Mongabay.co.id

Riau Masuki Kemarau, Waspada Kebakaran Gambut

Petugas Badan Penanggulan Bencana Daerah kota Pekanbaru bersama TNI dan Polri memadamkan api di kawasan hutan lindung yang berbatasan dengan lahan masyarakat di Kecamatan Rumbai Pesisir, Pekanbaru, Riau, Senin (1/3/2021) malam. Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di wilayah provinsi Riau menjadi ancaman baru ditengah Pandemi Covid-19. (Wahyudi/Mongabay)

Petugas Badan Penanggulan Bencana Daerah kota Pekanbaru berusaha memadamkan api yang membakar hutan di Pekanbaru, Riau, Senin (1/3/2021) malam. Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di wilayah provinsi Riau menjadi ancaman baru ditengah Pandemi Covid-19. (WAHYUDI)

 

 

 

 

Kemarau melanda beberapa daerah di Indonesia, seperti Riau. Kebakaran hutan dan lahan pun menghantui. Terlebih di masa pandemi COVID-19, karhutla yang berujung kabut asap bisa meningkatkan risiko kesehatan warga.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru menyebut, kemarau tahun ini jauh lebih kering dibandingkan 2020 dan akan meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan gambut.

Pada 15 Februari 2021, Gubernur Riau Syamsuar menetapkan status siaga karhutla dan akan berlaku sampai 31 Oktober 2021. Penetapan itu setelah empat kabupaten di Riau terjadi kebakaran hutan.

Sejak awal tahun hingga Senin (10/3/21), data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau menyebutkan, luas kebakaran hutan tahun ini sudah 657,71 hektar.

BMKG Pekanbaru, Senin (15/3/21) mendeteksi 183 titik panas di Sumatera. Dari jumlah itu 169 titik panas berada di RIau. Hanya tujuh titik dengan tingkat kepercayaan rendah, selebihnya sedang dan tinggi. Kabupaten Bengkalis paling banyak sekitar 118 titik panas diikuti Pelalawan 34, Kepulauan Meranti 16 dan Kota Dumai satu titik.

Bengkalis paling luas lahan terbakar sekitar 200 hektar lebih, Indragiri Hilir (122,5 hektar), Dumai (109 hektar) dan Siak (72,9 hektar). Kepulauan Meranti (35,5 hektar), Rokan Hilir (31 hektar) dan Indragiri Hulu (25 hektar).

Jim Gofur, Kepala Bidang Kedaruratan BPBD Riau kepada Antara, mengatakan, 10 dari 12 kabupaten di Riau alami kebakaran. Untuk mengendalikan kebakaran meluas, BNPB akan mengirimkan helikopter untuk mendukung pemadaman dengan teknologi modifikasi cuaca. Saat ini, baru ada satu heli dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk patroli udara sekaligus water bombing.

“Pemerintah pusat saat ini menyiapkan untuk TMC di Riau. Mudah-mudahan dalam pekan ini juga sudah bisa dilakukan TMC,” kata Gofur.

 

Tim Manggala Agni Siak memadamkan api di Desa Temusai. Foto: Manggala Agni  Riau

 

Di Kampar, kebakaran lahan gambut terjadi Selasa (9/3/21), di Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, berbatasan dengan Kota Pekanbaru, sekitar empat hektar.

Edwin Putra, Koordinator Wilayah Manggala Agni Riau mengatakan, tim Manggala Agni wilayah operasi Pekanbaru turun memadamkan api. Karena kondisi gambut, baru bisa padam setengah hektar.

“Ini hari pertama kebakaran. Kita langsung turun ke lapangan untuk memadamkan. Ada empat hektar. Proses pemadaman dari pagi. Ada dua pompa mesin dan alat pemadaman tangan. Hasilnya belum (bisa dipadamkan),” katanya kepada Mongabay pekan lalu, seraya bilang, kondisi gambut dan akses jauh hingga harus mobilisasi alat.

Lahan yang terbakar di Kampar berupa semak belukar. Lahan itu sudah dikelilingi kanal tampak baru dibuat. Edwin menduga, lahan ini tahap persiapan tanam. “Semak belukar tapi ada persiapan tanam. Parit seperti baru dan rapi. Kami menduga ini untuk kebun.”

