Mongabay.co.id

Inilah Momala, Jagung Lokal Berwarna Ungu dari Gorontalo

 

 

Jagung merupakan tanaman serealia atau jenis rumput-rumputan yang bijinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan manusia. Tanaman dengan nama genus Zea Mays ini banyak dijumpai di Indonesia. Selain dijadikan sebagai makanan pokok, jagung juga diolah menjadi cemilan, minyak sayur, tepung, dan juga pakan ternak. Meski ditemukan di banyak tempat di Indonesia, jagung sendiri bukanlah tanaman asli Nusantara.

Banyak ilmuwan yang percaya bahwa asal muasal jagung datang dari Amerika Tengah, yakni Meksiko. Hal ini juga didukung dengan ditemukannya fosil tepung sari dan tongkol jagung dalam gua, dan kedua spesies mempunyai keragaman genetik yang luas. Spesies liar jagung [Teosinte] yang berasal dari lembah Sungai Balsas di Meksiko Selatan, dipercaya sebagai nenek moyangnya tanaman jagung.

Jagung telah dibudidayakan di Meksiko bagian selatan sekitar 8.000-10.000 tahun lalu. Seiring dengan ditemukannya bukti genetik, antropologi, dan arkeologi yang menunjukkan bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah dan dari daerah inilah jagung tersebar dan ditanam di seluruh dunia.

Menurut ahli biologi evolusi, jagung yang ada sekarang telah mengalami evolusi dari tanaman serealia primitif, yang bijinya terbuka dan jumlahnya sedikit, menjadi tanaman yang produktif, biji banyak pada tongkol tertutup. Tentunya, mempunyai nilai jual tinggi dan banyak ditanam sebagai bahan pangan.

Baca: Pandemi Corona: Perkuat Keragaman Pangan, Indonesia Sehat Bukan Hanya Beras

 

Momala, jagung lokal Gorontalo berwarna ungu. Varietas ini tidak banyak ditemukan, hanya di wilayah tertentu di Gorontalo. Foto: Anie Annisa/Mongabay Indonesia

 

Di Indonesia, jagung memiliki keanekaragaman sehingga memunculkan varietas-varietas lokal. Di Gorontalo, salah satu provinsi yang menjadikan jagung sebagai komoditas utamanya, memiliki beberapa varietas jagung lokal. Salah satunya adalah jagung momala.

Pada 16 Januari 2018, jagung momala diresmikan oleh Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian, Kementerian Pertanian RI, sebagai varietas lokal. Sebarannyanya ada di Desa Pangeya, Sari Tani, Bongo I, Bongo II, Bongo III, Raharja, Tanjung Harapan, Dimito, dan Desa Dulohupa di Kabupaten Gorontalo.

Sebuah penelitian yang dipublikasikan di Jurnal Jambura Edu Biosfer (2019), disebutkan bahwa jagung varietas momala di Gorontalo ini bisa dikenali dari warna khas dari bijinya yaitu warna ungu. Jagung ini belum tersebar dikalangan masyarakat Gorontalo, dikarenakan petani lebih tertarik pada jagung hibrida yang dibagikan gratis oleh pemerintah, sehingga pemanfaatan jagung potensi lokal ini berkurang, bahkan hampir punah.

Baca juga: Petani di Madura Tanam Jagung Lokal buat Ketahanan Pangan Keluarga

 

Jagung lokal Gorontalo lainnya yang dinamakan Boni-bonia. Foto: Anie Annisa/Mongabay Indonesia

 

Penelitian berjudul Karakterisasi Morfologi dan Analisis Proksimat Jagung Varietas Momala Gorontalo, yang ditulis oleh Rizal Suleman dkk, menjelaskan mengenai analisis proksimat yang merupakan kandungan zat gizi menyeluruh; meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lipida, dan kadar karbohidrat.

Sayangnya, para peneliti menyebut bahwa budidaya tanaman jagung varietas momala Gorontalo masih kurang bahkan hampir tidak ada. Ini dikarenakan, setelah jagung dipanen masyarakat hanya mengolahnya menjadi beras jagung atau diolah menjadi makanan binthe biluhuta atau jagung siram [sejenis sup] yang merupakan makanan khas Gorontalo.

“Dan hanya satu orang saja dari satu kecamatan di Kabupaten Gorontalo yang masih menyimpannya untuk digunakan sebagai bibit,” ungkap peneliti.

Penelitian itu juga membandingkan kandungan proksimat jagung momala dengan empat varietas lainnya sebagai pembanding, yaitu: pena tunu’ ana’, piet kuning, gumarang, dan lamuru. Hasilnya, kadar air pada jagung momala adalah 14,82 ± 0,04 %, sedangkan kadar air dari varietas pembanding yang tertinggi yaitu tunu’ ana’ sebesar 10,49±0,01%.

“Untuk kandungan protein momala sebesar 11,51 ± 0,24 %, dan yang terendah adalah jagung varietas gumarang sebesar 6,88±0.01 %,” tulis peneliti.

 

Binthe biluhuta adalah jagung siram [sejenis sup] yang merupakan makanan khas Gorontalo. Foto: Wikimedia Commons/ Supardisahabu/Creative Commons Atribusi-Berbagi Serupa 4.0 Internasional

 

Untuk kadar lemak, varietas momala memiliki kadar relatif rendah dibanding lainnya yaitu sebesar 4,62 ± 0,48%. Karbohidrat pada momala juga lebih rendah dari varietas lainnya, berkisar 67,68 ± 0,67%, sedangkan tunu’ ana’, piet kuning, gumarang dan lamuru masing-masing di atas 70%.

Sementara berdasarkan karakter morfologi, jagung momala sesuai penelitian tersebut bercirikan rata-rata tinggi tanaman 146,47 cm; tinggi tongkol 73,88 cm; lingkar batang 8,46 cm; jumlah daun 12 helai; panjang helaian daun 86,59 cm; panjang pelepah daun 16,25 cm; dan lebar daun 8,71 cm.

Sedangkan pewarnaan antosianin pada ruas 5,086 %; pada bulir 5,86 %; pada rambut jagung 83,76 %. Untuk panjang tongkol rata-rata 12,58 cm; diameter tongkol 3,34 cm; bobot tongkol 88,58 gram, bobot tongkol tanpa kelobot 60,74 gram, serta rata-rata jumlah biji per baris 20 biji, dan berat 1.000 butir 272 gram.

“Arah helaian daun sedikit melengkung, bentuk ujung daun runcing.”

 

Di Indonesia, jagung memiliki keanekaragaman yang memunculkan varietas-varietas lokal. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Menurut penelitian tersebut, sumber daya genetik [plasma nutfah] lokal Gorontalo sepatutnya mendapat perhatian dari masyarakat Gorontalo itu sendiri, karena informasi jagung lokal ini harus diperbarui setiap tahunnya.

Berbagai penelitian harus dilakukan agar masyarakat semakin tahu karakter jagung lokal Gorontalo sehingga dapat melestarikan kembali jagung varietas lokal.

 

 

Exit mobile version