Mongabay.co.id

Akhirnya, Elang dan Julang yang Dipelihara di Rumah Dinas Gubernur Aceh Diserahkan ke BKSDA

 

 

Sembilan individu burung berstatus dilindungi yang sebelumnya dipelihara di rumah dinas Gubernur Aceh pada Kamis, 11 Maret 2021, diserahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh.

Sejumlah burung yang sebelumnya dipelihara di rumah dinas Wakil Gubernur, yang saat ini ditempati Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, adalah satu julang emas [Rhyticeros undulatus], satu elang hitam [Ictinaetus malaiensis], empat elang bondol [Haliastur indus], dan tiga elang brontok [Nisaetus cirrhatus].

Burung-burung tersebut belum diketahui secara pasti, berapa lama sudah terkurung di sangkar.

Berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor: P. 106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/20218 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, julang emas, elang hitam, elang bondol, dan elang brontok merupakan jenis satwa dilindungi.

Baca: Mewaspadai Perburuan Rangkong Gading di Hutan Leuser

 

Julang emas ini sebelumnya berada di rumah dinas Gubernur Aceh dan telah diserahkan ke BKSDA Aceh, Kamis [11/3/2021]. Foto: Facebook/ Danurfan

 

Keberadaan satwa itu, baru diketahui masyarakat Aceh setelah seorang warga bernama Danurfan, memberitakan di akun media sosialnya.

“Saya mendapat informasi bahwa di kediaman Gubernur Aceh ada burung jenis julang emas dan elang. Yang saya tahu, itu hewan terancam punah [Appendix II] yang saat ini dilindungi negara. Memilikinya adalah perbuatan melanggar hukum. Secara nurani, apa gak dikembalikan saja pak? Setidaknya, ini sangat memberikan edukasi kepada kami, masyarakat Aceh, untuk selalu menjaga alam dan satwa tetap lestari di habitatnya. Saya yakin Bapak Gubernur cukup bijaksana dalam hal memberi contoh yang baik,” tulis Danurfan di akun Facebook disertai beberapa foto satwa tersebut.

Danurfan mengaku, prihatin mendapatkan rumah dinas yang ditempati Gubernur Aceh itu terdapat satwa dilindungi.

“Seharusnya, Gubernur Aceh menjadi contoh yang baik dengan menyerahkan burung-burung tersebut ke BKSDA Aceh,” sebut Danurfan, Kamis [11/3/2021].

Baca: Perburuan Satwa Liar di Hutan Leuser Nyata dan Meresahkan

 

Elang ini juga berada di rumah dinas Gubernur Aceh dan telah diserahkan ke BKSDA Aceh, Kamis [11/3/2021]. Foto: Facebook/ Danurfan

 

Informasi yang diterima Mongabay Indonesia, di kompleks rumah dinas itu, julang emas dan delapan elang dikurung dekat aula. Siapa saja yang pergi ke aula rumah dinas bisa melihatnya.

Kasubbag TU BKSDA Aceh, Erwan Chandra mengatakan, bagian rumah tangga rumah dinas Gubernur Aceh menghubungi BKSDA Aceh dan menyerahkan burung-burung tersebut.

“Kami tidak menyita burung-burung itu, tapi diserahkan ke kami sukarela,” jelasnya, Kamis [11/3/2021].

Erwan mengaku, berita acara penyerahan satwa dilindungi itu berasal dari rumah dinas Gubernur Aceh ke BKSDA Aceh, yang seharusnya ditandatangani istri Gubernur Aceh, Dyah Erti Idawati.

“Karena beliau tidak ada ditempat, tanda tangan diwakilkan orang lain,” tuturnya.

Erwan mengaku tidak mengetahui secara pasti asal usul satwa itu, termasuk berapa lama sudah diurus oleh pengurus rumah dinas Wakil Gubernur Aceh, sebelumnya.

“Kami hanya fokus pada penyerahan, tidak ditanya detil, termasuk asal usul burung-burung itu,” ungkapnya.

 

Sepatutnya hidup burung elang itu di hutan, bukan dalam sangkar, sebagaimana fungsinya sebagai pemangsa puncak. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Jangan pelihara

Kepala Dinas Peternakan Aceh Rahmandi, yang ikut menghadiri penyerahan satwa bersama staf bagian aset Kantor Gubernur Aceh mengatakan, Gubernur Aceh mengizinkan burung tersebut dipelihara bukan sebagai hobi, tapi hanya untuk menyelamatkan.

“Setelah dilihat cukup sehat, burung-burung itu diserahkan kepada BKSDA Aceh. Burung-burung tersebut termasuk satwa langka yang sudah semestinya dilindungi dan sekarang sudah berada di BKSDA Aceh,” jelasnya.

 

Di hutan, rangkong memiliki fungsi penting sebagai penebar biji yang otomatis meregenerasi pepohonan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Direktur Flora Fauna Aceh, Dewa Gumay mengatakan, seharusnya Gubernur Aceh diperiksa oleh penegak hukum karena telah memelihara satwa dilindungi tanpa izin.

“Dalam aturan yang ada, termasuk Qanun Aceh Nomor: 11 Tahun 2019 tentang pengelolaan satwa liar, dijelaskan bahwa hanya lembaga yang memiliki izin yang boleh memelihara satwa dilindungi,” terangnya, Jumat [12/3/2021].

Menurut Dewa Gumay, jika kasus pemeliharaan satwa dilindungi itu tidak diproses sesuai undang-undang yang berlaku, akan menjadi contoh buruk bagi masyarakat.

“Masyarakat akan menilai, hukum lebih tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Terlebih lagi, Undang-Undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya atau UU Nomor 5 tahun 1990 telah berusia cukup lama. Jadi, tidak ada alasan karena menyerahkan satwa peliharaan, akan tetapi pelakunya tidak dihukum,” paparnya.

 

 

Exit mobile version