Mongabay.co.id

Bagaimana Cara Menghentikan Penyelundupan BBL?

 

Sejak kegiatan ekspor untuk bening benih Lobster (BBL) dihentikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelang akhir 2020, aktivitas penyelundupan biota laut tersebut semakin sulit untuk dihentikan. Bahkan, pada Januari 2021 saja, penyelundupan sudah coba dilakukan hingga tiga kali.

Dari tiga kali upaya penyelundupan tersebut, BBL yang berhasil diselamatkan jumlahnya mencapai 551.963 ekor dengan nilai potensi kerugian mencapai Rp56 miliar. Ketiga upaya penyelundupan terebut berhasil digagalkan oleh aparat penegak hukum.

Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan menjelaskan, masih terjadinya upaya penyelundupan BBL selama awal 2021 ini, bisa terjadi karena beberapa faktor. Di antaranya, karena permintaan yang meningkat setelah libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021.

“Juga karena ada pelarangan sementara ekspor melalui jalur legal,” ungkap dia, Kamis (28/1/2021).

Melihat jumlah BBL yang berhasil digagalkan untuk diselundupkan, Abdi Suhufan menyebut kalau itu merupakan angka yang sangat tinggi. Hal itu, karena ketiga upaya penyelundupan tersebut terjadi dalam kurun waktu satu bulan saja.

Menurut dia, jumlah tersebut bukan saja tinggi, namun mencapai setengah lebih dari jumlah yang sama pada kurun waktu sepanjang 2020. Pada tahun lalu, jumlah BBL yang berhasil diselamatkan dari upaya penyelundupan mencapai 896.238 ekor.

Benih-benih yang berhasil diselamatkan sepanjang Januari 2021 tersebut diduga kuat hanya sebagian kecil saja yang berhasil lolos dari pengamanan aparat keamanan di Indonesia. Itu artinya, diduga kuat masih ada benih lain yang jumlahnya lebih banyak dan siap diekspor melalui jalur ilegal.

“Jalur ilegal juga lebih murah, mendatangkan keuntungan besar dari pada jalur legal, walaupun dengan resiko besar ketangkap aparat,” jelas dia.

baca : Akankah Menteri KP Baru Hapus Kebijakan Ekspor Benih Lobster?

 

Benih bening lobster (BBL) dari barang bukti penyelundupan yang digagalkan Kepolisian Resor Tanjung Jabung Timur, Jambi. Foto : KKP

 

Adapun, tiga lokasi yang menjadi upaya penyelundupan BBL pada Januari 2021, adalah Kabupaten Sukabumi (Jawa Barat), Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Jambi). Ketiga lokasi tersebut diketahui sebagai daerah tradisional penyelundupan BBL sejak lama.

Dengan fakta tersebut, Abdi Suhufan menilai seharusnya KKP dan aparat yang terkait sudah bisa mengantisipasi upaya penyelundupan dengan cara meningkatkan pengawasan lebih ketat lagi. Salah satunya, dengan membentuk satugas tugas khusus dengan melibatkan instansi yang terkait.

“Seperti pemerintah daerah dan masyarakat setempat,” sebut dia.

 

Deteksi Dini

Sejauh ini, modus penyelundupan BBL yang sudah sering kali diungkap, adalah dengan melakukan penyamaran dengan berpura-pura menjadi orang lain, ataupun aparat penegak hukum. Modus seperti itu, perlu dideteksi lebih cepat oleh aparat penegak hukum dengan membuat sistem yang cepat.

Sistem deteksi dini tersebut, sebaiknya dibuat oleh masyarakat agar bisa menjangkau lebih jauh dan cepat untuk mengetahui lokasi dan siapa saja yang akan merencanakan penyelundupan. Selain itu, perlu juga disediakan platform pengaduan secara daring yang bisa direspon oleh aparat yang berwenang.

Di sisi lain, penghentian sementara ekspor BBL yang sudah dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, sebaiknya diberikan batas waktu yang jelas dan tegas. Hal itu, untuk mengawal sejauh apa yang dilakukan berikutnya oleh KKP.

Menurut peneliti DFW Indonesia Asrul Setyadi, penting bagi publik untuk mengetahui apa tindakan yang akan dilakukan KKP berikutnya setelah penghentian sementara ekspor BBL dicabut. Pada momen tersebut, publik akan menilai kebijakan seperti apa yang akan diterbitkan berikutnya.

“Mesti ada limit waktu sampai kapan penghentian sementara tersebut dan dalam proses penghentian, tindakan apa yang akan dilakukan oleh KKP,” tambah dia.

baca juga : Menjaga Keberlanjutan Lobster, Sekaligus Menikmatinya

 

KKP melepasliarkan sebanyak 89.018 ekor benih bening lobster (BBL) di Pantai Marapalam, Nagari Sungai Pinang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Sabtu (23/1/2021). Foto : KKP

 

Dalam penilaian Asrul Setyadi, ekspor BBL selama ini tidak memberikan keuntungan signifkan bagi Negara, sehingga evaluasi yang dilakukan oleh KKP harus menyentuh pada semua aspek. Kata dia, pendapatan Negara bukan pajak (PNBP) dari 42 juta ekor BBL pada 2020 hanya mencapai Rp10,5 juta.

