Mongabay.co.id

Ini Tantangan Menjaga Mutu dan Keamanan Produk Hasil Perikanan Budi daya

 

Menjaga mutu dan keamanan hasil produksi perikanan adalah tugas penting yang harus senantiasa dijalankan dalam perikanan budi daya. Tugas tersebut bisa menjaga budi daya perikanan bisa terbebas dari bahaya dari sisi fisik, biologis, dan kimia.

Ancaman bahaya tersebut harus dihindari, karena usaha budi daya perikanan sangat rentan terhadap segala kemungkinan. Termasuk, penyakit ikan yang saat ini terus mengancam keberlanjutan usaha budi daya perikanan yang berjalan di seluruh Indonesia.

Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (DJPB KKP) Slamet Soebjakto menjelaskan, selain mengancam lingkungan tempat usaha budi daya dilaksanakan, bahaya fisik, biologi, dan kimia, juga mengancam manusia yang menjalankan usaha budi daya.

Menurut dia, dengan menjaga mutu dan keamanan hasil produksi, maka itu akan mendukung upaya yang sedang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sekarang, yakni meningkatkan daya saing dan keterterimaan hasil perikanan budi daya.

“Agar dapat memenuhi kebutuhan pasar regional maupun global. Apalagi, saat ini persaingan pasar semakin terbuka, menuntut kita menghasilkan produk budi daya yang aman dikonsumsi dan berkelanjutan,” ucap dia belum lama ini di Jakarta.

baca : Memetakan Potensi Perikanan Budi daya untuk 2021

 

Seorang pekerja tengah memberikan makanan ikan di keramba jaring apung yang ada di Danau Toba. Foto: Ayat S karokaro/Mongabay Indonesia

 

Demi menjaga mutu dan keamanan hasil produksi perikanan budi daya, Pemerintah Indonesia menyiapkan lima jurus yang diharapkan bisa menjadi langkah strategis. Kelima langkah tersebut, pertama adalah melaksanakan penetapan standardisasi perikanan budi daya melalui penerapan standar nasional Indonesia (SNI).

Dalam prosesnya, KKP menggandeng Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk melaksanakan penetapan standardisasi perikanan budi daya. Dengan cara tersebut, diharapkan bisa mendorong peningkatan daya saing, keamanan, dan keberlanjutan hasil perikanan budi daya.

Slamet menerangkan bahwa saat ini dokumen SNI yang terkait dengan perikanan budi daya jumlahnya sudah mencapai 333. Detailnya, jumlah tersebut terdiri dari 69 SNI kesehatan dan lingkungan, 27 SNI pakan, 83 SNI produksi, 101 SNI pembenihan, 13 SNI ikan hias, dan 40 SNI terkait sarana prasarana budi daya.

 

Sertifikat Budi daya

Langkah kedua yang disiapkan, adalah melalui sertifikasi cara budi daya ikan yang baik (CBIB), cara pembenihan ikan yang baik (CPIB), dan cara pembuatan pakan ikan yang baik (CPPIB). Cara ini diharapkan bisa ikut menjaga mutu dan keamanan hasil produk perikanan budi daya.

Menurut Slamet, pihaknya akan melakukan sosialisasi dengan giat agar kesadaran masyarakat untuk mendapatkan sertifikat CBIB, CPIB, dan CPPIB bisa semakin meningkat. Diharapkan, proses tersebut juga bisa diikuti oleh masyarakat, terutama para pembudidaya ikan yang ada di Indonesia.

“Sebagai upaya upaya pencegahan yang harus diperhatikan dan dilakukan sejak pra produksi sampai dengan pendistribusian, untuk mendapatkan hasil perikanan yang bermutu dan aman bagi kesehatan manusia,” jelasnya.

baca juga : Antimikroba Itu Bermanfaat atau Berbahaya untuk Perikanan Budi daya?

 

Dua orang pembudi daya ikan keramba jaring apung di Waduk Cirata, Kabupaten Bandung Barat, Jabar. Foto : Donny Iqbal/Mongabay

 

Melaksanakan proses budi daya dengan prinsip-prinsip di atas, sudah sesuai dengan regulasi yang ada saat ini. Misalnya, untuk tata cara CBIB sudah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Nomor 13 Tahun 2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Sertifikasi Cara Budi daya Ikan yang Baik.

Kemudian, untuk CPIB sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35 Tahun 2016 tentang Cara Pembenihan Ikan yang Baik. Kedua cara tersebut sudah menghasilkan banyak sertifikasi pada 2020.

Rinciannya, sebanyak 4.599 sertifikat CBIB berhasil diterbitkan untuk unit produksi budi daya, 250 sertifikat CPIB berhasil diterbitkan untuk unit pembenihan, dan sebanyak 86 sertifikat CPPIB berhasil diterbitkan untuk unit produksi pakan.

