Mongabay.co.id

Andang Bachtiar Bikin Album soal Bumi dan Mitigasi Bencana

Kantor Gubernur Sulawesi Barat yang roboh karena gempa yang terjadi Kamis (14/1/21). Foto : BNPB

 

 

 

 

Geolog merdeka, Andang Bachtiar tengah menggarap sebuah album berisi sekitar 13 lagu. Lagu-lagu ini tak sekadar musikalisasi puisi karya cipta juga sarat pesan dan makna bagi manusia untuk menjaga dan merawat bumi sebagai bagian dari mitigasi bencana alam.

Di luar sebagai geolog, Andang juga produser album Hitam Putih Orche Konser Rakyat, Leo Kristi yang rilis pada 2014 berlabel “Andang Bachtiar & Lkers.” LKers adalah istilah yang disematkan pada kelompok penggemar lagu-lagu Konser Rakyat Leo Kristi. LK atau Leo Kristi meninggal 21 Mei 2018.

Sejak 2018, dia tinggal dan bekerja di Paris. Kini, Andang yang biasa disebut inisial ADB ini pulang kampung untuk membuat musikalisasi puisi.

Di tengah proses pengerjaan album berang bandi indie Splendid Dialog di Pondok Musik Malang, Mongabay sempat bertemu dan wawancara di sela-sela proses rekaman album “Melembutkan Batu” di Pondok Musik, Kota Malang. Splendid Dialog yang membuat aransemen 13 puisi Andang Bachtiar.

Lagu-lagu ini dikerjakan musisi Malang yang tergabung dalam ADB Project. Produser pelaksana Redy Eko Prastyo, operator recording Andika dan personil Splendid Dialog Charles Jalu (sound art), Endri Wahyu (penata musik).

Andang bercerita awal mulai muncul ide ini. Hampir setiap hari, dia menulis di buku catatan selalu baik bahasa Indonesia atau Inggris. Catatan dibuat sejak lima sampai 10 tahun terakhir di gawai. Dia kumpulkan sekitar ratusan puisi yang dia tulis.

 

Andang Bachtiar, seorang geolog, menggarap album berisi belasan lagu. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Tanpa sengaja, pria asal Kota Malang ini juga bertemu band indie, Splendid Dialog dari Malang di Paris, setahun lalu, saat band ini tur ke Eropa.

Andang melihat kecocokan antara mereka. Gaya bermusik Splendid Dialog mirip musik balada seperti Leo Kristi, Lemon Tree’s, dan Gombloh. Lantas, Andang membacakan sejumlah puisi yang dia tulis. “Bisa gak puisi ini jadi lagu?” kata Andang kepada Splendid Dialog.

Tak berapa lama Spendid Dialog mengirim lagu hasil gubahan puisi Andang. Setelah lagu puisi diperdengarkan teman geologist lain, ternyata cocok. Lagunya enak, dan lirik bermakna hingga penyampaian pesan lebih kuat.

“Ternyata musik itu memperkuat artikulasi puisi. Ini menarik, pengalaman baru bagi saya,” katanya.

Darah seni Andang mengalir dari sang ayah, mendiang Mas Achmad Icksan, dosen sastra Indonesia dan Rektor IKIP Malang–sekarang Universitas Negeri Malang–1978-1986.

“Dari dulu saya menulis puisi, bermusik juga nyanyi,” katanya.

Puisi dan lagu ini selain bisa dinikmati mahasiswa geologi juga bisa dipahami masyarakat umum, terutama terkait filosofi hidup. Kaitan antara ilmu bumi, alam semesta, dan manusia.

 

Erupsi Sinabung tampak terdampak ke Desa Sukatendel. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Lagu, pesan lebih kuat

Setelah jadi lagu, puisi Andang lebih berkarakter, dan berwarna geologis. Dalam puisi berjudul Volcanologi Rindu, Andang menyampaikan gunung api dengan gambaran sensualitas.

“Ia meletus terus meleleh, bentuknya indah, sensualitas, saya melihatnya jadi indah,” katanya.

Musikalisasi puisi tersaji untuk komunitas geosains, geolog, geofisisis, geografer, oceanografer, dan orang lingkungan. Selain itu, dengan keindahan lagu dan musik agar bisa dinikmati khalayak. “Lagunya enak, tapi kalimatnya ada kata yang aneh-aneh. Ada granit, lava, vulkano, field, macem-macem,” katanya. Dalam lagu-lagu itu,

Andang mengurai mengenai fenomena yang berpotensi bencana alam.

