.

Secara keseluruhan, budi daya Lobster mencakup tiga tahapan, yaitu pembenihan, pendederan, dan pembesaran. Untuk tahap pertama, adalah proses kawin antara jantan dan betina, sampai menghasilkan bayi Lobster.

Dalam proses tahapan pertama, ada beberapa tahapan lagi yang harus dilewati dan itu memerlukan teknologi khusus. Di sisi lain, hingga sekarang pihaknya belum mengetahui pakan dan kondisi lingkungan seperti apa yang cocok untuk bayi Lobster.

Pada tahap pemeliharaan anakan lobster, tim peneliti memanfaatkan keramba jaring apung (KJA) yang dapat terbuat dari bambu atau kayu yang diberikan pelampung. KJA dengan bahan baku tersebut akan bisa mengapung di atas permukaan air laut.

“KJA ini kami gunakan untuk pembesaran lobster. Berbeda dengan biota-biota yang pernah kami riset, pendekatan budi daya Lobster kita mulai dari pembesaran, karena teknologi pembenihan lobster masih belum berkembang,” papar dia.

Varian menyebutkan, negara lain yang sudah lebih dulu berhasil melakukan pembenihan, salah satunya adalah Australia. Negara tersebut menuai keberhasilan setelah selama belasan tahun melakukan riset pembenihan dan kemudian berhasil menguasai teknologinya.

Sementara, di saat yang sama LIPI masih belum berhasil melaksanakan pembenihan hingga sekarang. Hal itu membuat proses budi daya Lobster dilakukan melalui tahapan pembesaran. Setelah besar, Lobster dijadikan sebagai induk dan kemudian dikawinkan.

“Anak-anaknya nanti itulah yang kami gunakan untuk riset pembenihan,” tambahnya.

 

Nelayan menunjukkan lobster jenis mutiara hasil tangkapannya. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Dia memaparkan, perkembangbiakan Lobster dimulai dari proses kawin, dan kemudian pembuahan telur oleh sperma dari Lobster jantan. Kemudian telur yang sudah dibuahi diletakkan di bawah perut Lobster betina, dengan menempel pada kaki renangnya.

“Telur yang dierami akan mengalami perubahan warna dari merah jingga menjadi merah gelap,” sebut dia.

Selain teknologi, kelancaran proses budi daya Lobster juga sangat bergantung pada ketersediaan pakan yang berasal dari hewan krustasea kecil seperti moluska dan cacing. Dan itu berlanjut pada tahapan pembesaran dengan diberikan pakan berupa potongan daging ikan rucah.

“Dan juga tambahan nutrisi berupa pelet udang,” sebut dia.

Kata Varian, pemberian pakan dilakukan dua kali dalam sehari agar pertumbuhannya optimal. Potongan daging ikan yang diberikan pada anakan Lobster harus berukuran kecil, agar dapat dimakan. Dengan demikian, sisa pakan akan berkurang dan memiminalisir penurunan kualitas air akibat pembusukan pakan oleh bakteri.

 

Exit mobile version