Mongabay.co.id

Kucing Emas, Satwa Misterius di Lebatnya Hutan Sumatera

 

 

Lebatnya hutan Sumatera di lanskap Bukit Barisan, masih menyisakan keingintahuan para peneliti untuk menyibak lebih jauh kehidupan satwa liar yang ada. Salah satunya adalah kucing emas [Catopuma temminckii].

Kucing emas merupakan bagian dari spesies kucing liar, sebagaimana halnya harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae], macan dahan [Neofelis diardii], kucing batu [Pardofelis marmorata], dan kucing hutan [Prionailurus bengalensis].

Kucing ini tersebar dari Tibet, Nepal, China, Myanmar, Laos, Vietnam, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Khusus di Indonesia, kucing emas hanya ditemukan di Sumatera, terutama di wilayah Taman Nasional Gunung Leuser [Aceh], Taman Nasional Kerinci Seblat [Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Sumatera Barat], Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [Bengkulu, Lampung] dan Taman Nasional Way Kambas [Lampung].

Berdasarkan karakteristik morfologi, genetik, dan seberannya, kucing emas terbagi menjadi dua subspecies. Ada jenis Catopuma temminckii temminckii yang tersebar di Sumatera dan Semenanjung Malaysia, serta Catopuma temminckii moormensis yang tersebar di daratan utama Asia Tenggara, China bagian Selatan, hingga Nepal.

Kucing emas pertama kali dideskripsikan oleh Vigors dan Horsfield pada 1827, dari sampel kulit berwarna merah kecokelatan yang berasal dari Sumatera.

“Kucing ini lebih besar dari kucing kampung, kucing bakau, dan kucing merah. Namun lebih kecil dari macan dahan,” kata Erwin Wilianto, Founder Save Indonesian Nature & Thereatened Species/SINTAS Indonesia dan anggota Fishing Cat Working Group kepada Mongabay Indonesia, Senin [15/3/2021].

Baca: Sedih, Kucing Emas yang Kena Jerat Babi Itu Mati

 

Kucing emas yang sulit ditemukan di hutan Sumatera. Foto: Shutterstock

 

Bahkan pada usia dewasa, kucing emas ini bisa tumbuh hingga seberat 9-16 kg. Bobot badan ini, membuat ia lebih besar dua sampai tiga kali lipat ketimbang jenis kucing rumahan.

Panjangnya sekitar 66-105 cm dengan ekor berukuran 40-57 cm dan tinggi bahu 56 cm. Kepalanya lebih moncong dibanding kucing merah, begitu juga telinganya dengan ujung membulat.

Hidung kucing emas berwarna cokelat dan bagian dahinya ada dua garis cokelat membujur ke belakang. Sementara, bagian tepi antara mata dan hidung berwarna putih kekuningan.

Ciri khas paling menonjol adalah garis tebal berwarna putih pada masing-masing pipi. Tanda inilah yang membedakan kucing emas dengan jenis kucing lainnya.

Uniknya meski tampak seragam, bulunya cukup variatif. Ada warna merah hingga cokelat keemasan, cokelat tua hingga abu-abu, dan juga kehitaman.

Sebagaimana jenis kucing liar lainnya, kucing emas termasuk predator soliter yang bersifat teritorial. Ia cenderung lebih aktif siang hari hingga senja.

Batas-batas kawasan teritorial, umumnya ditandai dengan bau tubuh dan bulu yang ditinggalkan saat menggesekkan badannya di batang kayu atau batu besar. Selain itu juga, ada bekas cakaran pada batang pohon, semprotan urine dan feses.

“Metode berburu kucing emas umumnya sama dengan kucing lainnya. Mangsa dibuat terkejut dan disergap dari belakang, atau dari samping terlebih dahulu,” tutur Erwin.

Erwin menegaskan kucing emas dan satwa liar lainnya adalah harta kekayaan Indonesia [national treasure]. “Kalau tidak kita jaga, lama-lama akan habis.”

