Mongabay.co.id

Penelitian: Hiu Paus Mampu Menyembuhkan Lukanya Sendiri

Seorang peneliti sedang menyelam bersama hiu paus atau whale sharks di Teluk Cendrawasih, Papua. Foto : Shawn Heinrichs / Conservation International

 

 

Seperti kita ketahui, hiu paus [Rhincodon typus] atau whale shark merupakan satwa yang ramah dengan manusia. Kemunculan hiu paus secara periodik di suatu tempat bahkan dianggap sebagai berkah karena dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata. Kehadirannya dijadikan sebagai wisata minat khusus untuk menarik wisatawan, baik itu domestik maupun mancanegara.

Misalkan di Botubarani, Gorontalo, hiu paus menjadi destinasi utama bagi para pengunjung. Lokasinya tak begitu jauh dari pusat kota. Pengunjung pun dengan mudah berinteraksi, cukup naik perahu yang tak sampai lima menit atau dengan cara snorkeling.

Namun, aktivitas pariwisata yang tidak dikontrol dapat memberikan dampak buruk pada hiu paus. Satwa laut raksasa ini berisiko terluka akibat tubuhnya kerap bertabrakan dengan perahu nelayan atau perahu pengunjung.

Baca: Hiu Paus, Termasuk Kelompok Ikan atau Mamalia?

 

Seorang peneliti sedang menyelam bersama hiu paus atau whale sharks di Teluk Cendrawasih, Papua. Foto: Shawn Heinrichs/Conservation International

 

Terbaru, para peneliti melaporkan temuan menggembirakan bahwa satwa laut dengan tubuh yang bisa mencapai panjang 20 meter ini, memiliki kemampuan menyembuhkan luka sendiri yang cukup cepat. Penelitian berjudul Wound-healing capabilities of whale sharks [Rhincodon typus] and implications for conservation management” ditulis oleh Freya Womersley, James Hancock, Cameron T Perry, David Rowat dan dipublikasikan di jurnal Conservation Physiology, edisi 4 Februari 2021.

Temuan ini mengungkapkan, cedera atau luka pada hiu paus dapat sembuh dalam hitungan minggu. Para peneliti juga menemukan bukti bahwa sebagian sirip punggung hiu paus yang luka dapat tumbuh kembali.

Meski begitu, luka antropogenik akan lebih sering karena meningkatnya aktivitas laut komersial dan rekreasi. Hiu paus sangat berisiko cedera karena penggunaan air permukaan dan kepentingan wisata satwa liar, tabrakan dengan perahu akan semakin meningkat. Untuk melakukan penelitian, para peneliti mengumpulkan sumber data berupa indentifikasi foto yang diunduh di website Wildbook for Whale Sharks dari dua lokasi yang ada di Samudera Hindia.

“Temuan dasar ini memberi kami pemahaman awal tentang penyembuhan luka pada hiu paus. Jadi kami menemukan teknik pemantauan dan analisis cedera satwa ini dari waktu ke waktu,” ungkap Freya Womersley, penulis utama yang juga seorang mahasiswa PhD dari University of Southampton, berbasis di Marine Biological Association, Inggris.

Baca: Penelitian: Inilah Pola Kemunculan Hiu Paus di Gorontalo

 

Kehadiran hiu paus di pantai Botubarani, Gorontalo telah menjadi magnet bagi wisatawan. Tampak pengujung berinteraksi dengan hiu paus. Foto: Adiwinata Solihin

 

Para peneliti mengikuti perkembangan penyembuhan hiu paus dengan menyelediki karakteristik cedera dan mengukur jangka waktu penyembuhan. Luka tersebut diukur dari waktu ke waktu dengan menggunakan metode standarisasi gambar. Hasilnya menunjukkan, pada hari ke-25, luas permukaan yang mengalami cedera utama menurun rata-rata 56 persen dan kasus penyembuhan paling cepat menunjukkan pengurangan luas permukaan sebesar 50 persen dalam empat hari.

Setelah itu, semua luka mencapai titik penutupan 90 persen dari luas permukaan pada hari ke-35. Juga, terdapat perbedaan percepatan penyembuhan berdasarkan jenis luka dengan laserasi [penyobekan] dan lecet yang membutuhkan waktu 20 dan 22 hari untuk mencapai kesembuhan 90 persen.

“Dengan menggunakan metode baru ini, kami dapat menentukan bahwa hiu paus dapat sembuh dari cedera yang sangat serius dalam jangka waktu berminggu dan berbulan. Artinya, kami saat ini memiliki pemahaman yang lebih baik tentang cedera dan dinamika penyembuhan hiu paus, yang bisa menjadi sangat penting untuk pengelolaan konservasi,” ujar Freya sebagaimana dilansir dari Science Daily.

Baca: Konservasi Hiu Paus Perlukan Data Populasi dan Pola Migrasi. Untuk Apa?

 

Luka di permukaan tubuh hiu paus yang perlahan sembuh. Foto: Dok. Jurnal Conservation Physiology, edisi 4 Februari 2021

 

Menurut Freya, kemampuan penyembuhan ini menunjukkan bahwa hiu paus mungkin tahan terhadap dampak yang disebabkan oleh manusia. Akan tetapi, ia mencatat bahwa bisa jadi ada banyak dampak cedera lain yang kurang dikenali pada satwa laut ini, seperti berkurangnya kebugaran, kapasitas mencari makan, dan terjadi perubahan perilaku, sehingga cedera pada hiu paus perlu dicegah.

Hiu paus telah mengalami penurunan populasi secara global dari berbagai ancaman akibat aktivitas manusia. Freya mengatakan bahwa betapa pentingnya bagi kita untuk meminimalkan dampak manusia terhadap hiu paus dan melindungi spesies laut raksasa ini karena mereka rentan terhadap ancaman, terutama di tempat interaksi. Ia berharap, studi dasar seperti ini dapat memberikan bukti penting bagi pengambil keputusan untuk mengelola dan melindungi masa depan hiu paus.

Baca juga: Pandemi dan Hari Lingkungan Hidup, Momen Benahi Habitat Hiu Paus di Botubarani

 

Luka pada hiu paus yang sembuh dengan sendirinya. Foto: Dok. Jurnal Conservation Physiology, edisi 4 Februari 2021

 

Di Gorontalo, yang merupakan salah satu destinasi wisata hiu paus di Indonesia, kemunculannya satwa ini dicatat oleh enumerator setiap hari. Petugas enumerator melakukan monitoring dengan melakukan pengambilan identifikasi foto. Di pangkalan utama, yang merupakan pintu masuk untuk melihat hiu paus, terdapat kalender musim kemunculan yang selalu diisi oleh petugas pemantau. Sehingga, pola kemunculannya diketahui.

“Jika hiu paus mengalami cedera, penelitian seperti ini dapat membantu tim lokal untuk memperkirakan usia cedera dan membuat penilaian tentang di mana dan bagamana hal itu ditimbulkan. Tentunya, berdasarkan pengetahuan tentang pergerakan hiu paus dan kecenderungan untuk kembali ke lokasi yang sama,” ungkap Freya.

 

 

Exit mobile version