Ada lagu berjudul “Gempa dan Tsunami itu Seperti Mati”. “Jika gempa bisa diprediksi, terus mau apa kamu?” tanya Andang.

Yang lebih penting, katanya, menyampaikan kepada pengambil kebijakan untuk mitigasi. Gempa dan tsunami di Indonesia, berpotensi terjadi di sepanjang jalur Aceh sampai Lampung, Jawa, Ujung Kulon sampai Bali, Maluku terus ke Sulawesi.   Itu semua, katanya, jalur gempa dan tsunami.

“Itu pasti terjadi. Bisa 200-300 tahun, setiap tempat. Itu udah fakta geologi sudah. Sudah jutaan tahun seperti itu,” katanya.

Jadi, manusia yang tinggal di lokasi rawan bencana bisa mengantisipasi, ada persiapan mitigasi bencana. Dia contohkan, San Andreas Fault di California, Amerika Serikat, kemudian ada rekayasa dengan membangun jalan layang. Kalau terjadi gempa, jalan layang itu hanya bergeser.

“Sama seperti di Indonesia. Kita harus siap beradaptasi, jalur itu dikosongi

Saat mengajar mahasiswa ilmu geologi, dia menekankan pemahaman betapa manusia kecil dibanding semesta atau bumi ini. Seperti proses erupsi gunung api yang terlihat indah dari kejauhan tetapi sebenarnya kehancuran. Kalau dalam proses itu ada manusia, maka menjadi bencana.

“Prinsip saya sih manusia itu bagian dari bumi. Kecil sekali kita ini. Aku belajar sudah 43 tahun. Pencapaian puncak memahami geologi, ya memahami bumi, memahami diri sendiri,” katanya.

Lagu-lagu yang dia ciptakan bertema jati diri, filosofi Dewi Ruci, siklus bebatuan dan bencana alam.

 

Kampung Mamboro Perikanan yang hancur terlibas tsunami Septermber tahun lalu. Foto: Minnie Rivai/ Mongabay Indonesia

 

Andang Bachtiar, dikenal sebagai ahli geologi merdeka. Alumnus Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) 1984 ini berkiprah di perusahaan minyak sampai November 2000. Dia jadi Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) selama dua periode mulai 2000-2005.

Sejak 2000, mendirikan perusahaan konsultan geologi Geosains Delta Andalan dan memproklamirkan diri sebagai geolog merdeka.

Pada 2007, mendirikan Exploration Think Thank Indonesia (ETTI). Selama 17 tahun menjadi konsultan geologi dengan berkeliling ke hampir seluruh penjuru dunia. Myanmar, Kanada, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Australia, Qatar, Sudan, Iran, Aljazair, dan Amerika. Mulai 2009-2017 mengajar jurusan Geologi Institut Teknologi Medan (ITM), 2011-2017 mengajar Magister Geofisika Reservoir FMIPA Universitas Indonesia.

Bersama Danny Hilman, ahli gempa LIPI, membentuk Tim Peneliti Katastrofi Purba 2012 difasilitasi Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Andi Arief. Dia sebagai koordinator geolog lapangan dan pemboran sampai akhirnya tim itu berevolusi jadi Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM) Gunung Padang. Meneliti Gunung Padang sempat menjadi kontrofersi sampai akhir 2014.

Andang jadi anggota Dewan Energi Nasional (DEN) masa bakti 2014–2019. Kemudian dia mundur secara resmi dari keanggotaan DEN September 2017.

Charles Jalu, yang mengubah puisi Andang jadi lagu, bilang, lebih dulu menggali sosok seorang Andang. Dia mempelajari masa kecil Andang, dan mencari preferensi musiknya.

Charles bilang, sejumlah lagu dikerjakan cepat. Ada yang selesai dalam sehari, ada pula sampai sebulan.

Kadang, katanya, dia harus bertanya makna beragam istilah geologi itu. Setelah dapat penjelasan, baru pembuatan lagu lancar dan selesai.

Rekaman sudah berjalan lancar. Setelah rilis nanti, Andang akan menggelar roadshow dengan prioritas perguruan tinggi yang memiliki jurusan kebumian, kemudian tampil bersama masyarakat umum. Album ini selain tersaji digital di sejumlah platform, juga akan keluar cakram padat sebagai cinderamata bagi kolega Andang. Selain lagu, juga tersedia penjelasan istilah geologi dan dilengkapi film dokumenter.

 

Andang Bachtiar bersama tim penggarap lagu. Foto: Eko Widoanto/ Mongabay Indonesia

 

 

****

Foto utama: Kantor Gubernur Sulawesi Barat, rusak berat terdampak gempa bumi. Foto: BNPB

Exit mobile version