Mongabay.co.id

BKSDA NTT Gagalkan Pengiriman 65 Ekor Jalak Tunggir Merah ke Bima

 

Balai Besar KSDA Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui Resort Konservasi Wilayah (RKW) Labuan Bajo berhasil menggagalkan pengiriman satwa burung Jalak Tunggir Merah (Scissirostrum dubium).

Satwa sebanyak 65 ekor ini diamankan di Pelabuhan ASDP Labuan Bajo pada jam 08.30 WITA berkat kerjasama yang apik antara personil RKW Labuan Bajo bersama Stasiun Karantina Pertanian Labuan Bajo, KP3 Laut Labuan Bajo, dan ASDP Labuan Bajo.

“Berdasarkan pengumpulan keterangan terhadap pelaku diketahui bahwa burung-burung tersebut dibeli dari masyarakat di wilayah Sulawesi Selatan, daerah Mangkutana dan sekitarnya,” sebut Kepala BKSDA NTT, Timbul Batubara dalam rilis yang diterima Mongabay Indonesia, Rabu (17/2/2021).

Timbul mengatakan, pelaku berinisial S (50 tahun) kemudian mengangkutnya menggunakan mobil pick up menuju Pelabuhan ASDP Tanjung Bira, Bulukumba.

Selanjutnya, pelaku melanjutkan perjalanan dengan kapal fery Sangke Palanggga menuju Labuan Bajo.

Dia menyebutkan, sedianya pelaku akan meneruskan perjalanan ke Bima, NTB namun gagal karena aksinya terbongkar.

“Pelaku yang berasal dari Malang, Jawa Timur mengaku bahwa burung Jalak Tunggir Merah akan ditawarkan kepada penggemar  burung berkicau di wilayah Bima, NTB dan sekitarnya,” ungkapnya.

baca : Atlas Burung Indonesia, Buah Keresahan Melihat Nasib Burung di Alam

 

Petugas menunjukan Burung Jalak Merah yang diamankan di Pelabuhan ASDP Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Foto : BBKSDA NTT

 

Kerjasama Para Pihak

Timbul menyatakan bahwa penggagalan pengiriman burung Jalak Tunggir Merah ini menjadi prestasi BBKSDA NTT bersama dengan berbagai pihak.

Dikatakannya, ini merupakan wujud komitmen bersama dalam rangka pencegahan perdagangan tumbuhan dan satwa liar secara ilegal.

Ia menyebutkan,walaupun jenis tersebut tidak dilindungi menurut Peraturan Menteri LHK no.P.106/menlhk/setjen/kum.1/12/2018, tetap saja pengiriman tanpa disertai dokumen yang sah adalah perbuatan yang tidak dapat dibenarkan.

“Burung jalak tunggir merah adalah burung endemik di Pulau Sulawesi. Habitatnya berada pada daerah dataran rendah sampai dengan pegunungan berketinggian 1000 mdpl,” ungkapnya.

Timbul menjelaskan, suara burung ini yang tinggi dan nyaring (melengking) menjadi daya tarik bagi para penggemar burung berkicau. Nama lain dari jalak tunggir merah adalah jalak rio-rio.

Burung jenis ini, terangnya, statusnya sebagai burung endemik Pulau Sulawesi tentunya membutuhkan komitmen kita bersama untuk terus menjaga kelestariannya di alam liar.

“Kita tidak berharap terjadinya penurunan populasi burung jalak tunggir merah di alam. Mencintai tidak harus memiliki kiranya ungakapan yang tepat untuk memutus pemanfaatan ilegal satwa liar,” tuturnya.

Timbul berpesan, biarkan saja satwa liar tetap mengembara bebas di hutan rimba. Kita dapat berkontribusi terhadap pelestarian satwa liar diantaranya dengan menjaga dan melindungi hutan serta tidak melakukan perburuan liar.

“Selanjutnya burung-burung tersebut akan dikembalikan ke habitat asalnya setelah dinyatakan sehat fisik dan laboratoris serta sesuai dengan standar kesehatan satwa,” ungkapnya.

baca juga : Populasi Burung Jalak Bali Meningkat, Tetapi Perlu Diteliti Keragaman Genetiknya

 

Petugas menunjukan Burung Jalak Merah yang diamankan di Pelabuhan ASDP Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Foto : BBKSDA NTT

 

Burung Endemik Sulawesi

Jalak Tunggir Merah (Scissirostrum dubium) seperti dikutip dari Wikipedia.org merupakan spesies burung jalak dalam famili Sturnidae. Burung ini endemik di Pulau Sulawesi termasuk pulau-pulau satelitnya dan Kepulauan Banggai.

Pencinta burung (hobi) mengenalnya dengan nama Burung Jalak Rio. Burung endemik ini habitat aslinya berada di Kepulauan Banggai yang meliputi Kabupaten Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah.

