Mongabay.co.id

Nasib Landak Sumatera, Tidak Dilindungi Sebagaimana Landak Jawa

Landak jenis Hystrix brachyura yang dikeluarkan dari status dilindungi. Foto: Wikimedia Commons/CC BY-SA 3.0/Free/Kaeng Krachan National Park/ Thai National Parks

 

 

Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput
nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini
ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput
sesaat adalah abadi sebelum kau sapu tamanmu setiap pagi.

 

Landak sumatera [Hystrix sumatrae] bagaikan selembar daun yang luput dari perhatian, seperti dalam puisi Sapardi Djoko Damono ‘Hatiku Selembar Daun’ itu. Satwa pengerat endemik Sumatera ini terabaikan dalam upaya perlindungan, meski menjadi target perburuan.

Landak Sumatera tergolong dalam Ordo Rodentia, Genus Hysticidae. Dalam tulisan Annie Farner, dari Universitas Michigan, Amerika serikat, yang terbit di situs Animaldiversity.org, dijelaskan bahwa Hystrix sumatrae hidup di hutan hujan tropis yang menutupi Pulau Sumatera. Ia bersarang di gua-gua kecil, di bawah pohon tumbang dan tunggul, di antara bebatuan, dan di liang kecil. Ia dapat beradaptasi dengan berbagai macam habitat, dari derah hutan primer, sekunder, hingga perkebunan.

“Mereka betah di hutan serta di lahan yang terbuka,” tulis Annie.

Dengan alasan kemunculan landak di perkebunan dan daerah sekitar tempat aktivitas manusia itu, jenis ini sering diburu. Kasus terbaru yang tersorot media adalah ketika terjadi penangkapan empat pemburu di Taman Nasional Way Kambas, Provinsi Lampung, pada Sabtu, 13 Desember 2021 lalu. Dari tangan tersangka, didapatkan landak sumatera, rusa, dan hewan buruan lainnya.

Bagi sejumlah masyarakat, landak diburu karena daging dan durinya bisa diolah menjadi makanan, obat, dan dijadikan jimat.

Baca: Detik-detik Penangkapan Pemburu Satwa Liar di TN Way Kambas

 

Landak jenis Hystrix brachyura yang dikeluarkan dari status dilindungi. Foto: Wikimedia Commons/CC BY-SA 3.0/Free/Kaeng Krachan National Park/ Thai National Parks

 

Di Indonesia, ada empat jenis landak yang dikenal yaitu landak raya [Hystrix brachyura], landak sumatera [Hystrix sumatrae], landak jawa [Hystrix javanica], dan landak butun [Hystrix crassispinis]. Namun, dari semua jenis itu hanya landak jawa yang masuk sebagai jenis satwa dilindungi.

Sebelumnya, landak raya adalah satwa dilindungi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999. Namun berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor: P/106MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/20218, landak raya dikeluarkan dari daftar dilindungi, diganti landak Jawa.

Baca juga: Tidak Dilindungi Lagi, Perburuan Landak Jenis Ini Bakal Meningkat

 

Landak jawa/Hystrix javanica. Sumber: Wikimedia Commons/Ragunan Zoo, Jakarta, Indonesia/Domain Umum/Sakurai Midori

 

Layak dilindungi

Peneliti Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI], Wartika Rosa Farida mengatakan, sebenarnya empat jenis landak lainnya itu sudah layak masuk dalam daftar satwa dilindungi. Sebab, habitat mereka sama persis dengan landak jawa yang terancam oleh perambahan, perubahan alih fungsi hutan menjadi perkebunan dan pemukiman, serta paling penting adalah perburuan.

“LIPI sudah mengajukan usulan bahwa kelima jenis landak itu layak dilindungi, karena habitatnya sama-sama terancam. Begitu pula aktivitas perburuan yang semakin masif,” tuturnya kepada Mongabay Indonesia, Rabu [24/2/2021].

