Mongabay.co.id

Namanya Mentilin, Matanya Bulat dan Suka Keluar Malam Hari

Mentilin adalah primata karnivora yang memangsa serangga dan vertebrata. Foto: Dok. FLORA FAUNA BANGKA [F2B]

 

 

Mentilin merupakan satwa bermata bulat. Sepanjang ia membuka mata, tampak selalu melotot. Bahkan ukuran matanya itu hampir sebesar keseluruhan otaknya. Bola matanya berdiameter sekitar 16 milimeter.

Mentilin yang dikenal dengan nama ilmiah Cephalopachus bancanus atau Horsfield’s Tarsier, merupakan primata dari keluarga Tarsiidae. Ia adalah fauna identitas Provinsi Bangka Belitung, berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri [Mendagri] Nomor: 522.53-958/2010.

Menurut Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor, terdapat empat subspesies Tarsius bancanus. Ada Tarsius bancanus bancanus [ditemukan di sebagian Pulau Sumatera dan Pulau Bangka], Tarsius bancanus borneanus [Kalimantan dan Pulau Karimata, Brunei Darussalam, serta Malaysia], Tarsius bancanus natunensis [Kepulauan Natuna dan Pulau Subi], serta Tarsius bancanus saltator [Pulau Belitung].

Tubuh mentilin sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan jenis tarsius lainnya. Panjang tubuhnya berkisar 12-15 sentimeter, dengan berat jantan sekitar 128 gram. Sementara betina, sekitar 117 gram.

Baca: Mentilin, Fauna Identitas Bangka Belitung yang Terancam Punah

 

Mentilin yang perlahan kehilangan habitat. Foto: Dok. FLORA FAUNA BANGKA [F2B]

 

Menariknya, ia memiliki ekor yang panjangnya dapat melebihi panjang tubuhnya, yaitu sekitar 18-22 cm. Begitu juga kaki belakangnya yang hampir dua kali panjang dari tubuhnya. Di banyak ujung jarinya ada kuku. Namun, pada jari kedua dan ketiga kaki belakang merupakan cakar yang biasa dipakai untuk merawat tubuh. Bulunya lembut berwarna cokelat kemerahan, kadang abu-abu kecokelatan hingga jingga kekuningan.

Mentilin merupakan hewan yang aktif malam hari/nokturnal, namun terkadang mulai beraktivitas sore hari. Biasanya, satwa ini berada pada dahan dan ranting-ranting pohon dengan ketinggian 5 meter. Uniknya, ia tidak menggerakkan matanya untuk melirik, melainkan menggerakkan kepalanya untuk melihat. Keahlian itu ia dapat karena kepalanya bisa berputar hingga 180 derajat.

Mentilin merupakan primata karnivora, memangsa serangga [kumbang, semut, belalang, jangkrik, kecoak, ngengat, dan kupu-kupu] serta vertebrata kecil. Primata kecil ini mengandung selama enam bulan, untuk selanjutnya melahirkan seekor anak.

“Tarsius muda lahir berbulu dan dengan mata terbuka, serta mampu memanjat dalam waktu sehari setelah kelahiran. Mencapai masa dewasa setelah satu tahun dan hidup berpasangan,” jelas laporan itu.

Baca juga: Kebiasaan Aneh Kambing Hutan Sumatera, Main di Tebing dan Menyendiri di Goa

 

Mentilin adalah primata karnivora yang memangsa serangga dan vertebrata. Foto: Dok. FLORA FAUNA BANGKA [F2B]

 

Vegetasi habitat

Di Provinsi Bangka Belitung, mentilin [Tarsius bancanus bancanus] ditemukan dalam berbagai variasi hutan primer dan sekunder, serta habitat semak belukar. Sering juga di daerah pertanian.

Khusus di Kabupaten Bangka Tengah, ia ditemukan di Kecamatan Lubuk Besar. Tomi dari Universitas Bangka Belitung telah melakukan penelitian di tempat tersebut.

