Mongabay.co.id

Menuju Puncak Produksi Perikanan Budi daya

Benih lobster yang sudah muncul pigmennya seperti ini tidak laku untuk dijual ke perusahaan eksportir. Mereka menjual ke pembudidaya lokal atau melepas di keramba milik mereka. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Subsektor perikanan budi daya adalah salah satu andalan sektor kelautan dan perikanan dalam menggenjot produksi secara nasional, selain dari subsektor perikanan tangkap. Bahkan, sejak 2019 akhir, perikanan budi daya ditetapkan menjadi prioritas, karena potensinya yang sangat besar dibandingkan perikanan tangkap.

Agar perikanan budi daya bisa mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, sejumlah strategi pun disiapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Tujuannya, selain bisa meningkatkan kesejahteraan para pelaku usaha, juga diharapan perikanan budi daya menjadi tumpuan ekonomi nasional.

Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto menjelaskan, dengan menyiapkan strategi secara khusus, subsektor perikanan budi daya diyakini akan bisa mengalami peningkatan untuk nilai ekspor dan ekonomi masyarakat secara umum.

“Ada tiga strategi yang disiapkan,” ucap dia belum lama ini di Bandung, Jawa Barat.

Ketiga strategi yang disiapkan menjadi terobosan program kerja, adalah melaksanakan transformasi unit pelaksana teknis (UPT) sebagai salah satu pusat bisnis yang memberikan kontribusi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) lebih besar bagi Negara, sekaligus penggerak ekonomi rakyat.

Kemudian, mengembangkan pusat budi daya udang (shrimp estate), dan melaksanakan pengembangan kampung budi daya ikan yang tersebar tak hanya di satu lokasi saja. Ketiga terobosan itu, diharapkan bisa membantu untuk meningkatkan nilai ekonomi perikanan budi daya secara nasional.

baca : Udang Indonesia di Lingkaran Kuantitas, Kualitas, dan Keberlanjutan Lingkungan

 

Ilustrasi. Udang tangkapan nelayan yiatu  udang jerbung (Fenneropenaeus merguiensis) dan udang windu (Penaesus monodon). Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Menurut Slamet, kehadiran UPT saat ini sudah tidak lagi harus berperan sebagai pusat rekayasa sumber daya perikanan saja. Lebih dari itu, UPT harus bisa menjadi bagian dari pengembangan bisnis yang bisa memicu meningkatnya pemasukan lebih banyak bagi kas Negara.

“Dan tentu saja bagaimana menggerakkan ekonomi masyarakat,” tutur dia.

Khusus untuk terobosan mengembangan shrimp estate, Slamet menyebutkan kalau konsep tersebut dijalankan untuk bisa menjamin ekosistem bisnis yang efisien dari hulu ke hilir. Dalam prosesnya, akan dilibatkan peran badan layanan umum (BLU) atau UPT untuk mendorong siklus bisnis bisa berjalan efektif di masyarakat.

 

Strategi dan Terobosan

Sebagai terobosan, kehadiran shrimp estate nantinya akan menjadi bagian dari upaya peningkatan produksi udang secara nasional hingga 2024 mendatang, dengan target produksi bisa mencapai produksi hingga 400 ribu ton di atas lahan hingga 10 ribu hektare.

Pada praktiknya nanti, BLU/UPT akan memfasilitasi akses kemudahan berusaha bagi masyarakat yang ingin melaksanakan budi daya udang. Upaya kolaborasi tersebut diharapkan bisa menjadi jalan keluar untuk mengatasi persoalan keterbatasan anggaran dari Pemerintah Indonesia.

Jika terobosan shrimp estate berhasil, maka itu akan berdampak positif pada terobosan terakhir, yaitu pengembangan kampung budi daya ikan. Konsep tersebut, selain fokus pada pengembangan komoditas ekspor, juga didorong untuk bisa mengembangkan komoditas kebutuhan di dalam negeri.

Karenanya, untuk tahap awal akan dibangun kampung budi daya ikan Lobster, kampung Rumput Laut, kampung Kakap Putih, kampung Nila Salin, dan kampung Lele Bioflok. Semua pengembangan tersebut, dinilai sangat relevan untuk bisa menggerakkan ekonomi daerah dengan cepat.

baca juga : Pemda Lombok Timur dan Nelayan Sambut Baik Rencana Sentra Industri Lobster

 

Seorang nelayan budidaya lobster memantau keramba jaring apung miliknya. Penjualan lobster lesu ketika pandemi Covid-19 dan saat yang sama keran ekspor benih bening lobster dibuka. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Di antara semua rencana pengembangan kampung budi daya ikan, yang saat ini sudah mulai terlihat mendekat kenyataan adalah pembangunan kampung Lobster di Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

“Untuk konsep bisnis, akan diterapkan pola segmentasi. Mengingat, kalau pembudi daya langsung pelihara dari BBL (benih bening Lobster), tingkat resikonya tinggi,” jelas dia.