 

Landak raya [Hystrix brachyura] yang diteliti di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, pada 2011. Foto: Wartika Rosa Farida/LIPI

 

Dari penelitian Wartika Rosa Farida berjudul “Diversitas Tumbuhan Pakan, Habitat dan Pemanfaatan Landak [Hystrix sp.] di Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur,” diketahui landak ini diburu dengan beragam alasan. Salah satunya, sebagai penangkal bala.

“Di rumah salah seorang mantan pemburu ditemukan ekor landak yang telah mongering, digantung dekat rumahnya, yang katanya bermanfaat sebagai penangkal musibah,” tulis Wartika.

 

Landak sumatera yang diselamatkan oleh Seksi Konservasi Wilayah [SKW] II Lahat, Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Sumatera Selatan, pada Mei 2018. Foto: Dok. KLHK/BKSDA Sumsel

 

Selain itu, landak terus diburu karena dianggap satwa berharga. Sekitar tahun 2015-an saja, di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, landak dihargai 250 hingga 300 ribu per ekor.

Baik di Sumatera Selatan maupun Kalimantan Timur, warga di sekitar hutan mengkonsumsi landak. Bahkan, dari pengakuan mereka, dagingnya paling enak dari hewan lainnya.

“Diyakini memakan daging dan hati landak akan menyembuhkan beberapa penyakit dalam dan penyakit kulit.”

Tak hanya itu, landak ini juga sering kali dijual sebagai kenang-kenangan.

 

Landak sumatera yang diselamatkan dari peliharaan warga di Jambi. Foto: Dok KLHK/BKSDA Jambi

 

Aktif malam hari

Landak sumatera adalah hewan yang aktif malam hari [nokturnal], bergerak di tanah. Suaranya identik dengusan, semacam panggilan saat mereka berkeliaran.

Ukurannya relatif kecil. Dari hidung sampai ujung kaki belakang, sekitar 45 sampai 56 sentimeter dengan rata-rata 54 sentimeter. Panjang ekor berkisar antara 2,5 sampai 19 sentimeter dengan rata-rata 10 sentimeter. Beratnya antara 3,8 dan 5,4 kilogram.

Pakan alaminya adalah umbi, umbut, rebung, kulit batang, batang, dan daun. Jenis ini biasanya sendirian, tetapi terkadang ditemani oleh satu atau dua individu.

Penelitian tentang landak masih minim. Sejauh ini belum ada catatan jumlah populasi Hystrix sumatrae dan berapa perkiraan umur landak ini di alam liar, meski ada prediksi antara 12 hingga 20 tahun.

Landak sumatera ditutupi duri pipih tajam dan bulu yang kaku. Bulu duri itu panjangnya 16 sentimeter dan lebih kecil serta lebih fleksibel di pipi, bagian bawah, dan kaki.

Satwa ini menggunakan kelenjar pengharum anal untuk menandai wilayahnya. Saat terancam, landak akan menegakkan dan mengayunkan duri mereka, lalu mengangkat pantatnya. Jika didekati, mereka berlari ke belakang atau ke samping menuju ancaman itu, dan coba menusuk dengan duri-durinya.

 

Barang bukti hasil kejahatan para pemburu satwa liar di TNWK pada Sabtu, 13 Desember 2021 lalu. Tampak landak sumatera menjadi korban perburuan ilegal tersebut. Foto: Dok. Polhut TNWK

 

Tidak ada predator utama yang dilaporkan untuk landak sumatera. Ini bisa jadi sebagian karena kemampuan hebatnya dalam mempertahankan diri, durinya memberikan perlindungan sangat baik. Ancaman satwa ini hanyalah manusia.

Sejauh ini, Lembaga Konservasi Dunia [IUCN] mengkategorikannya sebagai Least Concern [LC] atau risiko rendah dalam Red List of Threatened Species.

Wartika menegaskan, sangat dibutuhkan peningkatan kesadaran masyarakat, komitmen pemerintah, dan kemajuan teknologi sebagai solusi penyelamatan satwa liar dari kepunahan. Tak terkecuali landak jawa, landak sumatera dan hewan endemik Indonesia lainnya.

“Semua hewan asli Indonesia, keberadaannya harus segera dilindungi,” katanya.

 

 

Exit mobile version