Masih rendahnya nilai PNBP tersebut, karena peraturan tentang kebijakan tersebut sampai sekarang masih belum final. Namun, di saat yang sama kegiatan ekspor BBL sudah dilakukan oleh KKP. Karena itu, KKP harus lebih berhati-hati lagi karena pasti masih ada pihak yang menginginkan kebijakan ekspor BBL tetap ada di Indonesia.

“Komitmen (Sakti Wahyu) Trenggono untuk kembangkan budi daya lobster dalam negeri, dikhawatirkan akan berhadapan dengan mafia yang akan terus bekerja dengan berbagai cara dan wajah,” pungkas dia.

Saat berada di Komisi IV DPR RI, Rabu (27/1/2021), Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono memang memaparkan rencana KKP untuk mendorong pemanfaatan Lobster (Panulirus spp.) melalui kegiatan budi daya di dalam negeri.

Namun, dia masih belum menegaskan kebijakan seperti apa yang akan dirumuskan untuk menggantikan kebijakan ekspor BBL yang sudah diterbitkan di masa kepemimpinan Edhy Prabowo. Sampai sekarang, kebijakan ekspor BBL diakuinya masih dalam tahap kajian.

“Saya sedang merumuskan bersama tim di KKP modelingnya seperti apa. Apakah setiap pelaku budi daya diwajibkan memiliki nelayan binaan atau seperti apa. Ini semua sedang kami kaji,” ungkap dia.

Dengan menyebut perlu kajian mendalam, Sakti Trenggono seolah ingin menjelaskan kepada publik bahwa kebijakan BBL tidak ingin dibuat dengan tergesa-gesa. Hal itu, karena pihaknya ingin mendengarkan masukan lebih banyak dari berbagai pihak sebelum diputuskan menjadi sebuah kebijakan.

baca juga : Pemerintah Harus Alihkan Program Prioritas dari Ekspor Benih Lobster

 

Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Serang, Ditjen Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) melepasliarkan 16.975 ekor BBL di Perairan Karang Kabua, Labuan, Pandeglang, pada Kamis (21/1). Foto : KKP

 

 

Kajian Mendalam

Semakin banyak masukan yang berasal dari masyarakat, maka semakin bijak KKP untuk menemukan kebijakan. Terutama, karena dia melihat ada masyarakat pesisir, yang termasuk di dalamnya adalah nelayan, yang masih bergantung sumber pendapatan mereka pada kegiatan mencari BBL.

Di luar pertimbangan tersebut, Sakti Trenggono juga mengaku bahwa kebijakan harus dibuat melalui kajian mendalam, karena ada keberlanjutan ekosistem laut dan pesisir yang masih harus diperhatikan oleh seluruh pemangku kepentingan dalam sektor kelautan dan perikanan (KP).

“Jadi sementara ini dihentikan dulu sampai kemudian saya mendapat satu solusi yang terbaik untuk dibicarakan bersama Komisi IV. Sementara dihentikan dulu,” pungkas dia.

Tentang penghentian kebijakan ekspor BBL tersebut, bagi Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Hasan Aminuddin, merupakan kebijakan yang tepat. Menurutnya, KKP untuk sekarang sebaiknya fokus bagaimana meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat perikanan secara umum.

“Jangan tanggung, stop, cabut saja. Kita nanti bersepakat dalam rekomendasi Komisi IV, bersepakat dengan Menteri KP untuk mencabut (kebijakan ekspor BBL),” tegasnya.

perlu dibaca : Sebaiknya Budi daya atau Ekspor Benih Lobster?

 

KKP melepasliarkan sebanyak 89.018 ekor benih bening lobster (BBL) di Pantai Marapalam, Nagari Sungai Pinang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Sabtu (23/1/2021). Foto : KKP

 

Diketahui, pada Sabtu (23/1/2021), KKP melepasliarkan sebanyak 89.018 ekor BBL di Pantai Marapalam, Nagari Sungai Pinang, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Seluruh BBL tersebut adalah barang bukti upaya penyelundupan yang digagalkan Kepolisian Resor Tanjung Jabung Timur, Jambi.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP TB Haeru Rahayu mengatakan, BBL yang dilepasliarkan di Pesisir Selatan diperkirakan bernilai Rp8,9 miliar. BBL tersebut didapatkan dari 487 kantong plastik yang sudah diisi oksigen dan dibagikan dalam 17 kotak gabus.

“Berdasarkan hasil identifikasi oleh Stasiun Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (SKIPM) Jambi, diketahui BBL terdiri dari 145 ekor jenis mutiara, dan 88.873 ekor jenis pasir,” ungkapnya.

Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) KKP Padang Mudatstsir menambahkan, pada Rabu (20/1/2021) di lokasi yang sama juga dilakukan pelepasliaran BBL sebanyak 401.408 ekor. Dua kegiatan tersebut memilih lokasi tersebut, karena pertimbangan ekosistem pesisir.

Di Pantai Marapalam, terdapat substrat pasir dengan bebatuan karang yang baik, dan ditemukan juga temukan individu Lobster cukup besar. Hal tersebut sudah sesuai untuk habitat BBL tumbuh dan berkembang menjadi Lobster dewasa.

 

Exit mobile version