Mongabay.co.id

Ekonomi Biru untuk Menjaga Ekosistem Laut dan Pesisir

 

Komitmen untuk melaksanakan pembangunan dengan menjaga prinsip kelestarian lingkungan dan sekaligus peningkatan kesejahteraan pada sektor kelautan dan perikanan dideklarasikan Pemerintah Indonesia. Komitmen tersebut bergaung, karena dunia sedang mengadopsi prinsip ekonomi biru.

Dorongan untuk melaksanakan prinsip tersebut ada dalam laporan Laut untuk Kesejahteraan: Reformasi untuk Ekonomi Biru di Indonesia yang diterbitkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Marves) dan Investasi bersama Bank Dunia.

Dalam laporan tersebut dijelaskan bagaimana ekonomi laut yang berkelanjutan menjadi sangat penting bagi Indonesia, arena itu bisa membantu dalam mewujudkan masyarakat pesisir yang sejahtera, lingkungan laut yang sehat, dan perekonomian nasional yang berkembang.

Deputi Bidang Koordinasi Sumber daya Maritim Kemenko Marves Safri Burhanuddin mengatakan, laporan tersebut lebih rinci mengulas tentang rekomendasi arah kebijakan yang bisa dilakukan oleh Indonesia dalam mengawal investasi di bawah prinsip ekonomi biru.

Salah satu rekomendasi itu adalah meminta Indonesia untuk bisa menerapkan sistem wilayah pengelolaan perikanan nasional Republik Indonesia (WPP-NRI) dan sekaligus memperkuat area taman laut yang terus mengalami perkembangan.

Rekomendasi berikutnya yang dimuat dalam laporan tersebut, adalah tentang dorongan perluasan moratorium alih fungsi hutan primer yang meliputi seluruh ekosistem hutan bakau (mangrove). Dorongan tersebut untuk mencegah kerusakan mangrove lebih luas.

“Juga mendukung sasaran restorasi mangrove yang ada saat ini,” ungkap dia belum lama ini di Jakarta.

baca : Harapan Baru Rehabilitasi Mangrove di Lokasi Kritis

 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan, melaksanakan penanaman mangrove sebagai bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Brebes, Jateng, Kamis (22/10/2020). Foto : Kemenko Marves

 

Tak cuma dua rekomendasi di atas, ternyata ada juga rekomendasi lain yang tak kalah penting bagi Indonesia. Di antaranya, adalah dorongan untuk melaksanakan pengurangan sampah plastik yang ada di laut oleh masyarakat Indonesia.

Rekomendasi tersebut dilakukan juga dengan menetapkan persyaratan minimum kandungan bahan daur ulang di dalam produk-produk tertentu dan memperluas larangan penggunaan produk-produk plastik yang dapat digantikan.

Kemudian, rekomendasi berikut yang ditujukan bagi Pemerintah Indonesia, adalah tentang pengunjung destinasi wisata pesisir dan laut yang seharusnya perlu diatur arusnya. Rekomendasi tersebut bertujuan agar pariwisata bahari bisa tetap bermanfaat dari sisi ekonomi dan ekologi sekaligus.

Adapun, rekomendasi terakhir bagi Indonesia yang ada dalam laporan tersebut, adalah tentang upaya untuk melanjutkan dan meningkatkan data, juga penghitungan jasa ekosistem di Indonesia. Misalnya, adalah penghitungan potensi karbon biru yang tersimpan di perairan laut Indonesia.

“Juga habitat bagi keanekaragaman hayati, dan perlindungan dari badai,” jelas dia.

 

Sumber Kesejahteraan

Menurut Safri Burhanuddin, semua rekomendasi yang ada dalam laporan tersebut, untuk saat ini sudah mulai dikerjakan oleh Pemerintah Indonesia. Termasuk, melaksanakan konsep dan prinsip ekonomi biru, di mana laut menjadi sumber kesejahteraan yang utama bagi masyarakat Indonesia.

Dalam melaksanakan prinsip ekonomi biru, Indonesia memliki program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang saat ini sedang berjalan. Program untuk memulihkan ekonomi akibat pandemi COVID-19 itu, diharapkan bisa mendukung ekonomi biru di Indonesia.

Dengan menerapkan ekonomi biru, Indonesia berharap bisa tetap melaksanakan upaya pelestarian dan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Terutama, masyarakat pesisir di seluruh Nusantara yag menjadi utama dan berkesinambungan.

baca juga : Menanti Bibit-bibit dari Mangrove Center untuk Hijaukan Pesisir Indonesia

 

Kawasan mangrove di Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, Jateng. Foto : KLHK

 

Pelaksanaan PEN pada sektor kelautan dan perikanan, berfokus pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan informal yang ada pada semua subsektor, khususnya perikanan tangkap dan perikanan budi daya. Kemudian, program lainnya adalah untuk melaksanakan restorasi terumbu karang nasional.

Sementara, Safri Burhanuddin menyebutkan, untuk mangrove juga mendapatkan perhatian yang sama besarnya melalui PEN dan akan berlangsung selama empat tahun ke depan hingga 2024. Dengan tujuan utama, melaksanakan restorasi hingga seluas 600 ribu hektare.

