Mongabay.co.id

Sumber Ketahanan Pangan di Tengah Pandemi COVID-19

Lele di Indonesia berpeluang besar untuk diekspor ke luar negeri asalkan budidayanya berkelanjutan dan bersertifikasi sesuai pasar ekspor. Foto : Dirjen Perikanan Budidaya KKP/Mongabay Indonesia

 

Pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung lebih dari setahun, banyak mengubah tata perekonomian dari golongan ekonomi bawah hingga atas. Tak sedikit, di antara masyarakat banyak yang mengalami keterpurukan ekonomi karena disebabkan berbagai faktor.

Hal tersebut diperkirakan banyak dialami oleh masyarakat Indonesia yang mendiami kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Demi bisa bertahan hidup, warga banyak yang berpindah haluan dari profesi awal sebagai nelayan atau pembudidaya ikan dan petambak garam, ke profesi lain yang lebih menjanjikan.

Bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kondisi tersebut harus bisa dicarikan solusinya agar masyarakat bisa tetap bertahan hidup, namun juga tetap menghidupkan sektor kelautan dan perikanan. Salah satu solusi yang bisa dipilih, adalah perikanan budi daya.

Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto mengatakan, salah satu teknologi yang bisa mendukung kegiatan budi daya perikanan yang dinilai sangat efektif, adalah bioflok. Teknologi tersebut, selain efisien, juga terkenal ramah terhadap lingkungan sekitarnya.

Teknologi hebat tersebut sangat cocok dipadukan dengan komoditas Lele, karena akan menghasilkan produksi yang cepat dan banyak, namun dengan harga yang terjangkau. Budi daya Lele dengan bioflok, juga akan menjadi sumber pendapatan baru bagi masyarakat.

“Dan sumber ketahanan pangan bagi masyarakat Indonesia,” ungkap dia belum lama ini di Jakarta.

baca : Akhirnya, Teknologi Bioflok untuk Lele Masuk Pesantren

 

Dirjen Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto (tengah bertopi) memanen lele dari budi daya sistem bioflok di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Foto : KKP

 

Menurut dia, budi daya Lele dengan bioflok terbukti sudah menjadi sumber penggerak perekonomian masyarakat di sejumlah daerah dalam kurun waktu setahun ini. Hal itu tidak bisa dilepaskan dari upaya Pemerintah yang terus menggalakkan budi daya Lele dengan bioflok di berbagai provinsi.

Pemilihan bioflok sebagai teknologi pendukun budi daya Lele, dilakukan karena memang ada sejumlah kelebihan yang tidak dimiliki teknologi lain. Di antaranya, adalah efisiensi pemanfaatan lahan dan limbah yang juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik.

Dengan demikian, di satu lahan yang dipakai bisa dimanfaatkan juga untuk kegiatan pertanian seperti menanam sayuran dan buah. Pada akhirnya, bioflok akan menjamin ketersediaan sumber pangan bagi masyarakat Indonesia, dari perikanan dan pertanian sekaligus.

Selain itu, keunggulan lain yang bisa didapat dari budi daya ikan dengan menggunakan sistem bioflok, adalah kemampuan padat tebar yang menjadi lebih tinggi dibandingkan konvensional, masa pemeliharaan lebih singkat, dan efisien dalam penggunaan air dan pemberian pakan.

Slamet melanjutkan, budi daya ikan dengan sistem bioflok memiliki potensi untuk dapat meningkatkan keterampilan masyarakat dalam menerapkan teknologi budi daya, sehingga dapat menjadi bekal ilmu dalam melakukan usaha budi daya ke depan.

baca juga : Kampung Bioflok untuk Ketahanan Pangan Papua Barat. Seperti Apa?

 

Budidaya lele dengan menggunakan teknologi system bioflok yang sedang digalakkan oleh Dirjen Perikanan Budidaya KKP. Teknologi bioflok ini diyakin dapat meningkatkan produksi lele sampai tiga kali lipat. Foto : DJPB KKP

 

Pengelolaan Tepat

Selain teknologi, implementasi cara budi daya ikan yang baik (CBIB) juga wajib untuk diterapkan agar bisa menghasilkan produk yang baik. Contohnya, adalah penggunaan benih bermutu yang berasal dari induk unggul, pakan yang berkualitas, dan pengelolaan kualitas air.

“Serta manajemen kesehatan ikan dan lingkungan juga menjadi tambahan ilmu yang penting bagi pelaku usaha budi daya,” sebut dia.

Khusus untuk budi daya Lele, itu juga bisa menjadi pilihan utama untuk saat ini, mengingat permintaan yang terus meningkat terhadap komoditas tersebut. Ditambah teknologi bioflok, maka bukan saja menghasilkan Lele yang berkualitas, namun juga kuantitas yang banyak.

Melalui Lele, Slamet tak malu mengakui bahwa produksi ikan secara nasional ikut terbantu sejak 2017 lalu. Karenanya, dorongan untuk melaksanakan budi daya Lele juga akan terus digaungkan di seluruh provinsi di Indonesia.

Salah satu provisi yang sudah mengadopsi teknologi bioflok untuk budi daya Lele, adalah Kalimantan Tengah. Di provinsi tersebut, budi daya Lele dengan bioflok tak hanya dijadikan sumber pendapatan saja, namun juga penopang ekonomi di saat pandemi COVID-19.

