Mongabay.co.id

Kebiasaan Unik Buaya Muara, Mempelajari Pola dan Gerakan Mangsanya

Buaya muara [Crocodylus porosus] ini berada di PPS Alobi Fooundation Bangka Belitung. Konflik manusia dengan buaya salah satu penyebabnya adalah rusaknya sungai-sungai di wilayah Bangka Belitung. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

 

Buaya muara [Crocodylus porosus] adalah reptil yang dapat mempelajari pola dan kebiasaan mangsanya.

Purwo Setio, A. Fanani Muharromi dan kolega telah membuktikan kecerdasan buaya muara tersebut. Para peneliti dari Pusat Penyelamatan Satwa Yogyakarta dan peneliti dari Universitas Gajah Mada itu mengamati pergerakan seekor buaya jantan dominan yang bernama Monti dan seekor buaya betina dominan yang bernama Bunda. Kedua buaya itu berada di kandang buaya Pusat Penyelamatan Satwa Jogjakarta.

“Pada buaya dewasa kemampuan ini telah berkembang sehingga Monti dan Bunda dapat mengingat jam makan mereka. Pemberian pakan dengan treatment rutin akan menyebabkan buaya menjadi terbiasa untuk tidak menangkap mangsanya dengan strategi tertentu,” tulis mereka dalam penelitian berjudul Perilaku Harian Buaya Muara [Crocodylus porosus, Schneider 1801] di Pusat Penyelamatan Satwa Jogja yang telah dimuat di Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Hayati ‘Biota’ [2010].

“Pemberian pakan aritmik bertujuan agar buaya tidak mengingat kapan ia akan diberi makan sehingga buaya terbiasa hidup mencari makan dengan oportunis seperti saat di habitat alaminya,” lanjut mereka.

Baca: Sering Terjadi, Konflik Manusia dengan Buaya di Bangka Belitung

 

Buaya muara [Crocodylus porosus] yang memiliki pola mempelajari kebiasaan mangsanya sebelum menerkam. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Dari pengamatan tersebut, peneliti juga menemukan pola dan strategi tertentu buaya muara. Pada Bunda misalnya, ia lebih suka memakan kelelawar yang banyak terbang di sekitar kandang, ikan, dan katak. Perilaku Bunda saat makan terpantau dengan strategi menerkam tiba-tiba mangsanya di air.

Bunda menunggu mangsa dalam air dan berkamuflase dengan mata telinga dan nostril tetap di permukaan air. Lalu, menerkam mangsa ketika lengah untuk kemudian ditarik masuk ke dalam air hingga tenggelam.

“Pada Monti, strategi memangsanya dengan menyelam dan menerkam tiba-tiba, lalu mangsa di lempar ke udara [dengan bantuan gravitasi] dan perlahan mangsa ditelan. Gigi yang tajam, otot perut dan asam pencemaan yang kuat membuat buaya tidak perlu menguyah makanannya.”

Tak hanya itu, buaya juga diketahui memiliki suatu hierarki dominasi baik itu populasi yang terdapat di alam liar maupun populasi yang berada di penangkaran.

“Suatu individu yang dominan ditentukan dari ukuran buaya tersebut,” tulis Purwo Setio, A. Fanani Muharromi dan rekan.

Apabila buaya itu memiliki ukuran paling besar, individu tersebut merupakan yang paling dominan. Individu jantan yang dominan memiliki kekuasaan mengontrol kesempatan kawin, memperoleh makanan, dan memiliki ruang gerak. Sementara individu betina cenderung memperlihatkan dominasi saat menentukan pemilihan letak sarang.

Baca: Kucing Emas, Satwa Misterius di Lebatnya Hutan Sumatera

 

Buaya muara merupakan predator puncak yang tangguh dan mudah beradaptasi. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Predator puncak

Peneliti buaya dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI], Hellen Kurniati mengatakan, buaya muara lebih suka hidup di daerah muara sungai yang dikelilingi tanaman nipah atau sejenisnya.

“Sebab tangkai daun atau pelepah tanaman itu digunakan untuk membuat sarang,” kata Hellen dikutip dari portal LIPI.

