Mongabay.co.id

Pentingnya Informasi Peringatan Dini Arus Laut bagi Para Penyelam

Secara geografis Pulau Bali diapit dua selat, yaitu selat Bali yang menghubungkan Pulau Bali dan Pulau Jawa di sisi barat dan Selat Lombok yang menghubungkan Pulau bali dan Pulau Lombok di sisi timur. Sebagai pulau destinasi wisata, Bali memiliki objek wisata bahari yang menghadap kedua selat tersebut, secara khusus wisata selam.

Jika melihat dari hukum Bernoulli, selat merupakan area pemampatan volume air sehingga besar kemungkinan terjadinya arus horisontal kencang akibat pemampatan energi akibat tekanan air yang besar. Arus kencang merupakan hal yang berbahaya dan perlu di waspadai bagi para penyelam.

Peristiwa musibah hilangnya salah satu staf DKP Provinsi, Bali yang sedang melakukan aktifitas selam di sekitar perairan Gili Tepekong, Objek Wisata Candidasa, Kabupaten Karangasem, Bali (Sabtu, 12 Desember 2020), tentu dapat ditarik sebagai pengalaman pembelajaran yang penting.

Dari kejadian hilangnya penyelam yang berada di selat Lombok dapat dibuat hipotesa sebab terjadinya kecelakaan. Hal ini diakibatkan adanya arus yang membawa penyelam tersebut menjauh dari titik selam. Secara umum, arus dominan yang terjadi di selat ialah arus yang bergerak secara horisontal.

Baca juga: Seorang Peneliti Hiu Hilang Saat Menyelam, Tim SAR Masih Menyisir Perairan Bali Timur

 

 

Arus di laut secara alami merupakan gabungan gerakan partikel air dalam tiga dimensi. Gerakan partikel air dapat berupa arus horisontal (barotropik) pasang surut, arus geostrophik, arus vertikal turbulensi vertikal maupun gerakan vertikal akibat umbalan (upwelling) dari gelombang internal laut.

Lebih lanjut, wilayah timur Indonesia merupakan daerah perlintasan arus baroklinik (perbedaan densitas) yang berasal dari Samudera Pasifik keluar ke Samudera Hindia yang salah satunya melalui Selat Lombok. Arus baroklinik tersebut dikenal dengan nama Arus Lintas Indonesia (ITF-Indonesian Through Flow) atau Arlindo (Arus Lintas Indonesia).

Fenomena Arlindo sendiri diungkap pertama kali oleh peneliti dari Lamont Doherty Earth Observation (LDEO) Prof. Arnold Gordon (USA) bersama peneliti P2O LIPI Dr Ilahude.

Arlindo merupakan aliran massa air yang melintasi Samudera (Atlantik, Pasifik dan Hindia) serta wilayah perairan laut Indonesia (selat) dalam satu sistem Sabuk Penghantar Samudera Raya (The Great Conveyor Belt). Adapun perairan laut Indonesia dilintasi oleh massa air Samudera Pasifik yang bergerak dari bagian barat samudera menuju perairan Samudera Hindia.

Arlindo yang melintas ini disebabkan perbedaan muka laut bagian barat Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia bagian Timur sehingga terjadi gradien tekanan. Gradien tekanan inilah yang mengakibatkan massa air mengalir dari Lautan Pasifik ke Lautan Hindia.

Secara oseanografis, perairan Indonesia memiliki dua fenomena menarik dalam kaitannya dengan keselamatan kegiatan penyelaman yaitu adanya Arlindo dan gelombang internal. Berbagai ekspedisi oseanografi dan observasi dari satelit telah banyak memberikan informasi mengenai  kedua fenomena tersebut yang ada di Selat Lombok.

Dua fenomena oseanografi di selat lombok yaitu Arlindo dan gelombang internal  sangat mempengaruhi pola arus di Indonesia. Usulan kegiatan mitigasi keselamatan penyelaman di Selat Lombok dan beberapa tempat di Indonesia yang dipengaruhi Arlindo dan gelombang internal sudah selayaknya di lakukan.

 

Lokasi diving dimana ada arus bawah. Kanan: Penyelaman di Gili Tepekong, perhatikan gelembung udara menuju ke bawah. Dok: R. Prasetyo

 

 

Arus Lintas Indonesia di Selat Lombok

Sebagai bagian dari arus samudra, Arlindo memiliki arti penting bagi iklim global karena memungkinkan massa air hangat bergerak dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia di garis lintang rendah. Ia berperan dalam sabuk pengangkut panas global, dengan rute lintasan barat dari Selat Makassar lalu keluar melalui Selat Lombok dan mengarah ke timur yaitu ke Laut Banda.

Sedangkan pergerakkan massa air Pasifik Selatan yang lebih asin dan padat melewati Selat Lifamatola menuju Laut Banda. Aliran  massa air tersebut (yang melintasi Laut Banda) akan keluar melalui Laut Timor, Selat Ombai, dan Selat Lombok.

