Mongabay.co.id

Rumah Baru Harimau Suro di Hutan Blangkejeren

Harimau Sro, setelah sekitar tiga bulan perawatan sudah siap lepas liar. Kini Suro sudah hidup bebas di TNG:. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Suasana di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera, Barumun Nagari Wildlife Sanctuary (BNWS), lebih ramai dari biasa pada 12 Maret lalu. Sejumlah petugas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, BKSDA Sumut dan BKSDA Aceh berkumpul. Mereka siap berangkat ke Blangkejeren Aceh untuk melepas harimau jantan, Suro.

Sabtu 13 Maret, setelah menempuh perjalanan cukup jauh harimau tiba dengan selamat di Aceh Tenggara. Kandang translokasi berisi garimau ini dipindahkan ke helikopter. Kemudian heli terbang menuju ke Hutan Blangkejeren.

Di sinilah akan jadi rumah Suro. Harimau ini hampir tiga bulan menjalani rehabilitasi di Suaka Harimau Barumun karena konflik dengan manusia.

Jefry Susyafrianto, Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, mengatakan, satu faktor harimau rilis di hutan Blangkejeren, Taman Nasional Gunung Leuser, karena dari hasil kajian lokasi ini layak buat pelepasan harimau. Di sini, katanya, banyak pakan dan bebas jerat.

Sebelum rilis, bersama mitra survei dan operasi pembersihan jerat di sana. Hasilnya, tidak ada jerat pemburu dan pakan atau mangsa seperti rusa dan babi hutan itu banyak di sana. Karakteristik seperti ini, katanya, dianggap cocok bagi rumah baru Suro.

 

Jefry bilang, tim sudah memasang kamera pengintai di lokasi pelepasliaran dalam TN Leuser ini. Kamera mereka taruh di jalur-jalur yang bakal terlintasi harimau.

Tujuannya, untuk memonitoring atau melihat pergerakan sang raja hutan ini. Dalam pelepasan harimau, mereka tidak memasang GPS kolar karena usia diperkirakan enam tahun. Jadi, katanya khawatir mengganggu pergerakan di masa mendatang.

Pelepasliaran Suro, ini berdekatan dengan Nabila, harimau betina, juga korban konflik di Sumut.

Dia berharap, mereka berjodoh dan bertemu hingga bisa terjadi perkawinan dan mampu berkembang biak. Hingga bisa menambah populasi harimau di TNGL.

Dengan pelepasliaran ini, katanya, di TNGL, berarti ada empat harimau liar diselamatkan dampak konflik dengan manusia termasuk terkena jerat dan menjalani rehabilitasi di sejumlah pusat rehabilitasi satwa.

Berapa banyak harimau Sumatera dalam TN Leuser? Menurut Jefry, dari hasil pemantauan pakai kamera pengintai, ada sekitar 78 harimau dengan corak belang berbeda.

Monitoring melalui jejak tanda cakar. Selain itu, monitoring juga di lokasi rawan konflik dengan manusia karena ditemukan jejak harimau yang tertangkap kamera di titik-titik tertentu.

“Itu masih sebagian saja yang 78 harimau berdasarkan monitoring tim Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser bersama mitra. Ada juga yang terekam kamera, harimau sampai 20 kali melintas di satu tempat dengan belang sama.”

 

Suro, yang terjerat mendapatkan perawatan di BNWS. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

BBTNGL mempunyai tugas menjaga dan melindungi keragaman hayati yang ada di dalamnya. Ada beberapa strategi mereka terapkan untuk monitoring satwa. Pertama, peningkatan smart patrol atau patroli masuk ke kawasan. Kedua, pemasangan kamera pengintai atau video trap di titik yang ditentukan sesuai analisis.

Tim berpatroli masuk ke hutan selama 14 hari dalam satu bulan dan bergantian. Kamera pengintai yang dipasang selama tiga bulan sekali diambil dan pasang kembali.

Dengan begini, katanya, mereka memiliki jadi punya data sebaran satwa-satwa kunci di TNGL.

Untuk lokasi yang terlanjur terdegradasi, katanya, bersama mitra melakukan berbagai langkah-langkah, seperti kerjasama kemitraan melalui perhutanan sosial dan diberikan kepada masyarakat yang terlanjur hidup di TNGL.

Konsep ini, katanya, dengan menggandeng masyarakat agar tak lagi memperluas tanaman ke dalam kawasan. Konsep kemitraan konservasi ini dianggap berhasil karena sudah banyak kelompok-kelompok atau perorangan yang kembali menanami dengan pohon-pohon alam dan sukarela.

“Penyadartahuan, penegakan hukum terus dilakukan. Itu sangat berhasil. Masyarakat paham apa yang mereka lakukan itu salah hingga mereboisasi kembali lahan yang terlanjur mereka pakai.”

Patroli kawasan juga terus ditingkatkan untuk menekan perburuan, perambahan yang bisa merusak habitat satwa dan kegiatan-kegiatan ilegal lain.

“Serangkaian penelitian juga dilakukan untuk mengidentifikasi hal-hal baru yang belum ditemukan.”

 

Suaka Barumun

Pelepasliaran harimau yang mengalami konflik atau menderita karena jadi tatget buruan tak lepas dari peran BNWS. Mereka sukses merehabilitasi harimau dan melepaskan kembali ke alam.

Sebelum Suro, harimau masuk rehabilitasi dan lepas liar di TNGL ada Sri Nabila, korban konflik di Tapanuli Selatan Dia rilis 3 November 2020.

 

Suro, di BNWS sebelum lepas liar. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Syukur AlFajar, biasa disapa Sugeng Manager Program BNWS bercerita tentang proses rehabilitasi Suro. Konsep penanganan hampir sama dengan Nabila. Suro, pada 27 Desember 2020, tiba setelah menempuh perjalanan lebih dua hari dari Aceh Selatan menuju ke Padang Lawas, Sumatera Utara. Kondisi begitu melelahkan dan mengalami sedikit stres.

Dokter hewan Rosa dan Anhar Lubis dari Forum Konservasi Leuser (FKL), menemani sepanjang perjalanan dari Aceh menuju ke Barumun.

Kondisi Suro luka dan badan kurus. Ada kemungkinan sebelum kena jerat dia belum makan. Begitu sampai di kandang Barumun tim medis langsung pemeriksaan kesehatan. Dalam perawatan dua hingga tiga hari kemudian diberikan makanan segar seperti daging sapi dan babi liar.

Selera makan Suro cukup bagus. Kondisi BNWS juga sepi, tak banyak manusia. Yang ada hanya kiper dan manajemen serta dari orang Kehutanan itupun terbatas.

Jadi, katanya, pemulihan harimau bagus. Mereka tenang, selera makan baik dan berat badan naik 10 kg.

“Terpenting suasana tenang, ia tidak suka keramaian, tidak suka banyak manusia, tidak suka keributan, faktor-faktor ini paling utama, ” kata Sugeng.

 

 

*****

Foto utama: Harimau Suro, setelah sekitar tiga bulan perawatan sudah siap lepas liar. Kini Suro sudah hidup bebas di TNGL.  Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version