Bagi banyak orang aktivitas Sudarmi (56) sehari-hari ibarat siang dan malam. Di suatu saat dia bisa jadi perias pengantin, di kesempatan lain dia sering tampak berada di hutan, di antara tumpukan log kayu jati.
Sudarmi memang sosok unik. Dia sedikit dari perempuan Indonesia yang bekerja di sektor kehutanan yang umumnya didominasi kaum pria.
Dua tahun lalu Sudarmi terpilih menjadi ketua Koperasi Wana Manunggal Lestari (KWML). Sebuah koperasi yang mewadahi para petani yaitu petani Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan petani Tanaman Hutan Rakyat (THR) yang berada di sebagian wilayah Gunungkidul.
Sudarmi juga ketua Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan (HKm) Sedyo Rukun di Desa Banyusoco. Istimewanya, sebagian besar anggota HKm ini perempuan. Selain itu, dia juga dipercaya sebagai ketua Paguyuban HKm Gunung Seribu, yang beranggotakan kelompok yang berjumlah 35 kelompok.
Kelompok Tani HKm Sedyo Rukun berdiri sejak 2000. Pada 2007 ia mendapat izin pengelolaan hutan negara seluas 17 hektar selama 35 tahun di Hutan Paliyan. Lokasinya berada di sebelah hutan negara yang dikelola Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Yogyakarta. Sebuah jalan aspal membelah di antara keduanya.
Kelompoknya sudah melakukan panen kayu sebanyak dua kali, yaitu pada 2019 dengan luas 9 hektar, lalu pada 2020 dengan luas 3,5 hektar. Tahun ini panenan kayu di lahan seluas 4,5 hektar akan dilaksanakan sekitar bulan Juni.
Menurut Sudarmi, kali ini jumlah pohon yang dipanen sebanyak 2.736 batang. Pemanenan berikutnya sebutnya baru akan dilakukan 10 atau 15 tahun lagi.
Pada 2018 lalu, kelompok ini menjadi juara ketiga dalam lomba Wana Lestari yang diadakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sedyo Rukun dianggap berprestasi karena berhasil memberdayakan dan mengubah perilaku masyarakat di bidang lingkungan hidup.
Berlanjut di 2019 lalu, Sudarmi mendapat anugerah sebagai salah satu tokoh perhutanan sosial dari 20 orang terpilih dari seluruh Indonesia dari KLHK. Indikatornya, kepeloporan, konsistensi, dan kemampuan kolaborasi untuk mengelola dan melestarikan hutan.
Baca juga: Sri Hartini, Saat Perempuan Ambil Bagian Jadi Pelindung Hutan Wonosadi
Hasil produksi kayu lestari KWML memang dari tahun ke tahun semakin besar. Pada 2019 tiga kelompok HKm yang tergabung dalam koperasi memanen kayu jati di lahan seluas 28 hektar dengan tebangan 274 meter kubik, total pendapatannya Rp. 328.000.000.
Setahun berikutnya jumlah itu meningkat. Empat kelompok HKm memanen 45 hektar, produksi kayu sebanyak 655 meter kubik, dengan pendapatan Rp 978.528.500.
Di tahun ini, mereka menargetkan ada 10 kelompok HKm yang akan memanen kayu dengan luas panen 110 hektar. Produksi kayu sebesar 1.630 meter kubik, dengan potensi pendapatan diperkirakan sebesar Rp 3.080.346.715.
Agar hutan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi anggota, Kelompok Tani Sedyo Rukun pun menanami aneka bahan jamu di bawah tegakan. Ada kelompok bernama Sedyo Rukun yang menjadi wadah anggota untuk mengolah empon-empon.
Mereka membuat aneka serbuk minuman jamu, gula kunir, jahe kristal, wedang uwuh. Juga membuat aneka cemilan dari umbi garut dan olahan pisang.
Tak hanya mengolah aneka pangan, kelompok Sedyo Rukun membuat batik memakai pewarna alami daun jati. Selain itu mereka juga memproduksi sabun pewarna alami. Ini dilakukan dengan memanfaakan sumber lokal yang bisa menambah pendapatan.
Pada 2018 kelompok ini coba menanam porang. Porang dipilih karena dianggap memberikan hasil yang lebih baik dibanding palawija. Tahun ini mereka akan coba menanam nilam sebanyak 22 ribu batang di lahan seluas 1 hektar.
Sudarmi bilang penyiapan lahan itu untuk uji coba. Jika berhasil maka lahan yang ditanam nilam akan diperluas lagi. Diharapkan setiap lima bulan sekali mereka bakal panen selama dua tahun.