Untuk itu, KKP akan menunjuk UPT yang bertugas menjadi buffer untuk membeli BBL dari nelayan, kemudian didederkan sampai memiliki ukuran dengan resiko rendah. Cara tersebut, diyakini akan menurunkan resiko kematian saat pemeliharaan benih, dan juga waktu pemeliharaan lebih efisien.

Selain menyiapkan strategi di atas, upaya untuk menggenjot produksi perikanan budi daya juga dilakukan dengan fokus langsung pada komoditas yang dinilai memiliki nilai ekonomi tinggi. Contohnya, adalah ikan Kerapu yang sudah dikembangkan menjadi varian hybrid.

Pengembangan tersebut sudah berjalan saat ini di Kabupaten Situbondon, Provinsi Jawa Timur. Di sana, ada Balai Perikanan Budi day Air Payau (BPBAP) Situbondo yang bertugas untuk mengembangkan teknologinya dan dinilai sudah berhasil melakukannya.

Menurut Slamet Soebjakto, melaksanakan budi daya Kerapu Hybrid merupakan kegiatan yang akan memicu banyak potensi secara ekonomi. Selain bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kegiatan tersebut akan menjadi sumber usaha baru di tengah pandemi COVID-19 sekarang.

“Ini tentu sangat berpeluang untuk menggerakkan ekonomi masyarakat, khususnya di pesisir,” tegas dia.

Menteri Kelautan dan Perikanan Saktu Wahyu Trenggono mengatakan, dengan dikuasai teknologi pengembangan budi daya Kerapu Hybrid, maka nilai jual komoditas tersebut juga secara otomatis langsung meningkat tajam di pasaran.

“Budi daya kerapu hibrida ini perlu untuk terus didorong potensinya, karena keunggulannya yang menguntungkan,” ungkap dia.

perlu dibaca : Menteri KKP Ubah Kebijakan untuk Tingkatkan Ekspor Ikan Kerapu

 

Kerapu hibrida cantang. Foto : DKPP Kabupaten Buleleng

 

Persilangan Hibrida

Kepala BPBAP Situbondo Nono Hartanto menjelaskan bahwa keberhasilan pengembangan teknologi budi daya Kerapu Hybrid akan semakin memudahkan keinginan Situbondo untuk menjadi pusat budi daya Kerapu terbaik di Asia, dan juga dunia. Hal itu, akan semakin meningkatkan fokus dalam upaya pengembangan daerah.

Dengan kata lain, Situbondo akan memanfaatkan keberadaan BPBAP sebagai tempat untuk mempelajari bagaimana cara melaksanakan budi daya Kerapu yang baik dan benar. Dari situ, diharapkan masyarakat bisa memanfaatkannya untuk pengembangan ekonomi lokal sampai mencapai kesejahteraan yang diinginkan.

Menurut dia, pengembangan tersebut tidak salah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Situbondo, karena Kerapu Hybrida memang saat menjadi salah satu komoditas hasil perikanan budi daya yang diketahui memiliki nilai ekonomi tinggi, baik di pasar regional ataupun internasional.

Ikan tersebut menjadi bernilai ekonomi tinggi, karena merupakan hasil persilangan dari induk Kerapu Macan betina dengan Kerapu Kertang jantan. Detailnya, persilangan tersebut menghasilkan Kerapu yang tumbuh lebih cepat dari induknya.

Dalam praktiknya, kecepatan tumbuh dari Kerapu Hybrida bisa mencapai kisaran 500-600 gram dari ukuran tebar benih sebesar 10 centimeter hanya dalam kurun waktu 5-6 bulan saja. Proses yang berlangsung di dalam keramba jaring apung (KJA) itu dipastikan akan memberikan keuntungan bagi para nelayan.

baca juga : Ikan Bilih, Ikan Endemik Danau Singkarak Yang Terancam Punah. Kenapa?

 

Ikan bilih terancam punah karena penangkapan yang tidak ramah lingkungan dan kondisi ekosistem Danau Singkarak yang makin rusak. Foto : Riko Coubout/Mongabay Indonesia

 

Selain Kerapu, ikan lain yang dipilih untuk dikembangkan adalah Bilih, salah satu ikan endemik milik Indonesia. Ikan tersebut biasa dijumpai di Danau Singkarak, yang secara administrasi masuk Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat.

Di danau tersebut, KKP mengembangkan Pusat Ikan Bilh Nasional (National Bilih Center) dengan melibatkan lembaga riset yang bertujuan untuk menyelamatkan Bilih dari ancaman kepunahan. Selain ikan tersebut, ada 19 jenis ikan endemik lain di Danau Singkarak.

Khusus Bilih, pengembangan dilakukan karena saat ini ada banyak temuan bahwa larva ikan tersebut sering mengalami kematian saat mencapai hari kesepuluh (D10). Untuk itu, KKP merasa perlu melakukan banyak uji coba dengan menyiapkan strategis yang tepat untuk pengembangannya.

 

 

Keterangan foto utama : Benih lobster yang sudah muncul pigmennya seperti ini tidak laku untuk dijual ke perusahaan eksportir. Mereka menjual ke pembudidaya lokal atau melepas di keramba milik mereka. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version