Tim Manggala Agni juga memadamkan kebakaran gambut di Desa Temusai, Kecamatan Bunga Raya, Siak. Luas areal terbakar hingga hari keempat mencapai delapan hektar. Penyebaran api sudah bisa terlokalisasi dengan membuat sekat bakar pakai dua alat berat.

“Di lokasi ini kita akan fokus memadamkan di bagian tengah. Penyebaran api sudah berhasil kita sekat dengan sekat mekanis menggunakan alat,” kata Edwin.

Untuk kebakaran gambut di Desa Lubuk Gaung, Kecamatan Sungai Sembilang, Dumai mulai bisa dikendalikan. Pemadaman juga terbantu dengan hujan deras mengguyur daerah itu akhir pekan lalu dengan luas lebih 50 hektar.

Saat ini, katanya, tahap pendinginan. Meski demikian beberapa titik masih mengeluarkan asap. Kepulan asap itu penanda kebakaran masih jalan di bagian dalam gambut.

“Pasca hujan masih ada titik-titik asap. Tapi ini berada di pinggir dan terjangkau bagi tim pemadam. Kebakaran sudah dua minggu.”

Kebakaran hutan hebat juga terjadi di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil, Bengkalis, sekitar 100 hektar lebih. Dalam keterangan kepada media, Suharyono, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyebut, kebakaran berawal dari lahan yang disiapkan jadi kebun sawit.

“Kami melihat titik awal kebakaran itu ada unsur kesengajaan. Karena di lokasi ada dugaan pembukaan lahan dengan cara dibakar.  Api meluas ke Giam Siak Kecil,” kata Suharyono kepada media.

Lokasi kebakaran sulit terakses, cuaca panas dan sedikit sumber air menyebabkan pemadaman terkendala. Pemadaman pun dibantu dari udara melalui water bombing selama tiga hari berturut-turut.

Edwin Putra dari Manggala Agni mengatakan, patroli udara beberapa hari terakhir di areal ini tidak lagi menemukan titik api. Proses pemadaman, katanya, terbantu hujan deras di habitat penting harimau dan gajah Sumatera ini.

Pantauan Mongabay pada Selasa (9/3/21) malam, asap tipis mulai menyelimuti sebagian Kota Pekanbaru. Ini terlihat di sepanjang Jalan Sudirman dekat Bandara Sultan Syarif Kasim II dan Jalan Arifin Ahmad. Meski demikian, tak tercium aroma khas lahan gambut yang terbakar.

BMKG menyebut, kabut bukan asap melainkan partikel kering yang mengambang di udara. “Dari hasil pantauan kami belum asap,” kata Ahmad Agus Widodo, analis meteorologi BMKG Pekanbaru.

Jarak pandang Rabu (10/3/21), di daerah pantauan seperti Tambang hanya enam kilometer. Juga terjadi di Dumai dan Pelalawan. Jarak pandang di Rengat, Indragiri Hulu dan Pekanbaru hanya lima kilometer. Pendek jarak pandang ini, dia sebut sebagai udara kabut atau haze karena partikel kering mengambang di permukaan.

Sementara di Indragiri Hulu, kebakaran hebat terjadi awal Maret. Puluhan hektar gambut terbakar di Desa Tanjung Sari, Kecamatan Kuala Cinaku dan di Desa Rawa Bangun, Rengat. Di Tanjung Sari, luas terbakar sekitar lima hektar. Kebakaran diperkirakan karena ada penyiapan lahan untuk kebun nenas.

Darmawi, warga Kuala Cinaku mengatakan, kebakaran berlangsung lima hari dan padam ketika hujan deras mengguyur wilayah itu pekan lalu. “Kalau di Rawa Bangun lebih luas daripada di Tanjung Sari. Itu kebun sawit masyarakat yang terbakar,” katanya.

 

Tim Pemadam Api menangani kebakaran di Giam Siak Kecil pada awal Maret 2021. FotoL BKSDA Riau

 

2021 lebih kering

Tahun ini, kemarau di Riau akan lebih kering dibandingkan tahun sebelumnya. Kemarau ditandai dengan penurunan intensitas hujan pada akhir Maret terutama di bagian barat dan utara Riau seperti Rokan Hulu, Rokan Hilir, Dumai dan Kampar juga Kuantan Singingi. Sementara kemarau akan terjadi pada Mei di hampir semua wilayah Riau dan puncak pada Juli.