Penelitiannya berjudul Vegetasi Habitat dan Estimasi Kepadatan Populasi Mentilin [Cephalopachus bancanus bancanus] di Desa Belimbing dan Dusun Bridal, Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah [2018]. Berdasarkan hasil penelitian itu didapatkan 20 spesies vegetasi dari 16 famili dengan jumlah total sebanyak 2.732 individu.

Pada analisis kepadatan populasi mentilin di lapangan, didapatkan mentilin di tiap lokasi yaitu di Desa Belimbing [2 individu/km] dan di Dusun Bridal [1 individu/km] sehingga didapatkan estimasinya sebesar 1,6 individu/hektar.

“Untuk kondisi habitat mentilin di kawasan hutan Desa Belimbing dan Dusun Bridal, merupakan hutan agroforest yang didominasi karet [Hevea brasiliensis] berumur 10 tahun ke atas, yang masih diurus pemiliknya,” tulis Tomi dalam penelitian itu.

Dominasi karet berdampak pada menurunnya tingkat keragaman spesies. Begitu juga konversi hutan yang menjadi perkebunan sawit skala besar serta pembalakan liar merupakan permasalahan utama pelestarian mentilin di semua lokasi penelitian tersebut.

 

Mentilin yang merupakan satwa liar dilindungi. Foto: Randi Syafutra

 

Terancam

Merujuk penelitian Randi Syafutra, Hadi Sukadi Alikodra, dan Entang Iskandar di Jurnal Asian Primate Journal 8 [1], 2019, berjudul “Mentilin Cephalopachus bancanus bancanus [Horsfield, 1821] Habitat in Bangka Regency” dijelaskan bahwa mentilin di Kabupaten Bangka telah beradaptasi dengan perkebunan karet. Pohon tersebu dijadikan sebagai tempat tidur dan mencari makan. Habitatnya kini terancam oleh perubahan fungsi hutan menjadi perkebunan, pertambangan, dan permukiman penduduk.

Sejarah panjang deforestasi di Pulau Bangka dimulai sejak awal 1700-an dengan munculnya penambangan timah. Dilanjutkan dengan diperkenalkannya lada [Piper nigrum L.] pertengahan 1800-an dan karet di tahun 1920-an.

“Namun sejak 1995, perkebunan sawit mulai muncul di Pulau Bangka, menjadi pesaing baru perkebunan lada dan karet,” tulis laporan itu.

Pulau Bangka merupakan pulau utama di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang memiliki luas wilayah 11.693,54 kilometer persegi. Pulau Bangka terdiri hutan, dataran rendah, lembah, dan diselingi jalur perbukitan.

“Hutan di Bangka saat ini, banyak dikonversi menjadi tambang timah ilegal, perkebunan sawit, dan permukiman. Selain itu, aktivitas jual beli satwa juga berpengaruh terhadap berkurangnya sejumlah satwa langka di Bangka Belitung,” kata Randi Syafutra, yang merupakan peneliti satwa di Pulau Bangka, beberapa waktu lalu kepada Mongabay Indonesia di Pangkal Pinang.

Mentilin merupakan pengontrol populasi serangga. “Hilangnya mentilin akan membuat populasi serangga membludak dan menjadi hama di perkebunan, dan tentunya menggangu ekosistem,” jelas Randi.

Pada Maret 2020 lalu, Tim Animal Lovers Bangka Belitung Island [Alobi], BKSDA, dan Karantina Pertanian Pangkal Pinang mengungkap kasus perdagangan ilegal mentilin.

“Mentilin yang gagal diperjualbelikan itu kami lepaskanliarkan di Taman Hutan Raya Menumbing, Bangka Barat,” kata Valentino, Ketua Tim Alobi, dikutip dari Kompas.com. “Menyelamatkan Mentilin artinya menyelamatkan habitatnya,” lanjutnya.

Dengan sejumlah ancaman yang ada, Lembaga Konservasi Dunia [IUCN] menetapkan Cephalopachus bancanus dalam status Rentan [Vulnerable/VU]. Di Indonesia, berdasarkan Permen LHK Nomor P.106/2018, jenis ini tercatat sebagai satwa dilindungi.

 

 

Exit mobile version