Mongabay.co.id

Perkici Oranye, Paruh Bengkok yang Jadi Korban Penyelundupan di Sumba

 

 

Sebanyak 92 individu burung perkici oranye [Trichoglossus capistratus fortis] yang hendak diselundupkan ke luar Pulau Sumba berhasil digagalkan.

Kejahatan itu terbongkar setelah ada informasi dari awak kapal di Pelabuhan Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, NTT, tentang adanya sejumlah burung di sebuah kapal yang berlabuh. Terhadap laporan tersebut, Kepolisian Sektor Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan Laut [KP3L] Waingapu, Balai Karantina Pertanian Kupang Wilayah Kerja Waingapu, dan Balai Taman Nasional Matalawa bergerak cepat, mengamankan satwa dilindungi tersebut, Selasa [16/2/2021].

Puluhan paruh bengkok yang dimasukkan dalam 14 kotak plastik itu hendak dikirim ke Surabaya, Jawa Timur. Berdasarkan keterangan Balai Taman Nasional Matalawa, burung-burung itu diletakkan di ruang mesin kapal, dengan harapan luput dari pantauan petugas. Dari operasi tersebut, petugas tidak menemukan siapa pemiliknya. Rencananya, sebelum burung-burung tersebut dilepasliarkan ke kawasan Taman Nasional Matalawa makan akan dipantau dahulu kesehatannya.

Baca: Memantau Julang Sumba di Taman Nasional Matalawa

 

Burung perkici oranye yang hendak diselundupkan melalui Pelabuhan Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, NTT, pada Selasa [16/2/2021]. Foto: Muhammad Soleh/Sumba Wildlife

 

Perdagangan dan penyelundupan

Tren pasar perburuan dan penyelundupan burung di Pulau Sumba, sebelumnya hanya menyasar jenis-jenis burung kicau yang tidak masuk dalam daftar satwa yang dilindungi. Namun kini, semua bergeser, menyasar jenis yang dilindungi juga.

“Dalam dua tahun terakhir, antara 2019-2020, terdapat dua kasus penyelundupan burung kicau yang berhasil digagalkan. Jenisnya branjangan jawa [Mirafra javanica] dan decu belang [Saxicola caprata]. Untuk jenis burung paruh bengkok, ini kasus pertama yang digagalkan tahun 2021,” Ungkap Dwi Agung Herdianto, Pengolah Data Perlindungan dan Pengamanan Balai Taman Nasional Matalawa, terkait penyelundupan burung di Pulau Sumba, Sabtu [20/2/2021].

Dari kasus penyulundupan burung yang berhasil digagalkan pihak Balai Taman Nasional Matalawa, jalur laut dengan rute Pelabuhan Waikelo di Sumba Barat Daya menuju Bima menjadi pilihan utama penyelundup. Biasanya, mereka menggunakan perahu kecil.

 

Perkici oranye yang hendak diselundupkan dengan dimasukkan kotak plastik. Foto: Muhammad Soleh/Sumba Wildlife

 

Untuk kasus perkici oranye, perdagangannya juga marak melalui media sosial, terutama pada grup Facebook, selain juga dijual di pasar tradisional Sumba. Para penghobi menyebutnya nuri dakun [dada kuning].

“Saya mendapatkannya karena ditawarkan orang kampung di Pasar Inpres Waingapu, sekitar November 2020. Sebelumnya, saya tidak mengetahui jenis ini dilindungi,” terang Nova Purnama, warga yang sempat memelihara perkici oranye, Sabtu [20/2/2021].

Pengakuan Nova itu disampaikan saat ia menyerahkan peliharaanya sebanyak 9 ekor ke pihak Balai TN Matalawa. Dia juga mendapatkan informasi cara burung tersebut ditangkap, dari orang yang menjualnya.

“Burung tersebut, ditangkap menggunakan lem yang direkatkan pada pohon mangga. Burung ini biasanya mendatangi kebun masyarakat, terutama saat musim mangga. Saat pertama kali saya memelihara, bulunya rontok akibat lem,” ungkapnya.

 

Sebanyak 92 individu perkici oranye dimasukkan dalam 14 kotak plastik. Burung dilindungi ini hendak diselundupkan dari Sumba ke Surabaya. Foto: Muhammad Soleh/Sumba Wildlife

 

Subspesies endemik Pulau Sumba

Perkici oranye [Trichoglossus capistratus] adalah spesies yang persebarannya hanya ditemukan di Kepulauan Nusa Tenggara Timur dengan 3 subspesies. James A. Eaton et al., dalam Birds of the Indonesian Archipelago: Greater Sundas and Wallacea [2016] menuliskan, subspesies perkici oranye fortis] tersebar di Pulau Sumba; subspesies capistratus ada di Pulau Timor, Rote; dan subspesies flavotectus di Pulau Wetar, Romang.

Suara burung ini nyaring dan melengking. Saat terbang, perkici oranye mudah dikenali dari warna oranye di dada dan sayap bawah yang kontras dengan badanya yang hijau. Warna mencolok ini membuatnya cukup mudah diidentifikasi saat berada di hutan.

 

Perkici oranye yang berada di kandang peliharaan. Foto: Muhammad Soleh/Sumba Wildlife

 

Perkici oranye [Trichoglossus capistratus fortis] hidup berkelompok, membentuk koloni dengan habitatnya di wilayah hutan dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 700 mdpl.

Lutfi R Yusuf dalam buku Burung-burung di Taman Nasional Matalawa [2017] menuliskan, burung ini berukuran 26 cm dan umum ditemui di seluruh wilayah hutan Taman Nasional Matalawa di Pulau Sumba. Selain memakan biji-bijian dan buah, jenis ini juga sering mengisap bunga pohon marra [Tetrameles nudiflora].

 

Paruh bengkok ini belakangan banyak diburu dan diselundupkan di Sumba. Foto: Muhammad Soleh/Sumba Wildlife

 

Seperti jenis paruh bengkok lain yang menghuni Pulau Sumba, perkici oranye pun menempati lubang pohon sebagai sarangnya. Di alam , perilakunya cukup agresif, baik dalam perebutan pohon sarang maupun saat sedang mencari makan. Sebagai informasi, Pulau Sumba merupakan salah satu daerah burung endemik [DBA] di Indonesia.

 

Sudah semestinya, kehidupan perkici oranye dan jenis burung lainnya berada di hutan. Bukan menjadi satwa peliharaan. Foto: Muhammad Soleh/Sumba Wildlife

 

Perkici oranye [Trichoglossus capistratus] merupakan satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri LHK No. P106 tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Secara internasional, status konservasinya masuk kategori Risiko Rendah [Least Concern] menurut Daftar Merah IUCN [International Union for Conservation of Nature]. Sedangkan CITES [Conference International for Endangered Species of Flora and Fauna], memasukan perkici oranye dalam kategori Apendiks II.

 

* Muhammad Solehpegiat konservasi di Sumba Wildlife. Komunitas ini merupakan kumpulan pengamat burung liar di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.

 

 

Exit mobile version