Sebagai koperasi serba usaha, KWML mempunyai unit bisnis penggergajian kayu agar nilai tambah kayu meningkat menjadi barang setengah jadi. Mereka menerima penggergajian baik dari anggota maupun non anggota. Setidaknya per hari bisa diolah 2 meter kubik log kayu menjadi kayu olahan.
Baca juga: Our Mothers’ Land, Jejak Pejuang Lingkungan Perempuan Indonesia
Kayu Bersertifikat
KWML juga menjalankan jual beli kayu bersertifikat, baik berbentuk log bulat maupun kayu gergajian. Mereka pun menerima pemesanan produk kayu seperti mebel, kusen jendela maupun pintu dari konsumen.
Koperasi ini pernah mendapatkan Sertifikat Ekolabel pengelolaan hutan rakyat secara lestari oleh Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI). Koperasi juga beroleh Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk unit manajemennya.
Manfaat terbesar dirasakan petani atas keberadaan koperasi adalah jaminan harga beli kayu lestari. Sementara koperasi memiliki jaminan pasar karena telah mengantongi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang sudah terdaftar ke Sistem Informasi Penatausahaan Hasil hutan (SIPUHH).
Lalu bagaimana Sudarmi menjalankan organisasi? Apa pandangan dia tentang konsep hutan lestari untuk kesejahteraan?
Mongabay Indonesia mengunjungi kediamannya pada tanggal 27 Maret 2021 lalu. Sudarmi mengajak mengunjungi lahan pembibitan, areal tebangan, dan unit penggergajian kayu. Mongabay kembali menghubungi Sudarmi melalui sambungan telpon pada 9 April lalu.
Berikut petikan wawancaranya.
Mongabay: Bisa cerita secara singkat bagaimana Anda berkecimpung di bidang kehutanan?
Awalnya sebagai anggota Kelompok Tani Sedyo Rukun. Seiring berjalannya waktu saya jadi pengurus. Kemudian tahun 2013 dipercaya teman-teman jadi ketua HKm Sedyo Rukun. Ternyata ada rasa suka dengan berkecimpung di hutan.
Kami bisa bareng-bareng mengelola hutan, menanam, memelihara, memanen. Sampai tahun 2019 saya dipercaya menjadi ketua KWML. Pada tahun itu koperasi direvitalisasi, yang semula mengalami masa vakum karena tidak ada kegiatan oleh pengurus dan anggota saat itu.
Dengan keikhlasan untuk mencintai hutan maka semua kegiatan bisa kami laksanakan dengan lancar. Ini tidak terlepas dari dukungan dan motivasi dari anggota kempok dan para stakeholder yang terkait.
Mongabay: Mengapa suka bidang kehutanan?
Ketika pertama kali masuk saya tidak tahu juga. Sempat ada keraguan, apakah saya bisa, apakah saya mampu mengelola dengan membawa teman-teman yang banyak itu. Awalnya seperti itu. Tetapi setelah saya lakukan, ternyata itu bukan sesuatu yang sulit.
Ketika kami mengadakan penebangan kayu, melaksanakan penanaman, ternyata di sana kami menemukan sesuatu yang menyenangkan. Cuma satu yang tidak bisa saya lakukan. Perempuan kalau disuruh angkat-angkat memang bukan bidangnya ya.
Mongabay: Menurut Anda keterlibatan petani hutan perempuan di sini seperti apa?
Saya menilai petani perempuan saat ini justru kegiatannya semakin aktif. Lebih aktif dibandingkan laki-lakinya. Masalahnya mungkin, bapak-bapak tidak fokus di pertanian saja. Kadang-kadang mereka juga bekerja di luar, bekerja di kota, ada yang menjadi tukang, dan sebagainya.
Perempuan bekerja di dalam bidang pertanian menurut pandangan kami lebih telaten, mendalam dan detil dibanding dengan bapak-bapak. Ketika dipegang perempuan menurut saya persentase keberhasilannya bisa dibilang lebih tinggi daripada yang dikelola bapak-bapak.
Memang, kalau di sektor kehutanan secara umum itu agak kurang. Permasalahannya sektor hutan berhubungan dengan kayu. Ketika berhubungan dengan kayu atau olahan, lebih condong banyak laki-lakinya daripada perempuan.
Mongabay: Mengapa perempuan di sini bisa lebih aktif berorganisasi?
