Mongabay.co.id

Limbah Medis COVID-19 di NTT Kian Menggunung. Bagaimana Penanganannya?

 

Pandemi Corona menyebabkan timbulan limbah medis, seperti masker, alat pelindung diri berupa baju hazmat, sarung tangan, serta botol dan jarum suntik.

Dalam surat edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.2/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan COVID-19 menyebutkan penyimpanan limbah infeksius dalam kemasan yang tertutup paling lama dua hari sejak dihasilkan.

Pemusnahan limbah medis ini dilaksanakan di fasilitas insinerator dengan suhu pembakaran minimal 800 derajat celcius atau menggunakan autoclave (alat sterilisasi) yang dilengkapi dengan pencacah.

Residu hasil pembakaran atau cacahan hasil autoclave dikemas dan dilekati simbol ‘Beracun’ dan label Limbah B3 dan selanjutnya disimpan di Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 yang selanjutnya diserahkan kepada pengelola limbah B3.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar saat Hari Peringatan Sampah Nasional 2021 di Jakarta, Senin (22/2/2021) mengatakan timbulan sampah medis selama pandemi Corona meningkat 30 persen dari masa normal.

Dikutip dari Kompas, Selasa (23/2/2021), Siti mengatakan dari data yang dimiliki, ada 2.867 rumah sakit di Indonesia dengan timbulan sampah mencapai 383 ton per harinya.

Data dari KLHK, jumlah rumah sakit yang mempunyai izin pengolahan limbah B3 per 19 Februari 2021 sebanyak 120 fasilitas dengan kapasitas 75 ton/hari. Selain itu, jasa pengolahan limbah B3 bertambah mencapai 20 perusahaan yang memiliki total kapasitas lebih dari 384 ton/hari.

“Sebaran perusahaan dan rumah sakit dengan fasilitas pengolah limbah medis yang belum merata masih menjadi kendala. KLHK telah membangun 6 fasilitas pemusnah limbah medis di Sulawesi Selatan, Aceh, Sumatera Barat, NTT, NTB dan Kalimantan Selatan,” paparnya.

baca : Dampak Limbah Medis Saat Pandemi

 

Petugas medis dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka,NTT sedang mengambil sampel swab dari pelaku perjalanan yang menjalani karantina. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Siti mengharapkan hingga akhir tahun 2024 sudah terbangun pengolahan limbah medis di 27 lokasi lain.

Dengan begitu, sebutnya, pengolahan limbah medis dekat dengan sumbernya sehingga tidak ada hambatan soal jarak dan biaya pengolahannya.

 

Fasilitas Pengolahan Tersedia

Data limbah medis di RS TC Hillers Maumere, Kabupaten Sikka selama tahun 2020 sejumlah 28,102 ton. Sementara limbah medis dari pihak luar sebanyak 530 kg.

Limbah COVID-19 selama tahun 2020 sebanyak 709,5kg. Perinciannya, bulan Maret 2020 sebanyak 42 kg, April 169 kg, Mei 173 kg, Agustus 22 kg, September 159 kg, November 21 kg serta Desember sebanyak 123,5 kg. Untuk tahun 2021, bulan Januari sebanyak 187 kg dan Februari 172,5 kg.

Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, dr.Clara Yosephine Francis,MPH saat ditanyai Mongabay Indonesia, Rabu (3/3/2021) menjelaskan pemusanahan limbah COVID-19 dilakukan menggunakan insinerator.

Clara menyebutkan Dinas Kesehatan (Dinkes) sudah menandatangani kerjasama dengan RS TC Hillers Maumere terkait pengolahan limbah COVID-19. Limbah medis COVID-19 dikumpulkan dari semua Puskesmas dan sekali dikirim sebanyak 20 kg.

Ia menjelaskan banyaknya limbah medis tergantung dari banyaknya pengambilan sampel swab serta pasien COVID-19 yang meninggal dunia.

Pihaknya membuat jadwal sehari maksimal mengambil swab 20 kali sehingga menghemat waktu dan penggunaan APD agar limbah medis bisa ditekan.

“Paling banyak ada pemakaman pasien COVID-19 karena harus melibatkan 12 orang. Limbah jarum suntik dan vial diletakan di dalam box kuning sementara limbah COVID-19 lainnya diletakkan di dalam kantong plastik,” ucapnya.

Clara mengatakan klinik dan rumah sakit swasta disarankan untuk bekerjasama dengan RS TC Hillers Maumere terkait pengolahan limbah medis COVID-19.

baca juga : Meninjau Aturan dan Pengelolaan Limbah Infeksius dan Sampah Rumah Tangga Era COVID-19

 

Usai pengambilan sampel swab,petugas kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, NTT, melepaskan baju hazmat untuk dimasukan ke dalam kantong plastik dan dibawa ke tempat penampungan. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Staf Instalasi Sanitasi RS TC Hillers Maumere Fransiskus Lepa Palle kepada Mongabay Indonesia mengatakan pihaknya telah memiliki mesin insinerator kapasitas 200 kg.

Chiko sapaannya menyebutkan mesin insinerator tersebut telah beroperasi sejak bulan November 2019. Menurutnya dalam sehari dilakukan pembakaran limbah medis dan limbah medis COVID-19 sebanyak 200 kg.

“Sehari beroperasi sehari harus beristirahat agar mesin incinerator bisa awet. Abu sisa pembakaran pun ditimbun di dalam bak penampung khusus yang disiapkan,” ungkapnya.

