Mongabay.co.id

Rusa Bawean, Si Gesit yang Tidak Suka Kehadiran Manusia

 

 

Ada satu jenis rusa yang hanya hidup di sebuah pulau di kawasan Laut Jawa. Jenis ini dikenal sebagai pelari ulung yang hidup di semak-semak hutan dan aktif malam hari. Biasanya bergerak mulai pukul 17.00 hingga 21.00 WIB.

Namanya rusa bawean [Axis kuhlii]. Satwa endemik Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Rusa ini sangat hati-hati alias tidak menyukai kehadiran manusia, sehingga banyak menghabiskan waktu di hutan dan lereng-lereng curam.

MH Badrut Tamam, pengajar pada Generasi Biologi Indonesia, menuliskan tinggi rusa bawean dewasa sekitar 65 cm dengan panjang tubuh mencapai 140 cm. Jenis ini tidak memiliki gigi taring di rahang atas, sementara gigi seri di rahang bawah berukuran agak besar.

“Tengkoraknya pendek dengan penulangan hidung yang lurus, rambut pendek dengan tekstur halus berwarna antara kuning dan cokelat. Kelenjar preorbital lebih kecil dibandingkan kelompok rusa lain.”

Baca: Kucing Emas, Satwa Misterius di Lebatnya Hutan Sumatera

 

Rusa bawean yang endemik Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Foto: Shutterstock

 

Populasi

Penelitian Moh Ramly dan Djuwantoko dari Universitas Gajah Mada, berjudul “Studi Populasi Rusa Bawean [Axis kuhlii] pada Habitat Alaminya di Kawasan Suaka Alam Pulau Bawean dan Pulau Tanjung Cina [2004]” menunjukkan sebaran rusa bawean hanya berada pada bagian barat Pulau Bawean. Lokasi ini terbagi tiga home range, yaitu Pulau Tanjung Cina, Gunung Besar, dan kawasan Gunung Mas.

Dari masing-masing wilayah itu tersebar sub-sub populasi, di antaranya sub-sub populasi Pulau Tanjung Cina, sub-sub populasi Gunung Nangka, sub-sub populasi Gunung Mandala, sub-sub populasi Gunung Gadung, sub-sub populasi Gunung Dedawang, sub-sub populasi Gunung Mas dan sub-sub populasi Gunung Tinggi. Dari sub-sub populasi ini dibuat koridor penghubung antar sub-sub populasi sehingga terbentuk suatu meta populasi.

Keadaan populasi rusa bawean paling tinggi terdapat di Pulau Tanjung Cina yaitu 37,5 ekor/km persegi. Ukuran populasi seluruh Pulau Bawean dan Pulau Tanjung Cina diestimasi sekitar 307-316 ekor.

“Untuk mengetahui sebaran dan kelimpahan rusa bawean, digunakan metode Sampel Track Count dan Call Count. Track Count menggunakan jejak [track] sebagai indikator utama. Selain jejak, tanda-tanda lain seperti bekas pagutan, kotoran, bekas goresan ranggah pada pohon dan tempat istirahat rusa bawean juga diambil pada saat pengamatan,” tulis Moh Ramly dan Djuwantoko.

Matode Call Count dilakukan malam hari dengan cara mencatat jumlah malam terdengar suara rusa. Kemudian dilakukan analisa data. Hasil analisa data primer dimasukkan dalam model simulasi vortex dengan ditambah data sekunder yang diperlukan dalam program vortex.

Vortex adalah sebuah model simulasi komputer efek dari faktor-faktor pembatas seperti demografik, lingkungan, dan kejadian-kejadian stokastik genetik satwa liar.

Vortex menggambarkan dinamika populasi sebagai suatu kejadian berurutan [kelahiran, kematian dan bencana] yang terjadi berdasarkan pada kemungkinan-kemungkinan tertentu. Melalui program vortex dapat diketahui perkembangan ukuran populasi rusa bawean sampai 50 tahun kedepan.

Baca: Hilang Selama 172 Tahun, Burung Pelanduk Kalimantan Ditemukan Kembali

 

Lembaga Konservasi Dunia [IUCN] metetapkan rusa bawean dalam status Critically Endangered atau Kritis. Foto: Brent Huffman/Ultimate Ungulate/IUCN RedList

 

Vegetasi

Untuk kondisi vegetasi di Bawean, penelitian Muhammad Mansur, Gono Semiadi, Achmad Iqbal, dan Agus Sujadi yang terbit di Jurnal Teknologi Lingkungan BPPT dengan judul Analisis Vegetasi Pada Habitat Rusa Bawean [Axis kuhlii Mull. Et. Schleg] di Pulau Bawean [2004], menunjukkan tiga lokasi. Ada di Desa Kumalasa, Patarselamat, dan Pudakit Barat yang tercatat ada 114 jenis tumbuhan dari 90 marga dan 56 suku.

Suku-suku yang umum ditemukan di daerah penelitian adalah Rubiaceae, Euphorbiaceae, Lauraceae, Myrtaceae, Moraceae, Meliaceae, Clusiaceae, Fabaceae, dan Sapindaceae.

Sedangkan kondisi hutan di plot 2 [Desa Patar Selamat] dan plot 3 [Desa Pudakit   Barat] memiliki struktur dan komposisi jenis vegetasi lebih baik ketimbang plot 1 [Desa Kumalasa], sehingga tepat dikembangkan lebih lanjut sebagai sumber pakan rusa.

“Tumbuhan bawah dari suku Araceae yang cukup menarik untuk diteliti lebih lanjut adalah Amorphophalus variabilis. Berdasarkan pengamatan secara kualitatif, penyebaran jenis ini hanya ada di bagian barat Pulau Bawean, sedangkan di bagian timur penyebarannya kurang sekali,” tulis Muhammad Mansur dan kolega.

Baca juga: Jangan Keliru, Wujud Anjing Ajag Sekilas Mirip Serigala

 

Atung merupakan satu dari tiga maskot Asian Games 2018, selain Bhin Bhin [cendrawasih] dan Kaka [badak bercula satu]. Atung adalah seekor rusa bawean [Axis kuhlii] yang merepresentasikan kecepatan. Sumber: Asian Games 2018.id

 

Ancaman

Selama riset Muhammad Mansur dan kolega menemukan beberapa penebang liar di sekitar lokasi penelitian.

“Disarankan agar BKSDA setempat untuk lebih memperketat pengawasan wilayah konservasi, dan menambah personil jagawana yang dilengkapi peralatan dan sarana pemadam kebakaran.”

Berdasarkan data Balai Besar Konservasi Sumber Alam Jawa Timur, populasi rusa bawean mengalami penurunan dari 325 ekor pada tahun 2015 menjadi 303 ekor pada 2016.

Di Indonesia, rusa bawean merupakan jenis dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Berdasarkan peraturan ini juga, keluarga Cervidae lain yang dilindungi adalah rusa sambar [Rusa unicolor], rusa timor [Rusa timorensis], kijang kuning [Muntiacus atherodes], dan kijang muncak [Muntiacus muntjak].

Lembaga Konservasi Dunia [IUCN] metetapkan rusa bawean dalam status Critically Endangered atau Kritis. Berdasarkan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora [CITES], rusa ini masuk Appendix 1, artinya jumlah rusa bawean di alam sangat sedikit dan tidak boleh diperdagangkan.

 

 

Exit mobile version