Mongabay.co.id

Untuk Para Penyelam: Inilah Perilaku Unik Hiu Karang Sirip Hitam

 

 

Indonesia diyakini sebagai negara yang memiliki kekayaan jenis hiu di dunia. Namun, belum banyak kajian maupun publikasi mengenai aspek biologi serta komposisi jenis hiu yang ada. Sementara di saat bersamaan, tingkat eksploitasi terjadi, seperti bagian sirip hiu yang dikonsumsi.

Sebuah penelitian mengenai perilaku hiu karang sirip hitam atau blacktip reef shark yang dilakukan di Indonesia, disebut yang pertama kali di dunia, secara spesifik mengevaluasi ciri-ciri individu dan menganalisis perilaku satwa liar bernama latin Carcharhinus melanopterus, itu saat berinteraksi dengan manusia. Berdasarkan lembaga konservasi dunia IUCN, hiu karang sirip hitam ini berstatus Near threatened atau mendekati kepunahan.

Penelitian tersebut dilakukan Darmawan Ahmad Mukharror, mulai 2013 hingga September 2019 yang dilakukan di satu titik penyelaman di bagian timur laut Pulau Mitita, Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara. Penelitian itu merupakan tesisnya di Universitas Indonesia yang berjudul “Kajian Perilaku Hiu Karang Sirip Hitam dan Interaksinya dengan Manusia di Perairan Pulau Mitita” [2020].

“Meski tesis saya hingga tahun 2019, namun sampai saat ini saya masih terus menyelam dan mengamati perilaku blacktip reef shark. Praktis sudah delapan tahun saya mengamati perilaku hiu karang ini,” ungkap Darmawan kepada Mongabay awal April 2021.

Ia mengatakan, penelitian perilaku hiu karang sirip hitam selama interaksi dengan penyelam belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut diperlukan untuk meningkatkan aspek keselamatan dalam penyelaman hiu, juga keperluan tata kelola konservasi. Penelitian perilaku hiu karang sirip hitam juga diharapkan menemukan perilaku-perilaku khusus hiu pada saat berinteraksi dengan manusia yang belum pernah teridentifikasi sebelumnya.

Penyelaman hiu dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk meningkatkan pariwisata hewan liar berkelanjutan, usaha bisnis yang sukses, dan pendorong upaya konservasi hiu. Beberapa daerah di Indonesia telah mengembangkan pariwisata menonton hiu di alam, misalnya: Morotai, Kepulauan Derawan, Gorontalo, Kepulauan Banda, atau di Kepulauan Raja Ampat.

Salah satu variabel keberhasilan pariwisata hiu adalah jumlah populasi di habitatnya yang terjaga, sehingga tingkat pertemuan antara wisatawan dengan hiu memiliki probabilitas yang tinggi atau jumlah rata-rata hiu yang ditemui penyelam per penyelaman memiliki angka yang tinggi.

Menurut dia, probabilitas pertemuan antara manusia dengan hiu karang sirip hitam di salah satu lokasi penyelaman [blacktip point] di Pulau Mitita, Kabupaten Pulau Morotai adalah 100 persen.

“Demikian halnya dengan jumlah rata-rata hiu yang ditemui penyelam, Pulau Mitita tergolong tertinggi di dunia [7.75 hiu per penyelaman] dan hanya kalah dengan Palau yang memiliki 10.9 hiu sirip abu-abu [Carcharhinus amblyrhinchos] per pertemuan,” ujarnya.

Baca: Hiu Tikus, Spesies yang Menggunakan Ekor Panjangnya untuk Berburu Mangsa

 

Inilah hiu karang sirip hitam atau blacktip reef shark. Foto: Wahyu Mulyono

 

Perilaku unik hiu karang sirip hitam

Dalam penelitianya, Darmawan menjelaskan bila hiu karang sirip hitam memiliki panjang tubuh kurang lebih 0.48 meter saat lahir, dapat tumbuh hingga 1.80 meter pada saat dewasa. Satwa ini dikenal memangsa ikan-ikan kecil, udang-udangan, dan moluska serta memakan ular laut, burung, dan tikus di beberapa tempat lain seperti Australia Utara, Seychelles dan Polinesia Prancis.