Chiko menyebutkan untuk limbah medis dan limbah medis COVID-19 berbahan kaca dan plastik untuk sementara ditimbun di rumah penampungan di seberang rumah mesin insinerator.

Ia tegaskan harus ada mesin autoclave, mesin pencacah sehingga limbah tersebut bisa diolah. Mesin autoclave sudah ada anggaran dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2021.

“Kami masih menunggu kedatangan mesin autoclave yang direncanakan tahun ini tiba. Apabila mesinnya sudah ada maka sampah plastik sudah bisa dicacah,” ucapnya.

Terkait limbah medis COVID-19 dari klinik swasta, Chiko katakan pihaknya tidak menerima karena izin yang mereka kantongi untuk fasilitas kesehatan yang menangani pasien Covid-19.

“Izin pengolahan limbah medisnya sedang kami urus lagi agar bisa melayani limbah medis dari fasilitas kesehatan milik swasta,” tuturnya.

baca juga : Buruknya Penanganan Sampah Medis Bisa Perparah Pandemi

 

Petugas kesehatan menyemprotan disinfektan pada limbah medis COVID-19 di dalam kantong plastik sebelum dibawa ke mobil untuk disimpan di tempat pembuangan limbah medis. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Insinerator Bantuan Pusat

Data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTT menyebutkan ada 22 rumah sakit rujukan COVID-19 di NTT dan semuanya belum memiliki insinerator mandiri.

Dari tahun 2019-Maret 2020, pengolahan limbah di Kupang memakai insinerator RS Boromeus yang bisa memusnahkan 201.445 ton limbah medis. Saat pandemi Corona, pemerintah bekerja sama dengan PT Sarana Agra Gemilang (PT Semen Kupang) untuk memusnahkan limbah medis.

Terdapat 3 zona pemetaan rumah sakit yakni  PulauTimor sebanyak 27 rumah sakit, Flores ada 16  dan Sumba ada 7 rumah sakit.

Direktur RS St Carolus Borromeus Kupang, dr. Herly Soedarmadji saat ditanyai Mongabay Indonesia menyebutkan pengolahan limbah medis di rumah sakit swasta semuanya dilakukan oleh DLHK NTT.

Herly menjelaskan limbah medis di rumah sakit swasta ini sehari berkisar antara 10 kg sampai 15 kg. Dua hari sekali, mobil limbah dari UPTD PSLB3 DLHK NTT akan datang mengambil limba medis di rumah sakit.

“Kami sudah tidak mengolah limbah medis lagi dan semuanya dibakar di insinerator DLHK NTT. Dua hari sekali limbah medis kami diangkut,” ucapnya.

Direktur WALHI NTT Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi kepada Mongabay Indonesia mengharapkan agar penanganan limbah medis di NTT harus dikontrol ketat.

Umbu Wulang tegaskan pemerintah NTT harus mentaati perintah UU No.18/2008 tentang pengelolaan sampah terutama dalam aspek pengurangan produksi residu atau sampah.

“Harus ada kebijakan dan implementasi pengelolan limbah B3 medis dan non medis di NTT berbasis pulau. Mencegah dan menghentikan pembuangan sampah an organic dan limbah B3 di laut NTT,” tegasnya.

perlu dibaca : Laut Indonesia dalam Ancaman Sampah Medis COVID-19

 

Tempat pengolahan limbah medis termasuk limbah medis COVID-19 menggunakan mesin insinerator di RS TC Hillers Maumere, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Sedangkan Kepala Dinas LHK NTT Ondy Christian Siagian Dikutip dari victorynews.id, Selasa (4/2/2021) menjelaskan, beroperasinya mesin incinerator yang dikelola pihaknya untuk mengurai limbah B3.

Ondy katakan ada 45 ton lebih  sampah medis di Kota Kupang akibat adanya peningkatan jumlah pasien Covid-19. Sampah medis dari berbagai rumah sakit tersebut telah diolah di mesin incinerator DLHK NTT.

“Mesin incinerator ini melayani pembakaran limbah B3 untuk rumah sakit di Pulau Timor, Rote Ndao, Alor dan Sabu Raijua. Sekarang sudah dibangun mesin incinerator di Labuan Bajo dan akan beroperasi bulan Maret untuk melayani di pulau Flores dan Lembata, “ terangnya.

Sedangkan untuk Pulau Sumba, jelas Ondy, lahan sudah tersedia di Sumba Tengah sehingga proses pembangunan tahun ini dilaksanakan.

Kepala Bidang Pembinaan DLHK NTT, Rudy Lismono mengungkapkan mesin Incinerator sumbangan KLHK dan dikelola DLHK NTT memiliki kapasitas pembakaran 100 kg/hari.

Rudy jelaskan dalam sehari mesin yang memiliki panas 800 C° sampai 1000 C° itu dapat beroperasi maksimal 14 jam dengan jumlah sampah medis yang dibakar ± 1,4 ton.

Dia mengaku ada 4 rumah sakit yang telah bekerjasama guna membakar limbah medis. Empat rumah sakit tersebut yakni RSUD Prof. Dr. WZ Johannes Kupang, rumah sakit swasta Siloam, Kartini, dan Carolus Boromeus.

“Ada 12 rumah sakit rujukan di Pulau Timor, Rote Ndao, Alor dan Sabu Raijua yang akan di layani pembakaran limbah B3. Kalau rumah sakit yang tidak dilayani, mereka memiliki incinerator sendiri,” jelasnya.

 

Exit mobile version