Mongabay.co.id

Bupati Teluk Bintuni Terbitkan Keputusan Pengakuan Masyarakat Adat Marga Ogoney

Ishak-Loukon-Asisten-2-Setda-Kabupaten-Teluk-Bintuni-menyerahkan-SK-Bupati-kepada-Donatus-Ogoney-perwakilan-marga-Ogoney.jpg March 19, 2021

 

 

 

 

Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni mengakui keberadaan masyarakat adat Marga Ogoney, Suku Moskona di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua. Pengakuan ini terwujud dalam Surat Keputusan Bupati Nomor 188.4.5/H-10/2021 ditandatangani Bupati Teluk Bintuni Petrus Kasihiw, 2 Februari 2021.

SK ini mencakup pengakuan atas Marga Ogoney, Suku Moskona di Teluk Bintuni, wilayah adat serta batas-batas dengan wilayah adat marga lain, pengakuan peta wilayah adat, serta pengauan hukum adat di Marga Ogoney.

“Pengelolaan wilayah adat dan penyelesaian sengketa yang terjadi antar masyarakat diselenggarakan berdasarkan hukum adat Marga Ogoney dengan memperhatikan prinsip keadilan sosial, kesetaraan gender, hak asasi manusia, dan kelestarian lingkungan hidup, serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan berlaku.” Begitu bunyi poin ke lima dari SK bupati itu.

Ishak Loukon, Asisten II Setda Teluk Bintuni menyerahkan SK Bupati ini kepada Donatus Ogoney, perwakilan Marga Ogoney di Kantor Bupati Teluk Bintuni 17 Maret 2021.

“Atas nama pemerintah daerah saya serahkan Surat Keputusan Bupati Bintuni tentang penetapan masyarakat adat Marga Ogoney. Semoga bapa dapat menerima ini terus sosiialisasi ke seluruh warga terkait Marga Ogoney ini,” katanya.

 

Marga Ogoney, bagian dari Suku Moskona. Wilayah adat marga ini berada di pusat Distrik Merdey, Teluk Bintuni seluas 21.210,75 hektar.

SK ini mendapat respon dari berbagai pihak termasuk Yustina Ogoney. Yustina Ogoney, anak adat Marga Ogoney yang saat ini Kepala Distrik Merdey.

“Semua terjadi karena kemurahan hati Tuhan. Ini juga terjadi karena kerjasama kami. Tim kerja kami dari masyarakat adat, lembaga swadaya masyarakat, dan distrik,” katanya.

Dia bilang, mereka bersinergi mengawal dan mendorong sampai surat keputusan ini terbit. “Itu prosesnya kurang lebih satu tahun untuk mendapatkan pengakuan itu.”

Sebelum terbitn SK ini, ada proses panjang sejak 2018 dari sosialisasi, lokakarya dan kunjungan lapangan untuk memperjelas peta wilayah dan profil masyarakat. Pembuatan peta wilayah melalui proses membangun kesepahaman dengan marga lain sekitar. Hal ini, katanya, penting agar tak terjadi konflik batas wilaya di antara masyarakat.

Di bawah pimpinan Yustina Ogoney, Pemerintah Distrik Merdey membentuk panitia masyarakat adat yang melakukan verifikasi dan validiasi batas-batas wilayah ini.

Dokumen hasil pendataan partisipatif dan hasil musyawarah adat Marga Ogoney tentang batas wilayah adat dengan marga-marga sekitar melengkapi syarat penerbitan SK bupati ini.

Yustina berharap, SK ini bisa menjadi contoh contoh bagi marga-marga lain di tujuh suku di Teluk Bintuni untuk mendapatkan pengakuan sama.

Kabupaten ini memiliki Peraturan Daerah Nomor 1/2019 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Teluk Bintuni.

SK ini, katanya, merupakan kebutuhan masyarakat dan jadi langkah baik dalam mendorong proses pembangunan di wilayah ini.

“Pemerintah punya desain program sebesar apapun di mana-mana, kalau masyarakat adat tidak diperhatikan baik, ekonomi tidak lancar. Pendidikan anak-anak di wilayah itu tidak jalan dengan baik, kekerasan terhadap perempuan meningkat karena itu menyentuh kehidupan masyarakat adat langsung.”

 

Yustina Ogoney, Kepala Distrik Merdey bersama masyarakat saat proses pendataan partisipatif. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Marga Ogoney, katanya, sejak awal punya tekat mengawal proses ini hingga terbit SK pengakuan bupati. Mereka mengumpulkan biaya swadaya untuk membiayai berbagai tahapan terutama pemetaan wilayah.

“Ini antusiasme dari masyarakat adat sendiri. Marga-marga ini sendiri yang mengusulkan. Marga Ogoney ini salah satu marga yang niatan dari dalam. Bahwa, ada uang atau tidak ada uang tetap kita usulkan. Kita sendiri kawal sampai dengan selesai. Sumbang-sumbang ibaratnya ini sumbang uang untuk proses pemetaan dan lain-lain bisa jalan.”

 

Usulkan penetapan hutan adat

“Kami mengapresiasi komitmen dari Pemerintah Teluk Bintuni dalam memperjuangkan hak masyarakat adat,” kata Sulfianto Alias dari Panah Papua. Panah Papua, lembaga yang ikut mendorong proses ini bersama masyarakat Marga Ogoney dan Pemerintah Distrik Merdey.

Dengan SK ini, katanya, membawa harapan baru bagi Marga Ogoney. Terlebih, katanya, hampir 90% wulayah adat ini sudah pemerintah terbitkan izin hak pengusahaan hutan (HPH) kepada perusahaan.

“Ini bermakna, wilayah itu legal milik masyarakat adat melalui pengesahan bupati.”

Dengan SK ini, Marga Ogoney mendorong penetapan hutan adat. Kondisi sekarang, katanya, izin konsesi perusahaan masuk dalam wilayah adat. Hal ini, katanya, jadi tantangan besar karena kalau melihat perhutanan sosial termasuk hutan adat selalu berada di luar izin.

Dia bilang, persyaratan mengusulkan penetapan hutan adat, sudah terpenuhi, seperti ada SK Bupati, dan perda pengakuan untuk wilayah dalam kawasan hutan. Marga Ogoney, selanjutkan menyusun rencana pengelolaan hutan adat.

“Rencananya masyarakat akan menyerahkan langsung dokumen ini melalui Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Maluku Papua.”

 

 

 

****

Foto utama: Ishak Loukon, Asisten II Teluk Bintuni, saat menyerahkan SK BUpati kepada Donatus Ogoney, perwakilan Marga Ogoney. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version