Mongabay.co.id

Terganjal Izin dan Atraksi, Tujuh Lumba-lumba Direlokasi dari Keramba ke Kolam

 

Keramba Dolphin Lodge yang berisi tujuh ekor Lumba-lumba hidung botol (Tursiops aduncus) ditutup dan penghuninya dipindahkan ke kolam lain. Usaha wisata peragaan dengan lumba-lumba ini dinilai tidak memiliki izin dan menyalahi regulasi peragaan satwa dilindungi.

Sejumlah pihak nampak duduk dengan rona wajah tegang di kantor Dolphin Lodge, Pantai Mertasari, Sanur, Bali, pada Selasa (27/04/2021) siang. Ada tim Direktorat Jenderal KSDAE Kementerian Lingkungan dan Kehutanan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Bareskrim Mabes Polri, dan Ditreskrimsus Polda Bali. Dari pihak PT. Piayu Samudera Bali yang mengelola Dolphin Lodge, ada kepala keamanan dan stafnya.

Secara singkat pihak pemerintah menyampaikan akan evakuasi lumba-lumba. Namun pihak yang mewakili Dolphin Lodge menolak. Setelah itu ditawarkan membuat berita acara penolakan.

Beberapa saat kemudian, tim evakuasi nampak mempersiapkan sarana dan sumber daya untuk proses pemindahan dari keramba yang berada sekitar 50 meter dari pantai. Puluhan orang membagi tugasnya ada yang bekerja di keramba, kemudian diangkut lewat perahu bermotor, dilanjutkan tim transportasi menuju kolam penitipan.

Pemindahan berjalan perlahan, dalam empat jam, baru tiga ekor yang dipindahkan. Lumba-lumba ini kadang terdengar mengeluarkan suara, ukurannya cukup besar sehingga harus digotong 6-8 orang per ekor. Pemindahan masih berlangsung sampai malam hari.

baca : Seekor Lumba-lumba Mati di Kolam Hotel, Dua Ekor Sudah Dievakuasi

 

Proses pemindahan 7 ekor Lumba-lumba hidung botol dari Dolphin Lodge dari keramba tengah laut ke angkutan transportasi darat menuju kolam penutupan. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Sumarsono, Kepala Seksi Konservasi Wilayah 1 BKSDA Bali yang ikut hadir mengatakan Dolphin Lodge ini sudah dinyatakan ditutup per 15 April 2020 lalu setelah ijinnya habis.

Setelah itu ada peristiwa tersebarnya video yang disebutnya viral. “Lumba-lumba ditunggangi Lucinta Luna, juga sudah beberapa kali diperingatkan,” ujar Sumarsono. Terlebih, lokasi ini sudah tidak memiliki izin. “Kalau tak diambil, diam-diam show sendiri. Kami menjalankan perintah Dirjen KSDAE,” lanjut Sumarsono.

Paket interaksi lumba yang ditawarkan seperti beri makan, berenang bersama, tapi tak bisa ditunggangi. “Ada aturannya tak bisa dinaiki apalagi dianiaya,” urainya. Dalam sebuah video nampak beberapa orang dalam keramba, kemudian ditarik lumba-lumba yang berenang dengan posisi flipper di atas. Mamalia ini terlihat berenang dengan gaya punggung sambil menarik turis.

Ia mengatakan PT Piayu sebelumnya punya izin lembaga konservasi tapi lokasinya di Kabupaten Jembrana. Namun Dolphin Lodge berlokasi di Sanur. Menurutnya Dolphin Lodge harus punya izin pertunjukkan di luar izin induknya yang dikeluarkan Dirjen atau Menteri. “Kalau peragaan harus izin, syaratnya lokasi clear, secara formal belum ada izin lokasi,” jelasnya. Izin peragaan di luar lembaga konservasi ini tak diperpanjang setelah 2 tahun. Peragaan keliling juga sudah tak diijinkan.

Ia mengakui perwakilan pengelola menolak, karena itu ditawarkan membuat berita acara penolakan. “Tetap evakuasi, silakan keberatan ke pemerintah,” imbuhnya. Pihak perusahaan akan diberi kesempatan mengurus izin dan memperbaiki fasilitas karena dinilai tidak memenuhi syarat.

