Mongabay.co.id

Meski Dilindungi, Perdagangan Orangutan Sumatera Tidak Pernah Berhenti

 

 

Kasus perdagangan anak orangutan sumatera [Pongo abelii] tetap terjadi di Provinsi Aceh. Direktorat Reserse Kriminal Khusus [Ditreskrimsus) Polisi Daerah Aceh, kembali mengungkap aksi kejahatan tersebut di Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, Rabu [10/2/2021].

Kepala Bidang Humas Polda Aceh, Kombes Pol, Winardy mengatakan, Ditreskrimsus Polda Aceh melalui Subdit IV Tindak Pidana Tertentu [Tipidter] telah mengamankan empat pelaku dengan barang bukti satu individu orangutan.

“Dua dijadikan tersangka dan dua lainnya masih didalami perannya,” terangnya, Sabtu [13/2/2021].

Winardy mengungkapkan, dua tersangka itu M [44], warga Lhoksukon, Aceh Utara, dan A [52], warga Sumatera Utara. Para tersangka melanggar UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.

“Kasus terungkap setelah personil kami melakukan penyamaran, sehingga diperoleh informasi transaksi satwa liar dilindungi ini.”

Seorang pelaku melarikan diri, AAN [45] warga Provinsi Sumatera Utara. Dari pedalaman diketahui dia pemilik anak orangutan. Barang bukti awalnya dititipkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, namun karena kondisinya tidak stabil maka dibawa ke pusat karantina orangutan di Sibolangit, Sumatera Utara.

“Hasil pemeriksaan dokter hewan menunjukkan, anak orangutan itu sakit dan stres,” ujar Winardy.

Baca: Hukuman Terlalu Ringan, Orangutan Jadi Sasaran Empuk Pemburu

 

Anak orangutan sumatera yang diselamatkan dari perdagangan ilegal di Aceh beberapa waktu lalu. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kepala BKSDA Aceh, Agus Irianto, mengapresiasi Polda Aceh yang telah mengungkap kejahatan satwa liar ini.

“Semoga memberi efek jera pelaku dan meningkatkan kesadaran semua pihak,” terangnya, Minggu [14/2/2021].

Agus mengatakan, kesehatan anak orangutan jantan itu mulai pulih setelah mendapatkan perawatan di Sibolangit. Jika kondisinya sehat dan telah menjalani pelatihan, langkah berikutnya bisa dilepasliarkan ke hutan Cagar Alam Jantho, Kabupaten Aceh Besar.

“Namun proses ini masih lama, bisa lebih dua tahun. Secara umum, untuk mendapatkan anak orangutan, dipastikan induknya dibunuh oleh para pelaku.”

Baca: Sudah Saatnya Pemelihara Orangutan Diproses Hukum

 

Untuk mendapatkan anak orangutan, para pemburu biasanya membunuh induknya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Jaringan kuat

Ketua Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre [YOSL-OIC], Panut Hadisiswoyo mengatakan, perburuan orangutan sumatera terus terjadi di Aceh dan pelakunya memiliki jaringan kuat.

“Mereka memiliki jaringan hingga pedesaan yang tahu keberadaan orangutan, juga jaringan yang bekerja di kabupaten dan antar-provinsi.”

Perburuan umumnya terjadi di kawasan hutan terfragmentasi sehingga pencarian orangutan mudah dilakukan. Selain itu, pemburu memanfaatkan kesempatan konflik orangutan dengan masyarakat.

“Orangutan yang tersesat atau terperangkap di kebun menjadi target utama pemburu. Apalagi bila memiliki bayi,” ujarnya.

Baca: Bukan Hanya Perburuan, Habitat Orangutan Sumatera juga Harus Diperhatikan

 

Inilah anak orangutan yang diselamatkan dari perdagangan di Aceh Tamiang, Rabu [10/2/2021]. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Mudahnya akses pemburu menuju hutan juga mengundang malapetaka bagi orangutan. “Umumnya anak orangutan atau satwa lain dari Aceh dijual ke Sumatera Utara, selanjutnya dibawa ke daerah lain di Indonesia bahkan diseludupkan ke luar negeri.”

Perhitungan paling mudah berapa banyak orangutan dibunuh adalah dengan melihat berapa banyak anak orangutan yang diperjualbelikan. Biasanya, pemburu menggunakan senapan angin, termasuk yang dimodifikasi, untuk membunuh induk orangutan.

“Orangutan berada di atas pohon, pemburu menembak untuk melumpuhkannya. Jika menggunakan senapan angin, maka ditembak berkali-kali, dan ini merupakan perbuatan sangat keji yang hanya bisa dilakukan orang tertentu,” jelas Panut.

Baca: SRAK Orangutan 2019-2029 Diluncurkan, Strategi Apa yang Diutamakan? 

 

Hidup orangutan adalah di hutan. Foto: Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sebagai informasi, pada Desember 2020, sembilan orangutan sumatera umur 2-5 tahun dikembalikan ke Indonesia setelah bertahun tinggal di Malaysia. Orangutan hasil perburuan liar itu diseludupkan ke Malaysia melalui jalur laut.

Sembilan orangutan yang menjadi korban perdagangan ilegal pada tahun 2019 itu, berhasil diungkap otoritas Malaysia. Empat orangutan jantan dan lima betina itu dirawat di National Wildlife Rescue Centre, Sungkai Perak, Malaysia.

Saat ini, seluruhnya dirawat di Pusat Karantina Batu Mbelin, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Jika kondisinya baik dan bisa hidup alami, akan dilepaskan kembali ke hutan.

Selain dari Malaysia, pemerintah juga telah memulangkan dua individu orangutan dari Thailand yang juga menjadi korban perdagangan ilegal. Dua individu tersebut berada di Provinsi Jambi.

 

 

Exit mobile version