Langkah ketiga yaitu pendaftaran obat ikan. Dengan cara tersebut, maka setiap obat ikan yang beredar di Indonsia terlebih dulu harus mendapatkan registrasi yang diterbitkan oleh DJPB. Kemudian, harus juga mengantongi sertifikasi cara pembuatan obat ikan yang baik (CPOIB).

Slamet menyebutkan, sejak 2004 hingga 2021 sudah tercatat sebanyak 355 merek obat ikan yang statusnya terdaftar dan aktif. Adapun, aturan untuk pelayanan pendaftaran obat ikan sudah diatur dalam Permen KP Nomor 1 Tahun 2019 tentang Obat Ikan.

“Untuk menjamin konsistensi mutu obat ikan yang beredar di masyarakat, kami melakukan pengawasan dengan pengambilan sampel baik ditingkat produsen, distributor, toko obat ikan maupun ditingkat pembudidaya,” ungkap dia.

menarik dibaca : Aplikasi Teknologi Ini untuk Genjot Produktivitas Perikanan Budi Daya

 

Pembudidaya tambak mengumpulkan bandeng setelah panen di Pulau Mengare, Bungah, Gresik. Foto : Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Langkah keempat yaitu melalui pendaftaran pakan. Dengan kata lain, semua pakan yang beredar juga dipaksa harus mau menerapkan CPPIB dan kemudian dipersilakan untuk mendaftarkan pakan sesuai dengan Permen KP Nomor 55 Tahun 2018 tentang Pakan Ikan.

“Pembudidaya dihimbau untuk tidak menggunakan produk pakan yang tidak teregistrasi,” tambah dia.

Slamet mengatakan kalau saat ini tercatat sudah ada sebanyak 1.595 merek pakan ikan yang terdaftar di KKP. Jika masyarakat menemukan ada merek pakan ikan yang tidak terdaftar, maka dipastikan itu tidak masuk dalam daftar sebanyak 1.595 merek.

Untuk itu, masyarakat dihimbau untuk segera melaporkannya ke dinas terkait di masing-masing daerah. Dengan adanya laporan, maka dampak negatif bagi ikan maupun lingkungan tempat budi daya dilaksanakan, diharapkan tidak ada.

 

Pencegahan Residu

Terakhir, atau langkah kelima untuk menjaga mutu dan keamanan hasil produk perikanan budi daya, adalah dengan melaksanakan monitoring residu. Langkah ini tak kalah pentingnya, karena itu salah satu instrumen untuk memastikan keamanan produk perikanan budi daya bebas residu dan kontaminan.

Slamet menyebutkan, jumlah kegiatan monitoring residu selama 2020 mencapai sebanyak 5.080 sampel, baik itu pada ikan, udang dan air. Seluruh kegiatan tersebut mengacu pada Permen KP Nomor 37 Tahun 2019 tentang Pengendalian Residu pada Kegiatan Pembudidayaan Ikan Konsumsi.

“Keterterimaan produk dan penguatan daya saing hasil perikanan budi daya adalah mutlak harus didorong untuk meningkatkan nilai ekspor produk perikanan budi daya nasional,” ucap dia.

baca juga : Begini Usaha Menjaga Kelestarian Lingkungan dalam Budi daya Perikanan

 

Tambak dengan teknologi budi daya super intensif (BRPBAP3) Maros, Sulawesi Selatan. Foto : BRPBAP3 KKP

 

Selain lima langkah yang sudah disiapkan, upaya KKP untuk menjaga kesehatan ikan dan lingkungan perikanan budi daya tetap baik, dengan melibatkan Indonesia Network on Fish Health Management (INFHEM).

Ketua INFHEM Maskur pada kesempatan yang berbeda menyatakan bahwa keterlibatan instansi yang dipimpinnya dalam upaya menjaga mutu dan keamanan produk hasil perikanan budi daya, adalah sebagai gugus depan (task force).

Menurut dia, tugas dari gugus depan adalah menangani penyakit baru (emerging disease) yang biasanya dikenali sebagai penyakit ikan Tilapia Lake Virus (TiLV) pada ikan Nila dan Accute Hepatopancreatic Necroses Disease (AHPND) pada udang.

“INFHEM juga menginisiasi program vaksinasi mandiri benih lele bekerjasama dengan Asosiasi Pengusaha Catfish Indonesia (APCI). Program ini bertujuan untuk mengedukasi para pembenih lele dan pembudidaya tentang vaksinasi secara mandiri sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi usaha mereka,”pungkasnya.

 

Exit mobile version