Hiu karang sirip hitam menghuni wilayah Indo-Pasifik hingga Pasifik Timur seperti Costa Rica dan Peru. Baru-baru ini diketahui jika hiu karang sirip hitam juga mendiami bagian timur Laut Tengah.

Sebagian besar atau 98 persen dari hiu karang sirip hitam ditemukan di daerah terumbu karang dan pantai dan di daerah yang ditumbuhi lamun dan hutan mangrove. Namun, hiu jenis ini juga dapat ditemukan di perairan laut lepas serta disimpulkan sebagai hiu dengan populasi tertinggi di habitat karangnya. Fungsi pentingnya, menjaga jaring-jaring makanan di daerah terumbu karang.

Tipe reproduksi hiu karang sirip hitam adalah melahirkan anaknya [vivipar], dengan jumlah rata-rata 3 hingga 4 ekor, dan masa kehamilannya berkisar antara 7-16 bulan. Meskipun memiliki ukuran relatif lebih kecil dibandingkan dengan hiu predator lainnya, hiu ini memiliki kontribusi sebesar 3 persen dari seluruh kasus serangan hiu di dunia.

Salah satu hal unik yang ditemukan oleh Darmawan selama penelitian hiu karang sirip hitam adalah jenis ini memakan umpan dengan kecenderungan menyambar makanan ke arah kanan atau sideway snap to the right.

“Hasil penelitian menunjukkan, probabilitas hiu menyambar makanan ke arah kanan sebesar 76.9 persen,” tulis Darmawan dalam tesisnya.

Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan hiu cenderung menyambar umpan ke arah kanan. Menurutnya, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui penyebab itu, apakah karena faktor biologi [jenis kelamin, usia, berat, jumlah pori Lorenzini], faktor fisiologi [arus laut, kejernihan, pH, temperatur, kedalaman], atau faktor sosial [kedudukan hiu dalam komunitas, pengalaman berkelahi, fungsi sosial].

Penelitiannya juga menunjukkan, semakin tua usia hiu karang sirip hitam maka semakin banyak tampilan perilaku agonis yang ditunjukkan Mengutip Eleftheriou dan Scott [1971], ia mendefinisikan perilaku-perilaku agonis hewan sebagai berbagai perilaku yang berhubungan dengan kompetisi atau konflik, meski tidak berlaku universal untuk seluruh keluarga hewan.

Kemungkinan besar, peningkatan jumlah tampilan perilaku agonis di sepanjang usia hiu terkait dengan keinginan untuk memamerkan ukuran [semakin tua hiu, ukurannya semakin besar] kepada makhluk lain yang ditemui. Atau, untuk menunjukkan kemampuan berkelahi sebagai tampilan perilaku tersebut.

Baca juga: Pari Kekeh dan Pari Kikir Kini Terancam Langka

 

Darmawan saat meneliti blacktip reef shark. Foto: Wahyu Mulyono

 

Temuan penelitian Darmawan di timur laut pulau Mitita, Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, menunjukkan kecenderungan hiu betina menampilkan jumlah elemen perilaku agonis rata-rata lebih banyak jika dibandingkan dengan hiu jantan pada tiga jenis perlakuan interaksi yang diberikan.

Kemungkinan besar, hiu betina memiliki kemampuan mempertunjukkan lebih banyak perilaku agonis dengan maksud penguasaan makanan dengan cepat. Ini dikarenakan hiu betina membutuhkan makanan lebih banyak dan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan hiu jantan.

Kesimpulan hasil penelitian ini antara lain: ciri masing-masing individu hiu karang sirip hitam yang hidup di lokasi penyelaman tertentu berdasarkan karakteristiknya [umur dan jenis kelamin hiu] dapat dikenali dari tanda-tanda fisik alami pada sirip atau bagian tubuh lainnya. Ini juga pada infeksi jamur atau parasit dan ciri-ciri fisik akibat konflik sosial antar individu.

Sementara elemen-elemen perilaku agonis yang ditunjukkan oleh hiu karang sirip hitam terhadap penyelam pada beberapa perlakuan interaksi yang diberikan yaitu pemberian makanan secara langsung dengan tangan, perlakuan magnet, dan perlakuan pengenalan diri dengan cermin, dipengaruhi oleh karakteristik hiu seperti usia dan jenis kelamin hiu.

 

 

Exit mobile version