Dia bilang, curah hujan Maret sebenarnya lebih banyak dibandingkan Februari. Meskipun begitu, masih perlu waspada dengan curah hujan rendah pada akhir Maret. “Awal musim kemarau di Riau, rata-rata di mulai Mei yakni di Riau bagian utara (seperti) Bengkalis, Dumai, Rokan Hulu dan Hilir. Di barat, kemarau akan melanda Kampar dan Kuansing,” kata Orita, analis UPT Stasiun Klimatologi Pekanbaru, Senin (8/3/21).

Kalau tahun lalu iklim di Riau, cenderung basah, pada 2021 cenderung kering normal. Namun, katanya, tidak seperti kekeringan pada 2015 saat kebakaran hebat melanda Riau. Musim kemarau tahun ini, katanya, angin kencang yang bisa memperparah penyebaran api juga tak terlalu signifikan.

“Risiko ancaman kebakaran hebat dibandingkan 2015 masih jauh dari perkiraan.”

Meski demikian, mereka rutin memberikan informasi prakiraan iklim kepada pemerintah dan BPBD Riau. Mereka lakukan setiap 10 hari sebagai panduan kesiagaan terutama di daerah rawan kebakaran.

Curah hujan rendah, katanya, menyebabkan sekitar 90% daratan di Riau masuk kategori tinggi rawan kebakaran di permukaan. Kategori ini berdasarkan kekeringan pada permukaan. Untuk intensitas kebakaran, kata Orita, lebih tinggi diperkirakan terjadi di Indragiri Hilir, dan Kepulauan Meranti serta sebagian wilayah Pulau Rupat.

 

Tim Manggala Agni di Dumai memadamkan kebakaran di Desa Gaung Sungai Sembilang, Dumai. Foto: Manggala Agni Riau

 

Kebakaran di konsesi

Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menemukan 77 titik api pada kurun waktu 5-7 Maret. Analisis terhadap data satelit Terra-Aqua Modis, 45 titik dengan tingkat keyakinan 70-100%. Di antara titik api dengan keyakinan tinggi kebakaran juga terdeteksi di dua perusahaan akasia yakni di PT Rokan Rimba Lestari dengan tujuh titik api dan di PT RAPP tiga titik api.

Kalau tingkat keyakinan 0-100%, maka terdapat 23 titik panas di delapan perusahaan hutan tanaman industri. Jikalahari juga menemukan satu titik panas di Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil.

Sepanjang waktu itu, titik api paling banyak terdeteksi di Kabupaten Bengkalis, Meranti, Pelalawan dan Indragiri Hilir serta Dumai.

Kebakaran, katanya, juga paling banyak terjadi di gambut dengan kedalaman 1-4 meter lebih.

 

Desak pemerintah serius

Okto Yugo, Wakil Koordinator Jikalahari meminta penegak hukum seperti Kepolisian Daerah Riau dan Gakkum KLHK serius menjalankan instruksi Presiden Jokowi soal penanganan karhutla. Satu dari enam instruksi Jokowi dalam rapat koordinasi nasional penanganan karhutla Februari lalu adalah penegakan hukum tanpa kompromi.

Soal penegakan hukum tanpa kompromi inilah, katanya, masih belum terlihat di Riau. Menurut dia, Kepolisian Riau banyak membuat kegiatan soal pencegahan kebakaran namun bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang terdeteksi titik api setiap tahun.

“Penegakan hukum tanpa kompromi ini, kok, begitu. Ini yang kita lihat (di Riau) justru melanggar instruksi (presiden). Bagaimana mau menegakkan hukum tapi terus menjalin kerja sama. Jadi kita mendorong agar komitmen Jokowi bukan hanya lips service.”

Data Jikalahari, kepolisian Riau belum pernah menyasar penegakan hukum di perusahaan perkebunan akasia (hutan tanaman industri). Padahal, kata Okto, dalam penanganan respon cepat, areal yang terbakar disegel. Sayangnya, penyegelan itu tidak ditindaklanjuti dengan penuntutan hukum.

 

 

 

*****

Foto utama: Petugas Badan Penanggulan Bencana Daerah Kota Pekanbaru bersama TNI dan Polri memadamkan api di  hutan lindung yang berbatasan dengan lahan masyarakat di Kecamatan Rumbai Pesisir, Pekanbaru, Riau, Senin (1/3/21) malam.  Foto: Wahyudi

 

 

Exit mobile version