Sumarsono menyebut lumba-lumba ini dipindahkan ke lembaga konservasi yang punya izin lokasi dan fasilitas yakni Bali Exotic di Benoa. Pemindahan juga nampak dilakukan banyak pekerjanya, selain bantuan lembaga konservasi lain seperti TCEC Serangan.

baca juga: Rocky dan Rambo Akhirnya Menikmati Laut

 

Keramba Dolphin Lodge nampak di kejauhan dilihat dari dermaga Pantai Mertasari, Sanur. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

PT. Bali Exotic Marine Park yang berlokasi di dekat Pelabuhan Benoa ini membuka arena wisata kolam berisi lumba-lumba dengan izin Lembaga Konservasi (LK) akhir 2019 ini. Dalam prasasti pengesahan tertulis disahkan oleh Wiratno, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KSDAE KLHK) pada 19 September 2019.

Menurut Sumarsono, saat ini prosesnya bukan pidana, tapi proses administrasi. “Tak perlu memenunggu, karena milik negara. Kalau tidak pantas mengelola, diambil,” lanjutnya.

Suwijana, Kepala Keamanan Dolphin Lodge yang ditemui di kantornya tidak mau berkomentar detail mengenai kondisi lumba-lumba dan pelanggaran izin yang dituduhkan. “Saya tidak menolak atau mengijinkan,” sebutnya sembari mengatakan pihak perusahaan belum menunjuk orang untuk menjawab hal itu. Ia menyebut sudah ratusan juta dihabiskan untuk perawatan lumba-lumba untuk menjawab isu penelantaran hewan.

Valen Larantukan, dokter hewan di Dolphin Lodge berharap relokasi dilakukan ke tempat yang lebih mirip habitat aslinya seperti keramba di laut. Bukan kolam.

Ia mengaku menghormati proses pemindahan lumba-lumba ini termasuk dampak izin. “Kalau disita pemerintah silakan, tapi biarkan di sini dengan kewenangan pemerintah. Alasan utamanya kesehatan satwa,” katanya. Alternatif lain menurutnya adalah lokasi sactuary Dolphin Project berupa keramba di perairan Bali Barat.

Alasannya, agar ketujuh lumba-lumba bernama Ardan, Riq, Triton, Marco, Apollo, Ros, dan Jasmine ini tinggal di lingkungan yang tak jauh berbeda yakni laut dan tak berdampak pada kesehatan mental mereka.

Ia berharap bisa mengunjungi satwa asuhannya ini di lokasi baru. Menurutnya kondisi terakhir mereka cukup sehat sebelum direlokasi.

baca juga : Nasib Lima Lumba-lumba Ditengah Wabah Corona

 

Proses pemindahan berlangsung sampai malam hari, dari Sanur ke Benoa yang berjarak sekitar 7 km atau 15 menit berkendara. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Dokumen penutupan lokasi

Siaran Pers BKSDA Bali menyebutkan evakuasi 7 ekor Lumba-lumba hidung botol ini karena merupakan titipan pemerintah kepada PT. Piayu Samudera Bali. Sebagai tindak lanjut dari surat Direktur Jenderal KSDAE Nomor: S.577/MENLHK-KSDAE/KKH/KSA.2/4/2021 tanggal 16 April 2021 tentang Surat Peringatan I kepada PT. Piayu samudera Bali. Selain itu masukan dari masyarakat yang diterima melalui media sosial pasca viralnya peragaan Lumba-lumba Hidung Botol yang tidak memperhatikan kaidah kesejahteraan satwa.

Menurut Peraturan Menteri LHK Nomor: P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018 Lumba-lumba Hidung Botol merupakan satwa dilindungi. Status konservasi menurut IUCN Red List masuk dalam kategori unknown atau near threaten.