Selain dua program di atas, terumbu karang dan mangrove juga mendapat perhatian khusus melalui PEN untuk menjadikan laut sebagai sumber kesejahteraan. Program yang dimaksud, adalah Program Infrastruktur Kawasan Terumbu Karang dan Mangrove Laut Sejahtera (LAUTRA).

Program tersebut memiliki tujuan untuk meningkatkan pengelolaan terumbu karang dan ekosistem mangrove serta kawasan konservasi. Caranya, dengan menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan, serta memperbaiki kondisi sosial ekonomi.

Dari situ, diharapkan program tersebut bisa membantu untuk meningkatkan keberlanjutan sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat. Direncanakan, program tersebut akan dilaksanakan di 157 kabupaten atau kota di 24 provinsi, 12 kawasan konservasi, dan 3 kawasan WPPNRI (714, 715, 718).

“Usaha menjaga laut dan lingkungan kita, sekaligus menjadikan laut sebagai sumber kesejahteraan yang berbasis ekonomi biru, semakin dekat melalui langkah-langkah yang kita lakukan,”

Direktur Pelaksana Bank Dunia untuk Kebijakan dan Kemitraan Pembangunan Mari Elka Pangestu mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang fokus memperjuangan perubahan ekosistem ekonomi dari konvensional seperti sekarang, menjadi ekonomi biru.

Dengan adanya ekonomi biru, negara-negara di dunia, termasuk Indonesia salah satunya dapat mencapai tiga manfaat sekaligus. Ketiganya, adalah laut yang sehat, masyarakat pesisir yang tangguh, dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

“Bank Dunia terus mendukung negara-negara dalam upaya menuju ekonomi biru, salah satunya melalui berbagai portfolio Bank Dunia di sektor ekonomi biru yang saat ini mencapai sekitar USD5,6 miliar,” ucap dia.

baca juga : Lima Tahun Program USAID SEA Realisasikan 1,6 Juta Hektar Kawasan Konservasi Perairan

 

Aktivitas nelayan di tempat pelelangan ikan di Kota Rembang, Jawa Tengah. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Mata Pencaharian

Hal senada juga diucapkan Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste Satu Kahkonen. Menurut dia, dengan garis pantai yang panjang, keanekaragaman terumbu karang yang tinggi, dan pemandangan laut yang menakjubkan, laut berperan sangat penting bagi mata pencaharian masyarakat Indonesia.

”Bank Dunia mendukung upaya pemerintah Indonesia menuju ekonomi biru melalui analisis, dukungan teknis, dan investasi,” sebut dia.

Satu Kahkonen mengatakan, dalam menerapkan prinsip ekonomi biru, diperlukan keterlibatan multisektor dengan arah dan peta jalan yang jelas untuk laut berkelanjutan. Untuk itu, diperlukan kerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan ekonomi biru dengan baik.

Beberapa waktu lalu, Direktur Lingkungan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Rodolfo Lacy Tamayo juga berkampanye tentang ekonomi biru yang seharusnya bisa diterapkan oleh negara-negara di dunia.

Dalam pandangan dia, ekonomi biru dikembangkan agar prinsip keberlanjutan bisa tetap berjalan untuk mendukung upaya pelestarian ekosistem dan lingkungan. Dengan manfaat seperti itu, ekonomi biru didorong untuk diterapkan pada sektor kelautan dan perikanan di seluruh dunia.

Dorongan tersebut dikampanyekan, karena itu menjadi upaya penyelamatan ekosistem lautan yang saat ini semakin mendapat ancaman karena berbagai faktor. Dengan ekonomi biru, manfaat dari sisi ekonomi dan ekologi akan bisa didapatkan secara bersamaan.

perlu dibaca : Harapan Setelah Pandemi COVID-19 adalah Ekonomi Biru

 

Data Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menjelaskan para perempuan nelayan mampu memberikan kontribusi ekonomi lebih dari 60 persen bagi perekonomian keluarga. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Rodolfo Lacy mengatakan, saat ini lautan sudah memberi pekerjaan bagi 32 juta orang di seluruh dunia dan 6 persen berasal dari proyek lepas pantai, 23 persen adalah para pekerja sektor wisata bahari, dan 43 persen berasal dari perikanan, pengolahan, dan perikanan budidaya.

Dengan kata lain, ekonomi biru dinilai sudah menjadi menopang pertumbuhan ekonomi secara global di sektor perikanan dan kelautan. Termasuk, di Indonesia yang diyakini sudah meghidupkan banyak denyut nadi kehidupan.

“Pada 2010, ekonomi biru pada perikanan dan kelautan sudah menghasilkan uang hingga USD1,5 triliun. Kemudian, angka itu akan naik lagi menjadi USD3 triliun pada 2030 nanti. Itu gerakan yang sangat cepat,” jelasnya.

Akan tetapi, semua gerakan positif tersebut ada di bawah ancaman polusi lautan seperti sampah plastik yang bisa merusak ekosistem. Bahkan, sampah plastik di laut itu bernilai USD13 miliar dan didominasi berasal dari perikanan dan sektor wisata.

“Botol plastik menyebabkan banyak polusi laut, karena mereka sangat murah,” pungkas dia.

Exit mobile version