Mongabay.co.id

Banyak Kasus Buaya Terkam Manusia di Maluku Utara, Ada Apa?

Buaya muara [Crocodylus porosus] ini berada di PPS Alobi Fooundation Bangka Belitung. Konflik manusia dengan buaya salah satu penyebabnya adalah rusaknya sungai-sungai di wilayah Bangka Belitung. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Belakangan ini di beberapa kabupaten dan kota di Maluku Utara, banyak terjadi konflik manusia dengan buaya. Setidaknya, dalam lima bulan ini, tiga warga tewas kena terkam buaya. Warga yang terkena terkaman, ada yang di perairan sekitar hutan mangrove, muara sungai maupun rawa. Apa yang terjadi hingga buaya jadi agresif menyerang manusia?

Kejadian teranyar pada 29 Maret lalu, Yulianus Buda, warga Desa Dum- dum, Kao Teluk, Halmahera Utara, tewas kena terkam buaya hingga kini belum ditemukan.

Korban diduga dimangsa buaya saat mencari bia (kerang)   di Kali Taolas, Desa Tiwor, Kecamatan Kao Teluk. Berbagai upaya pencarian sampai Jumat (2/4/21) siang belum membuahkan hasil.

Abisai Kotong, Kepala Desa Dum Dum dihubungi via telepon menceritakan, korban pukul 13.00 Wit, bersama rombongan sekitar 20 orang lebih dengan dua perahu berangkat mencari bia di Kali Taolas.

Yulianus bersama empat temannya turun dari perahu untuk cari kerang. Saat turun itulah, buaya menyeret tubuh Yulianus. Kala itu, mereka berempat berjarak sekitar lima meter dengan Yulianus.

Kawan-kawannya, melihat Yulianus terseret ke dalam air. Mereka ikut panik. “Teman-temannya melihat sendiri. Tubuh korban dibawa lari buaya hingga kini belum juga ditemukan,” kata Abisai.

Dia bilang, kejadian ini bukan kali pertama, setidaknya sudah empat kali warga kena terkam buaya. “Buaya terkam manusia di Kali Taolas ini sudah empat kali. Korbannya semua meninggal.”

Muhamad Arafah,  Kepala Basarnas Ternate melalui rilis kepada media mengatakan, pencarian hingga hari ke empat, Jumat (2/4/21) belum juga ada hasil. Meski begitu tim SAR gabungan terus melakukan pencarian.

“Pencarian mulai pukul 08.00 Wit. Tim SAR gabungan melanjutkan pencarian dibagi njadi 2 SAR Rescue Unit dengan search area masing-masing yang telah dibuat.”

SRU 1, katanya, gunakan perahu karet Basarnas. Long boat milik masyarakat menyisir ke utara dari lokasi kejadian sejauh dua km di Sungai Taolas. SRU 2 penyisiran sisi kanan dan kiri Sungai Taolas ke arah utara dari lokasi kejadian sejauh dua kilometer.

Meski belum ada hasil, pencarian akan terus lanjut sesuai standar prosedur operasi Basarnas.

 

Baca juga : Konflik Buaya dan Manusia Terus Terjadi di NTT. Apa Solusinya?

Tim SAR bersiap menyisir lokasi untuk mencari Yulianus, yang kena seret buaya. Foto: Basarnas

 

Abisai berterima kasih atas upata tim gabungan. Usaha Basarnas bersama warga Dum-dum dan desa sekitar Kao Teluk ini mendapat bantuan masyarakat sekitar. Dia bilang , memang belum ada titik terang namun usaha keras menemukan korban ini luar biasa.

“Saya bersama seluruh warga menyampaikan terima kasih kepada tim yang melakukan pencarian korban warga kami ini,” katanya.

Agar tak jatuh korban lagi, pemerintah desa akan membuat larangan dan membatasi warga memasuki area itu.

“Upaya itu wajib, sudah jadi keharusan.   Sudah ada imbauan kepada seluruh masyarakat agar jangan lagi memasuki area itu karena sangat berbahaya,” katanya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Mongabay dalam lima bulan terakhir sudah ada tiga warga menjadi korban buaya. Peristiwa ini terjadi di Halmahera Barat, Halmhaera Utara dan Pulau Obi , Halmahera Selatan.

Pada Kamis (29/10/20), Rawil Gusao, bocah usia 11 tahun asal Desa Tauro, Kecamatan Jailolo, Halmahera Barat, hilang diterkam buaya di Sungai Tauro. Henazah ditemukan esok hari, Jumat 30/10/20. Korban diduga kena terkam buaya saat buang air besar (BAB) di tepi sungai.

Pada Rabu (24/2/21), buaya memangsa manusia di Pulau Obi, Halmahera Selatan. Buaya panjang sekitar lima meter memangsa nelayan bernama Sahdan Juanga. Warga Desa Anggai, Kecamatan Obi itu tewas mengenaskan. Sisa tubuh korban ditemukan dalam perut buaya saat ditangkap dan perut dibelah.

Soal konflik antara buaya dan manusia ini, Abas Hurasan, Seksi Konservasi Wilayah I Ternate,   Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Malut mengimbau, warga berhati-hati kalau memasuki area tempat atau habitat hidup predator ini.

 

Baca juga : Sering Terjadi, Konflik Manusia dengan Buaya di Bangka Belitung

Kali Toalas, tempat Yulianus mencari kerang dan hilang diseret buaya. Foto: Basarnas

 

Banyak konflik antara buaya dengan warga ini mengindikasikan ada persoalan dengan eksosistem terutama wilayah hidup hewan liar ini. Hanya saja, katanya, perlu pengecekan lagi guna memastikan, seperti apa dan bagaimana tempat hidup hewan liar ini terganggu.

“Kami masih mengumpulkan informasi dan data soal banyak konflik  buaya dengan manusia ini,” katanya.

Di Ternate saja , katanya, sudah ada laporan masuk ke BKSDA agar serius tangani konflik buaya dan manusia.

BKSDA, katanya, sudah menerima   surat dari Pemerintah Kelurahan Takome di Ternate terkait marak buaya mulai memasuki wilayah atau tempat aktivitas manusia. BKSDA sedang berkoordinasi memantau dan perlu ada upaya pencegahan agar tak mengakses habitat hidup hewan ini.

BKSDA juga meminta kantor pusat di Ambon untuk membuat imbauan misal, papan larangan di daerah-daerah habitat hidup buaya. “Kami imbau, jangan memasuki habitatnya karena sangat berisiko.”

 

Baca juga : Pembunuhan Ratusan Buaya di Sorong Lanjut ke Proses Hukum, Berikut Foto-foto dan Videonya

Warga dan Tim SAR berupaya mencari Yulianus yang hilang saat mencari kerang. Foto: Basarnas

 

*****

Foto utama: Buaya muara. Konflik manusia dengan buaya salah satu penyebabnya adalah rusaknya sungai-sungai. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Exit mobile version