Selain sebagai lintasan, perairan Indonesia merupakan area percampuran (mixing)  massa air dengan massa samudera dikarenakan efek pasang surut, spiral Ekman, dan percampuran massa air hangat di permukaan samudra.

Proses percampuran (mixing) massa air itu adalah satu proses fisis dari kehadiran Arlindo, selain fenomena lainnya seperti upwelling dan downwelling. Proses fisis itu sendiri membawa pengaruh luas, tidak saja bagi bidang oseanografi, tetapi juga bagi bidang lain seperti perikanan, cuaca/iklim serta lingkungan laut dan pantai.

Terjadinya downcurrent (downwelling) atau arus yang bergerak dari permukaan menuju ke dasar perairan dapat sangat membahayakan, khususnya bagi penyelam yang melakukan aktititas penyelaman baik fun dive maupun penyelaman ilmiah.

 

 

 

Keselamatan Penyelaman

Pada pertengahan 2009 E.Elvan Ampou, -penulis artikel ini, sempat mengalami pengalaman tak terlupakan saat melakukan penyelaman di Suana (pesisir timur Pulau Nusa Penida), yang masuk dalam kawasan Selat Lombok.

Saat berada di kedalaman 10m menjelang safety/deco stop, tiba-tiba muncul downcurrent yang terjadi kurang lebih 5 menit. Arus itu membawa apapun ke bawah/dasar perairan. Penulis bisa lolos dari cengkeraman downcurrent setelah bertahan pada dinding karang sambil melawan arus menuju ke permukaan meski fin (kaki katak) sempat lepas. 

Kejadian kedua yaitu tahun 2011 saat kegiatan Marine Rapid Assessment Program (MRAP), di lokasi  Gili Tepekong, Candidasa, Banjar Samuh, Desa Bugbug, Kecamatan/Kabupaten Karangasem. Ketika menuju ke permukaan penulis mengeluarkan sosis selam (diving sausage) di kedalaman 8m, tiba-tiba muncul downcurrent. Yang terjadi berikutnya, -alih-alih ke atas, sosis selam malah langsung meluncur ke bawah.

Dalam hitungan detik, penulis langsung naik ke permukaan (emergency ascent) tanpa melakukan safety/deco stop, dengan cara mengembungkan BCD (Buoyance Compensator Device) dalam kondisi tali sosis yang melilit sekujur tubuh. Dive computer pun saat itu error, 2×24 jam tidak melakukan aktifitas selam.

Penulis lain artikel ini, Rahmadi Prasetyo, pun punya pengalaman serupa. Di lokasi yang sama, -Gili Tepekong yang dijuluki “toilet current” oleh para penyelam mancanegara, saat berada di kedalaman 4m bubble (gelembung udara) yang seharusnya naik ke permukaan malah menuju ke bawah. Dalam hitungan detik Rahmadi langsung berada di kedalaman 12m.

 

Salah satu fin (kaki katak) yang digunakan pada waktu menyelam di Suana, Nusa Penida. Penahan strap pada buckle fin yang rusak akibat melawan arus dan telah di modifikasi. Dok: E.E. Ampou

 

Sambil mengejar buddy selam untuk menghindar arus, Rahmadi mendekat ke dinding karang pulau dan perlahan naik dari kedalaman puluhan meter menuju ke permukaan.

Memperhatikan fenomena yang terjadi di atas, maka sangat penting para penyelam untuk mengantisipasi kejadian tersebut. Bagi para pemangku kepentingan sudah seyogyanya dilakukan langkah-langkah pencegahan sebagai berikut:

[1] Perlu adanya datin (data & informasi) awal/sistem peringatan dini terkait pergerakan Arlindo, secara khusus di daerah yang dilewatinya (contoh: adanya portal/web yang dapat diakses dengan mudah) dalam hal ini Early Warning for Divers (EWDis).

[2] Sosialisasi para pemangku kepentingan seperti Universitas/lembaga riset dan pelaku usaha di bidang pariwisata penyelaman sebagai langkah antisipasi untuk tidak melakukan aktifitas penyelaman khususnya di lokasi-lokasi tertentu yang dilewati fenomena ARLINDO kuat.

 

Referensi:

Ilahude, A.G., and A.L. Gordon (1996) Thermocline Stratification Within the Indonesian Seas, J. Geophys. Res.,  101(C5): 12401-12409.

Gordon, A.L., and R. Fine (1996) Pathways of water between the Pacific and Indian oceans in the Indonesian seas.  Nature, 379(6561): 146-149.

Gordon, A.L.,(2005)  Oceanography of the Indonesian Seas and Their Throughflow. Oceanography 18(4): December 14-27

 

*Dr. Eghbert Elvan Ampou, **Dr. Dwiyoga Nugroho, ***Dr. Rahmadi Prasetyo. * Peneliti Balai Riset dan Observasi Laut, BRSDMKP, KKP.  ** Peneliti Pusat Riset Kelautan, BRSDMKP, KKP  *** Dosen Universitas Dhyana Pura, Bali

 

***

Foto utama: seorang penyelam sedang menuju ke permukaan. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Exit mobile version