Burung ini juga terdapat di Pulau Butung wilayah Sulawesi Tenggara; Kepulauan Togean, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah; Pulau Bangka, Kabupaten Minahasa Utara dan Pulau Lembeh Provinsi Sulawesi Utara.

Jalak Tunggir Merah memiliki ukuran panjang tubuh 20,5 cm dan berat sekitar 50 gram. Warna bulu dari Burung Jalak Rio ini abu-abu gelap atau abu-abu tua, dengan bagian sayap burung ini berwarna lebih kegelapan.

Sedangkan untuk bulu–bulu pada bagian tunggir ataupun pada bagian tungging atau pantat merah ataupun oranye kemerahan. Paruhnya juga tebal, dengan warna jingga sedikit pucat, dengan memiliki ukuran lebih besar dibandingkan dengan spesies jalak yang lainnya.

Burung Jalak ini hidup secara berkelompok atau berkoloni dalam jumlah yang cukup besar, bahkan bisa mencapai hingga 150 ekor di dalam setiap kelompoknya. Satwa endemik ini kerap sekali menempati wilayah di tepian hutan serta kawasan yang jarang ditumbuhi pepohonan dan hutan rawa hingga pada ketinggian 1.100 mdpl.

Burung ini suka memakan buah-buahan, perling kecil, biji-bijian serta beberapa jenis serangga.

perlu dibaca :  KLHK Galau Bikin Aturan Perlindungan Satwa, Pegiat Konservasi Burung Kecewa

 

Burung Jalak Tunggir Merah (Scissirostrum dubium) yang diselundupkan dari Sulawesi dan diamankan petugas BKSDA NTT bersama Stasiun Karantina Pertanian Labuan Bajo, KP3 Laut dan ASDP di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Foto : BBKSDA NTT

 

Populasi Burung Terancam

Yayasan Burung Indonesia dalam artikel Apa Kabar Burung-Burung di Wallacea seperti dikutip dari Burung.org mengatakan, kawasan Wallacea dikenal sebagai rumah bagi lebih dari 800 jenis burung.

Jumlah burung ini setara dengan  45% dari total jenis burung yang ada di Indonesia dengan lebih dari 300 di antaranya merupakan jenis endemis.

Kondisi geografis Wallacea yang terdiri atas gugusan pulau besar dan kecil memungkinkan keterancaman bagi jenis-jenis endemis kian meninggi.

Nuri talaud (Eos histrio) yang merupakan burung endemis Kepulauan Talaud, Sulawesi Utaraga kini berstatus genting (endangered/EN).

Hal ini akibat habitat alaminya semakin tersisihkan karena alih fungsi lahan, praktik perkebunan tak berkelanjutan, serta kebutuhan akan hunian.

baca juga : Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3]

 

Burung Jalak Tunggir Merah (Scissirostrum dubium) merupakan burung endemik yang memiliki habitat di beberapa wilayah di Pulau Sulawesi. Foto : 4raptor.wordpress.com

 

Sementara itu maleo (Macrochephalon maleo) yang menjadi salah satu satwa khas Sulawesi  masih menghadapi ancaman berupa praktik pengambilan telur tak berkelanjutan dan alih fungsi lahan.

Bergeser ke timur, tepatnya di Maluku Utara, penangkapan terhadap berbagai jenis paruh bengkok telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu.

Berdasarkan catatan Burung Indonesia pada 2018, sekitar 7.012 ekor paruh bengkok ditangkap untuk diperdagangkan setiap tahunnya.

Jenis-jenis yang sering diperdagangkan antara lain kakatua putih (Cacatua alba), kasturi ternate (Lorius garrulus), nuri-kalung ungu (Eos squamata), dan nuri bayan (Eclectus roratus).

Pada 2019, setidaknya ada 629 ekor paruh bengkok dari Maluku dan Maluku Utara yang berhasil disita. Kakatua seram (Cacatua moluccensis), kasturi tengkuk-ungu (Lorius domicella), nuri maluku (Eos bornea), dan kakatua tanimbar (Cacatua goffiniana) adalah jenis-jenis yang sangat sering menjadi obyek penangkapan dan perdagangan.

Sementara di Maluku paruh bengkok menjadi sasaran perburuan, jenis-jenis yang menghuni kepulauan Nusa Tenggara pun mengalami ancaman serupa. Elang flores (Nisaetus floris) kerap diburu dan menjadi sasaran tembak tanpa maksud atau tujuan tertentu, serta habitatnya yang semakin berkurang

Masih banyaknya ancaman yang dihadapi berbagai burung dan habitatnya di Wallacea menunjukkan perlunya upaya penyadartahuan dan penyebarluasan pengetahuan mengenai populasi, habitat, serta keunikan burung di kawasan ini kepada masyarakat.

 

Exit mobile version