Slamet menceritakan, awal mula Kalteng mengembangkan budi daya Lele dengan bioflok adalah saat kelompok pembudi daya ikan (Pokdakan) Katoni Lestari Jaya Raya Palangkaraya melaksanakan budi daya secara konvensional di lahan yang luas dan produktivitasnya rendah, dan sering terkena banjir.

Kemudian, setelah bioflok diterapkan di Indonesia, Katoni Lestari Jaya mulai mengadopsinya secara perlahan di tengah pandemi COVID-19. Ternyata, uji coba tersebut dinilai bagus karena bioflok memberikan keuntungan dengan inovasi lahan yang kecil namun produksi bisa digenjot signfikan.

“Ditambah lagi Palangkaraya airnya masih sangat bagus, jernih, makanya sangat cocok dan potensial untuk budi daya ikan termasuk ikan lele atau komoditas ikan lainnya,” ungkap dia.

perlu dibaca : Budidaya Lele, Potensi Primadona Ekspor Indonesia Selanjutnya

 

Budidaya lele dengan menggunakan teknologi system bioflok yang sedang digalakkan oleh Dirjen Perikanan Budidaya KKP. Teknologi bioflok ini diyakin dapat meningkatkan produksi lele sampai tiga kali lipat. Foto : DJPB KKP/Mongabay Indonesia

 

Sebagai teknologi yang mudah diaplikasikan, Slamet berharap seluruh daerah bisa mulai menerapkannya untuk mendorong percepatan produksi ikan, khususnya Lele. Dalam prosesnya, pembudidaya tetap bisa menerapkan CBIB dan cara pembenihan ikan yang baik (CPBIB).

Dengan demikian, teknologi bioflok akan diharapkan memberikan keuntungan kepada pembudidaya yang menerapakannya. Tentu saja, dengan tetap menjalankan prosedur operasional standar (SOP) yang sudah ada, misalnya pemberian pakan, dan melaksanakan pengelolaan air dengan baik.

Ketua Pokdakan Katoni Lestari Jaya Raya Miring mengatakan bahwa setelah penerapan bioflok dilakukan, dia merasakan perubahan signifikan yang mengarah positif. Di antaranya, tingkat kematian menurun hingga 15 persen selama masa pemeliharaan berlangsung.

Kemudian, rasio feed Conversion Ratio (FCR) atau perbandingan antara berat pakan dengan berat total (biomass) ikan dalam satu siklus periode budi daya juga bisa ditekan hingga 30 persen. Juga, ukuran ikan selalu bagus dengan mencapai ukuran 6-7 per kilogram.

“Ditambah harga ikan Lele di Kalteng bisa mencapai sekitar Rp18 ribu hingga Rp20 ribu per kilogram,” tambah dia.

 

Produktivitas Tinggi

Kepala Balai Perikanan Budi daya Air Tawar (BPBAT) Mandiangin, Kalimantan Selatan Andy Artha Oktopura mengatakan, sebagai instansi pendamping bagi pembudidaya yang ingin menerapkan bioflok untuk budi daya perikanan, pihaknya akan membimbing sampai berhasil setiap pembudi daya.

Berdasarkan hasil kajian dan uji terap di lapangan, budi daya ikan dengan sistem bioflok diketahui memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi, karena pertumbuhan ikan yang lebih cepat, dan tingkat kelulushidupan (survival rate/SR) yang juga lebih tinggi dibandingkan dengan cara konvensional.

Selain itu, keuntungan lain dari bioflok, adalah masyarakat bisa mengintegrasikan lahan budi daya dengan kegiatan pertanian seperti menanam sayuran dan tanaman. Integrasi di lahan yang sama tersebut menghasilkan tanaman yang subur yang memicu penambahan pendapatan.

“Budi daya ikan sistem bioflok banyak menarik minat masyarakat, karena berbagai keunggulan yang dimiliki, seperti minim penggunaan lahan, produktivitas yang tinggi dan hemat air hingga ramah lingkungan,” jelas dia.

baca juga : Ini Keuntungan Budidaya Ikan Nila dengan Teknologi Bioflok

 

BPBAT Mandiangin, Kalimantan Selatan memberikan benih ikan kepada pembudidaya di di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Foto : KKP

 

Selain di Kalteng, bioflok juga diterapkan di Jawa Tengah di bawah pemantauan Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. Menurut Kepala BBPBAP Jepara Sugeng Rahardjo, minat masyarakat untuk melaksanakan budi daya Lela dengan bioflok sangat tinggi di Jateng.

Penyebab tingginya minat tersebut, salah satunya karena permintaan pasar terhadap Lele tidak pernah surut, bahkan cenderung terus meningkat dari waktu ke waktu. Di saat yang sama, harga jual Lele di pasaran juga relatif stabil dengan cakupan pasar yang bagus dan luas.

Diketahui, produksi ikan Lele sebagai komoditas pada budi daya ikan sistem bioflok, terus mengalami peningkatan selama periode 2015-2019. Data sementara yang dimiliki KKP mencatat produksi Lele mengalami kenaikan sebesar 9.23 persen per tahun.

 

Exit mobile version