Helen, kepada Mongabay Indonesia, sebelumnya menuturkan bahwa buaya muara merupakan jenis terganas di antara jenis buaya yang ada di Indonesia. Sifat ganasnya sudah ada sejak baru menetas dari telur.

“Buaya juga mempunyai peran penting. Meski sering dianggap sebagai pengganggu, buaya muara memiliki fungsi luar biasa dalam sebuah ekosistem, sebagai top predator atau predator puncak,” paparnya.

Baca: Jangan Keliru, Wujud Anjing Ajag Sekilas Mirip Serigala

 

Buaya muara merupakan jenis paling buas jika dibandingkan jenis lainnya yang ada di Indonesia. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Buaya muara adalah satu dari tujuh jenis buaya yang hidup di Indonesia. Jenis ini tersebar luas di perairan Indonesia, mulai Sumatera hingga Papua.

Buaya muara merupakan predator puncak yang tangguh, oportunis, dan mudah beradaptasi. Pada individu dewasa warna tubuhnya lebih gelap ketimbang remaja. Bagian ventral tubuhnya berwarna kuning gading kecuali bagian ekor yaitu abu-abu.

Ukuran individu jantan mencapai 5-6 meter, sedangkan betina kisaran 2,5-3 meter. Kematangan seksual biasanya pada umur 10 tahun.

Buaya ini biasanya ditemukan di air keruh yang dalam dan gelap. Ia memangsa apapun yang ditemui, mulai amfibi, krustasea, reptil kecil, hinga ikan. Namun, semakin besar tubuhnya, semakin besar pula mangsanya. Seekor jantan besar diperkirakan dapat memakan seekor kerbau.

Saat musim kawin, yang biasanya terjadi pada musim hujan, buaya jantan besar akan keliling untuk melindungi wilayahnya dari pengganggu jantan lain.

Perkawinan terjadi di dalam air. Antara 4-6 minggu setelah kawin, betina akan bertelur 40-60 butir di sarangnya.

Baca juga: Kebiasaan Aneh Kambing Hutan Sumatera, Main di Tebing dan Menyendiri di Goa

 

Buaya muara bernama Merry diduga memangsa seorang manusia di desa Ranowangko, Minahasa, Sulut, Jumat [11/1/2019]. Merry mati seminggu kemudian karena diduga sakit dan stres. Foto: BKSDA Sulut/Mongabay Indonesia

 

Serangan mematikan

Data LIPI sejak 2007 hingga 2014 menunjukkan, tercatat 279 serangan buaya terjadi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 268 kasus serangan dilakukan oleh buaya muara yang 135 kejadian berakibat fatal dengan kematian.

Provinsi Kalimantan Timur memiliki kasus konflik manusia dengan buaya paling tinggi. Kawasan Delta Mahakam, Kalimantan Timur adalah daerah konflik manusia dengan buaya.

“Dari 180,77 km jalur sungai yang ditelusuri, dengan rataan 36,15 km/jalur sungai [kisaran 19-67], ditemukan sebanyak 40 ekor buaya muara. Rataan buaya 8 ekor/jalur sungai [kisaran 0 -17],” tulis Mulyadi dan kolega dalam riset tersebut.

Kepadatan buaya di jalur sungai secara umum adalah 0,22 ekor/km. Kepadatan paling tinggi terjadi pada jalur Sungai Rintis, yaitu 0,52 ekor/km. Sedangkan dari kawasan tambak yang ditelusuri sepanjang 10,18 km dengan luasan tambak 129,8 hektar, berhasil ditemukan buaya sebanyak 186 ekor. Rataan sekitar 32,39 ekor/ tambak [kisaran 7- 89].

Kepadatan buaya di dalam tambak secara menyeluruh dengan rataan 1,3 ekor/ha [kisaran 0,8 – 1,96] atau 18 ekor/km panjang tanggul tambak. Kepadatan buaya di wilayah tambak ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan jalur sungai.

Di Indonesia, buaya muara merupakan jenis satwa liar dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

 

 

Exit mobile version