Baca: Nasib Kucing Bakau, Minim Perhatian dan Penelitian

 

Di Indonesia, kehidupan kucing emas dilindungi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018. Foto: Shutterstock

 

Hidup di hutan

Berdasarkan penelitian Eny Wahyu Lestari berjudul “Distribusi Spasial dan Waktu Aktif Kucing Liar di Kawasan Ekosistem Bukit Tigapuluh” tahun 2018 di Universitas Gadjah Mada, diketahui bahwa kawasan ekosistem Bukit Tigapuluh menjadi habitat penting kucing emas, harimau sumatera, dan jenis kucing lainnya.

“Pola distribusi harimau sumatera, kucing batu, kucing emas, dan kucing hutan adalah clustered [mengelompok]. Sedangkan pola distribusi macan dahan adalah tersebar [merata],” tulis Eny dalam risetnya.

Diketahui pula bahwa harimau sumatera, kucing batu, dan kucing emas lebih aktif siang hari, sedangkan kucing hutan aktif malam hari. Sementara macan dahan, aktif pada siang dan malam.

“Lanskap Ekosistem Bukit Tigapuluh memainkan peran penting untuk mendukung konservasi keanekaragaman hayati Sumatera.”

Baca juga: Mengenal Busok, Kucing Unik dari Pulau Raas

 

Seekor induk kucing emas [Catopuma temminckii] terpantau menggendong anaknya, yang tertangkap kamera jebak di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat [TNKS], pada 2015 lalu. Foto : Tim Peneliti Macan Dahan Sumatera

 

Ancaman

Dalam jurnal karya Sarah R Weiskopf, Jennifer L McCarthy, dkk. berjudul nilai “The Conservation Value of Forest Fragments in The Inscreasingly Agrarian Landscape of Sumatra [2019]” yang diterbitkan Cambridge University, ditegaskan bahwa alih fungsi hutan menjadi perkebunan menjadi ancaman satwa liar di Sumatera.

“Penghancuran hutan tropis mengurangi banyak habitat yang dilindungi menjadi fragmen kecil dari sisa hutan dalam matriks pertanian,” tulis Sarah dan kolega.

Penelitian ini dilakukan melalui survei kamera jebak [2285 malam] di dalam Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan lima fragmen hutan sisa di sekitarnya, selama 2010-2013. Selanjutnya, digunakan metrik komposisi spesies untuk membandingkan penggunaannya.

“Kami menemukan 28 spesies mamalia di hutan lindung dan 21 di wilayah yang telah terfragmentasi,” tulis mereka.

Spesies yang terancam punah seperti trenggiling [Manis javanica] dan harimau sumatera ditemukan bersama spesies yang menjadi perhatian konservasi seperti kucing batu dan kucing emas.

“Keanekaragaman hayati yang ditemukan ini menunjukkan bahwa petak kecil hutan sisa mungkin memiliki nilai konservasi bagi spesies mamalia tertentu. Ini menunjukkan pentingnya penelitian lebih lanjut tentang peran yang dimainkan habitat tersebut dalam perencanaan konservasi multispesies di tingkat lanskap.”

 

Jenis kucing kecil yang ada di Indonesia. Sumber: Presentasi Erwin Wilianto

 

Perburuan juga menjadi ancaman kehidupan kucing emas. Kasus perburuan paling menyita perhatian publik terjadi pada Juni 2020 lalu, saat kucing emas terjerat di perkebunan warga di kawasan hutan Sungai Dareh, Nagari Pauh, Kecamatan Kamang Magek, Agam, Sumatera Barat.

Ketika ditemukan, kucing tersebut masih hidup namun kondisinya sangat lemah. Kaki kiri depannya terlilit tali [jerat babi] dengan kondisi membusuk, dikerubuti lalat.

Kucing malang tersebut sempat dibawa ke klinik TMSBK [Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan] Bukittinggi untuk menjalani perawatan, namun keesokan harinya ditemukan mati di kandangnya.

Kucing emas merupakan satwa Apendix I [dilarang diperdagangkan] oleh CITES. Berdasarkan IUCN Redlist, statusnya Near Threatened [mendekati terancam punah].

Di Indonesia, kucing emas merupakan jenis satwa yang kehidupannya dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

 

 

Exit mobile version