Penutupan ini ditandai dengan pemasangan spanduk penutupan kegiatan peragaan Lumba-lumba. Sesuai dengan Surat Direktur Jenderal KSDAE Nomor: S.291/KSDAE/KKH/KSA.2/4/2020 tanggal 15 April 2020, Surat Direktur Jenderal KSDAE Nomor: S.457/KSDAE/KKH/KSA.2/6/2020 tanggal 22 Juni 2020. Ada juga Surat Direktur Jenderal KSDAE Nomor: S.988/KSDAE/KKH/KSA.2/11/2020 tanggal 23 November 2020 perihal Tindak Lanjut Penyelesaian Kegiatan Peragaan Lumba-lumba di Luar Areal Izin Lembaga Konservasi PT. Piayu Samudera Bali.

Lembaga konservasi yang dititipkan dinilai memiiliki izin, sarana dan prasarana memadai, berpengalaman dalam menangani satwa Lumba-lumba, serta pengelolaannya memperhatikan kesejahteraan satwa.

Femke Den Haas, aktivis Jakarta Animal Aid Network (JAAN) yang dikonfirmasi terkait pemindahan ke kolam ini berharap lumba-lumba bisa mendapatkan yang terbaik. “Semoga keputusan yang diambil memperhitungkan kesejahteraan dan kebaikan lumba-lumba,” ujarnya.

Femke dan sejumlah aktivis satwa liar lain pernah merelokasi lumba-lumba dari Hotel Melka, Lovina, Kabupaten Buleleng, Bali. Lumba-lumba dalam kondisi buruk karena berada di kolam renang ini sempat dititipkan di Dolphin Lodge sebelum kini direhabiliatsi di sea pen di Teluk Banyuwedang, kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB), sekitar satu jam dari Lovina, pada 2019. Ada empat ekor yang bisa diselamatkan, satu ekor mati di kolam Hotel Melka pada 3 Agustus 2019 lalu.

Sejumlah aktivis penyelamatan dolphin bersyukur dengan peristiwa pembebasan dua dolphin tersisa ini. Salah satunya Pendiri dan Direktur Dolphin Project Richard O’Barry yang terkenal dengan Film The Cove.

baca juga : Dua Dolphin Terakhir Akhirnya Bebas dari Kolam Hotel Melka

 

Dewa saat di pindahkan ke jaring di laut (sea pen) dari Hotel Melka, Lovina, Buleleng, Bali pada Oktober 2019. Foto: Dolphin Project/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan pengamat mamalia laut Danielle Kreb dari Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (YK RASI), pemindahan lumba-lumba dari keramba laut ke dalam fasilitas kolam milik Taman Benoa Exotic merupakan sebuah kemunduran.

“Saya sangat perihatin dengan dipindahkannya lumba-lumba dari keramba laut ke dalam kolam di darat. Di laut mereka bisa bebas dari klorin dan ada ikan hidup yang bisa menjadi mainan mereka.”

Lebih lanjut Danielle mencontohkan bagaimana perilaku lumba-lumba yang dipindahkan dari kolam di Hotel Melka, Buleleng oleh BKSDA Bali berkerjasama dengan Jakarta Animal Aid Network (JAAN) ke keramba laut di perairan Taman Nasional Bali Barat yang lebih alami dua tahun silam, berhasil berasimilasi dan beralih dari makanan ikan mati ke secara aktif berburu ikan.

“Saya berharap ada belas kasihan terhadap para lumba-lumba ini agar bisa bebas dari eksploitasi komersil. Karena lumba-lumba tempatnya di laut lepas bukan di kolam buatan” ujar peneliti spesies Pesut Mahakam dan pendiri YK RASI ini.

BKSDA Bali menyebut CV. Melka Satwa merupakan Lembaga Konservasi dalam bentuk taman satwa sesuai dengan SK Dirjen PHKA No.SK 655/Menhut-II/2010 tanggal 22 November 2010. Izin Lembaga Konservasi ini berlaku selama 30 tahun sampai dengan 22 November 2040. Dalam perjalanannya, belakangan CV. Melka Satwa mengalami pailit dan puncaknya mengalami sengketa lahan dengan Bank Harda International. Dalam hal sengketa tersebut, satwa koleksi yang berada di lokasi tersebut tidak termasuk obyek dalam sengketa dan sepenuhnya masih merupakan tanggung jawab CV. Melka Satwa sebagai pemilik izin lembaga konservasi.

 

Exit mobile version