Saya juga tidak tahu, apa karena mungkin ketuanya perempuan, jadi kami lebih mudah menggerakkan ibu-ibunya. Bahkan ketika melakukan tebangan kayu di situ juga ada perempuan yang ikut. Kami ikutkan dua perempuan untuk mencatat di buku ukur. Meski panas atau hujan, mereka kita libatkan di sana.
Mongabay: Apa karena perempuan lebih bisa dipercaya?
[Tertawa]. Nggak tahu juga ya. Yang jelas ketika perempuan ikut, yang saya lihat perempuan lebih disiplin, atau teliti. Saya lebih senang ketika kegiatan itu memang yang ikut perempuan. Jadi saya tekankan terutama di kelompok kami, saat kegiatan tebangan di lahan, saya mengajak ‘Ayo ke sini ibu-ibu. Bapak-bapak cuma bikin ribet saja.’
Mongabay: Masuknya banyak anggota perempuan itu ketika melakukan revitalisasi koperasi?
Kalau di dalam koperasi memang iya. Kebanyakan perempuan setelah revitalisasi. Kita di KWLM istilahnya belum ada cabang. Koperasinya serba usaha dan simpan pinjam. Usaha kita tentang pengolahan kayu. Di situ ada gergaji dan sebagainya. Kita mengolah kayu, yang log kita olah di situ masih dalam bentuk setengah jadi.
Kita bisa menjual barang setengah jadi, bisa juga ketika ada pesanan kita menjual barang jadi. Usaha kita memang penggergajian kayu.
Mongabay: Seberapa jauh manfaat koperasi Wana Manunggal Lestari dalam meningkatkan kesejahteraan anggotanya?
Memberikan kesejahteraan berupa pembelian kayu dengan harga pasti. Ketika koperasi membeli kayu, petani merasa terlindungi. Petani memilih menjual ke koperasi dibanding langsung menjual ke pembeli.
Kalau lewat koperasi kayu dihargai sesuai harga yang sudah menjadi kesepakatan. Petani yang berhubungan langsung dengan pembeli sering dipermainkan. Misalnya, kayu ukuran A2 semula harga Rp 2,3 juta, ketika ketemu pembeli dia bisa turunkan harga dengan alasan kayunya rusak, cacat, bengkok.
Mongabay: Apa susahnya perempuan jadi ketua koperasi perkayuan? Pernah ada yang meragukan kemampuan Anda?
Kita harus bisa membagi waktu sebaik mungkin. Karena harus berbagi waktu dengan keluarga juga kan. Kadang ada juga yang meragukan, apa mungkin perempuan bisa memimpin, apalagi hutan identik dengan laki-laki. Saya tidak mau menunjukkan apa saya bisa atau tidak. Dijalani saja, nanti kelihatan hasilnya, berhasil atau tidak.
Mongabay: Ada tulisan ‘Hutan adalah Emas Hijau Titipan Anak Cucu’ di papan nama HKm Sedyo Rukun, apa artinya?
Yang namanya hutan, apa yang ditanam di tahun ini belum tentu kita yang bakal memanennya. Misalnya jati, jangka waktunya puluhan tahun. Kita tidak tahu umur kita sampai di mana, jadi itu untuk anak cucu kita.
Mongabay: Apa pandangan Anda terkait fungsi hutan?
Fungsi hutan sebenarnya untuk kesejahteraan masyarakat. Kelestarian hutan itu tidak berarti ketika kita tebang kayu dilakukan sebanyak-banyaknya untuk dapat hasil maksimal, bukan itu.
Ada aspek kelestarian. Mungkin lima tahun pertama apa, lima tahun ke dua, apa, lima tahun ketiga apa, setelah tebang terus kegiatan kita apa. Itu yang namanya lestari. Ketika hutan kita lestari otomatis memberikan kesejahteraan untuk masyarakat.
Mongabay: Masyarakat yang tinggal di kawasan hutan atau pinggir hutan sering dianggap masyarakat miskin. Banyak yang meragukan bahwa hutan bisa memberi kesejahteraan. Menurut Anda?
Mungkin karena dia belum merasakan. Ketika dia sudah tahu apa fungsi hutan, apa manfaat hutan sebenarnya banyak yang bisa dimanfaatkan. Umumnya masyarakat sekitar hutan, mayoritas bertani saja. Kalau tidak mengelola hutan kita mau ngapain, kita kan tidak bisa bercocok tanam ke tempat lain. Bisanya kita cuma memanfaatkan hutan tersebut.
***
Foto utama: Sudarmi, sosok pelestari hutan di Gunung Kidul. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia