Mongabay.co.id

Pembukaan Lahan, Penyebab Terjadinya Karhutla di Aceh

Palembang bebas asap selama penyelenggaraan Asian Games 2018, meski berarti bukan berarti bebas titik api. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Kebakaran hutan dan lahan [karhutla] merupakan masalah yang terus terjadi di Aceh.

Data Badan Penanggulangan Bencana Aceh [BPBA] menunjukkan, musim kemarau yang terjadi awal 2021 telah menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Kepala BPBA Aceh, Ilyas Yunus menyebutkan, hingga Februari telah terjadi 37 kasus yang menyebabkan 107 hektar hutan dan lahan terbakar.

“Kabupaten Aceh Barat Daya merupakan daerah yang paling banyak terjadi, yaitu enam kali. Aceh Selatan merupakan kabupaten yang paling luas terbakar, mencapai 56 hektar di enam kecamatan.”

Ilyas mengatakan, pelaku yang terlibat akan dikenakan Pasal 108 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Ancamannya, penjara 12 tahun dan denda Rp10 miliar.

Baca: Kebakaran Hutan dan Lahan di Aceh Harus Diwaspadai 

 

Memadamkan api yang berkobar di lahan gambut bukan pekerjaan mudah. Bencana kebarakan ini merupakan agenda tahunan yang terjadi di Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, dalam Rapat Koordinasi [Rakor] Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan di Aceh, yang digelar di Polda Aceh, pada 23 Maret 2021 mengatakan, Aceh memiliki lahan gambut seluas 338 ribu hektar. Sekitar 150 ribu hektar merupakan lahan budidaya yang tersebar di sepanjang pantai barat-selatan Aceh.

“Lahan gambut ini sangat rawan terjadi karhutla karena dibuka untuk dijadikan kebun oleh masyarakat. Bahkan, tidak mustahil juga dilakukan perusahaan perkebunan.”

Nova mengatakan, untuk mengantisipasi karhutla, Pemerintah Aceh tetap memaksimalkan peran polisi hutan dan pengamanan hutan.

“Pemerintah Aceh juga berupaya meningkatkan jumlah personil dengan cara mengirimkan surat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar dapat membentuk Daerah Operasi Manggala Agni. Di lain sisi, kementerian terkait juga menginstruksikan perusahaan perkebunan agar melibatkan diri mencegah terjadinya kebakaran, sebagai wujud tanggung jawab bersama.”

Nova juga mengatakan, peran masyarakat sangat diharapkan dalam mencegah terjadinya karhutla. “Jika peran masyarakat semakin besar besar maka penanggulangan dan pencegahan kebakaran akan maksimal,” ujarnya.

Baca: Aceh Kehilangan Tutupan Hutan, HAkA: Sehari 41 Hektar

 

Kondisi Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang tak pernah sepi dari perambahan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Peran aktif semua pihak

Pangdam Iskandar Muda, Mayjen TNI Achmad Marzuki mengatakan, berdasarkan Instruksi Presiden, upaya pencegahan harus diprioritaskan dalam penanganan karhutla. Upaya tersebut dapat dimaksimalkan jika peran masyarakat bisa lebih besar dibandingkan personil TNI-Polri.

“Keterlibatan TNI-Polri 30 persen, masyarakat 70 persen. Tapi kenyataannya di lapangan terbalik,” terangnya.

Pangdam juga meminta aparatur di lapangan, baik TNI Polri maupun perangkat desa, untuk terus mengedukasi masyarakat dan perusahaan tentang bahayanya karhutla, dari segi kesehatan maupun ekonomi.

Kapolda Aceh, Irjen Pol Wahyu Widada menuturkan, peran pemerintah daerah dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota sangat penting dalam penanganan karhutla.

“Dukungan sangat diharapkan melalui pengadaan alat dan infrastruktur yang dibutuhkan. Perusahaan yang beroperasi di bidang kehutanan juga perlu menyiapkan SDM, sarana dan prasarana sesuai regulasi yang berlaku. Upaya pencegahan yang sudah Kepolisian lakukan adalah melakukan operasi taman nusa dua, operasi bina taruna seulawah, serta pemetaan potensi karhutlah.”

Wahyu mengatakan, upaya pencegahan karhutla dilakukan pula Kepolisian dan TNI melalui edukasi masyarakat, patroli, dan pemadaman.

“Saya telah meminta semua jajaran Polda Aceh untuk menindak tegas, siapapun pelaku pembakar lahan dan hutan di Aceh,” ungkapnya.

Baca juga: Hutan Gambut, Benteng Alami Tsunami yang Tidak Diperhitungkan

 

Lahan gambut, harus bijak mengelolanya. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Aceh, Muhammad Nur menyebutkan, karhutla terulang setiap tahun. Hingga saat ini sulit menangkap siapa aktor yang bertanggung jawab.

“Dari semua kasus, hanya beberapa yang sampai ke pengadilan, itu juga hanya pelaku lapangan. Orang yang biayai kegiatan tersebut tidak tersentuh hukum,” sebutnya baru-baru ini.

Muhammad Nur mengatakan, karhutla di Aceh cenderung terjadi di lahan gambut, akibat dibuka untuk kebun. “Kegiatan tersebut tidak hanya dilakukan masyarakat, tapi juga melibatkan pemodal atau pemilik lahan,” tegasnya.

 

 

Exit mobile version