- Coelacanth adalah fosil hiduptersisa di muka bumi. Diperkirakan, telah ada sejak Zaman Devonian sekitar 400 juta tahun silam atau disebut juga Zaman Ikan yang mengacu pada evolusi beberapa kelompok ikan.
- Mengapa disebut ikan purba? Ini dikarenakan, ikan yang seumurannya sudah tidak ada lagi, sudah menjadi fosil. Sementara coelacanthmasih hidup sampai sekarang. Coelacanth termasuk group ikan purba Sarcopterygii [lobe-finned fish] yang hidup dan berkembang pada kedalaman sekitar 100 meter.
- Coelacanth hanya dtemukan di di Indonesia dan Afrika, yaitu Latimeria chalumnae [Afrika] dan Latimeria menadoensis [Sulawesi, Indonesia].
- Di Indonesia, menadoensis atau dinamakan ikan raka laut ini, berstatus dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Sejumlah peneliti dikagetkan dengan temuan para nelayan pemburu hiu di Madagaskar, Afrika, yang secara tak sengaja berhasil menangkap ikan purba yang diperkirakan telah hidup sejak 400 juta tahun silam. Ikan purba tersebut bernama coelacanth. Mereka menemukannya di West Indian, yang sebelumnya tidak banyak diketahui.
Coelacanth yang masih hidup itu ditemukan di tebing bawah laut pada kedalaman antara 100 dan 500 meter. Para nelayan menggunakan jaring insang yang disebut dengan jarifa; jaring yang dianggap mengancam habitat ikan purba tersebut karena dapat menembus kedalaman laut hingga 100-300 meter.
Ikan purba ini memiliki delapan sirip dengan mata besar dan mulut kecil, serta pola bintik putih unik yang memungkinkan setiap ikan diidentifikasi secara individual. Beratnya mencapai 90 kilogram dan melahirkan setelah masa kehamilan 36 bulan.
Baca: Ikan Purba Hidup yang Melebihi Era Dinosaurus Ini Ada di Indonesia
Sebuah studi mengenai temuan coelacanth di Madagaskar yang dilakukan oleh Andrew Coke, dkk, yang terbit di South African Journal of Science, Vol 117 No 3/4, 2021, menjelaskan mengapa nelayan menggunakan jaring tersebut. Perburuan sirip hiu dan minyaknya untuk dijual secara komersial, yang dimulai pada 1980-an, membuat nelayan di pantai barat daya Madagaskar menggunakan jaring jarifa di perairan yang lebih dalam. Hal yang mengejutkan, ternyata mereka mendapatkan ikan purba tersebut dengan tangkapan tak sengaja atau by-catch.
“Ketika hiu telah menjadi target di Samudra Hindia selama lebih dari satu abad, pertumbuhan pesat ekonomi China selama tahun 1980-an telah menyebabkan “ledakan” penangkapan coelacanth, yang tidak disengaja di Madagaskar dan negara-negara lain di bagian barat Samudra Hindia,” ungkap para peneliti.
Beberapa lusin tangkapan mungkin tidak tampak secara signifikan, tetapi coelacanth di Samudra Hindia bagian barat terdaftar sebagai spesies terancam punah. Populasinya masih belum diketahui dan peningkatan frekuensi tangkapan mengkhawatirkan, terutama karena tingkat tangkapan sebenarnya dengan jaring jarifa bisa lebih tinggi dari catatan resmi saat ini.
Sebuah angka yang sangat signifikan juga ketika coelacanth muncul di jaring jarifa di lepas pantai Tanga di Tanzania, ketika 19 ikan coelacanth ditangkap dalam periode enam bulan antara 2004 dan 2005. Hal ini termasuk enam penangkapan dalam satu malam.
Baca juga: Ikan Purba Coelacanth Ditemukan di Raja Ampat, Apakah Spesies Baru?
Coelacanth di Indonesia
Coelacanth merupakan fosil hidup yang saat ini masih tersisa dua spesies di muka bumi yaitu Latimeria chalumnae [Afrika] dan Latimeria menadoensis [Sulawesi, Indonesia]. Coelacanth termasuk group ikan purba Sarcopterygii [lobe-finned fish] yang hidup dan berkembang pada kedalaman sekitar 100 meter.
Group Coelacanth sangat dekat kekerabatannya dengan ikan berparu [lungfish] dan animalia berkaki empat tetrapods, dibandingkan dengan ikan bersirip pada umumnya.
Sebelumnya, ikan ini hanya dikenal lewat rupa fosil, yang dianggap telah punah menjelang akhir periode Cretaceous [66 juta tahun silam], hingga akhirnya ditemukan spesimen hidup, spesies pertama pada Desember 1938 di Afrika Selatan.
Spesimen pertama tersebut dikaji oleh kurator museum, Marjorie Courtenay-Latimer hingga akhirnya dideskripsi sebagai jenis baru dengan nama Latimeria chalumnae, oleh iktiologist Professor J. L. B. Smith.
Beberapa tahun kemudian, spesimen lainnya di West Indian Ocean ditemukan di Comoros, Kenya, Tanzania, Mozambique, Madagaskar, iSimangaliso Wetland Park dan Kwazulu-Natal di Afrika Selatan.
Spesies kedua ditemukan untuk pertama kalinya oleh Mark V. Erdmann pada 1997, di pasar ikan Sulawesi Utara. Kemudian, spesimen kedua tertangkap lagi oleh nelayan pada 1998 yang selanjutnya dideskripsi sebagai jenis baru dengan nama Latimeria menadoensis, [Pouyaud et al., 1999]. Penemuan spesies Coelacanth di Indonesia telah membuka pemahaman peneliti bahwa distribusi ikan ini sangat luas, tidak hanya di Afrika.
“Kedua spesies di atas termasuk kategori terancam, saat ini Afrika Coelacanth berstatus Critically Endangered, sedangkan Sulawesi Coelacanth berstatus Vulnerable berdasarkan Daftar Merah IUCN. Kedua spesies tersebut masuk ke dalam daftar CITES Appendix 1,” ungkap Kadarusman, dosen dan peneliti Polteknik Kelautan dan Perikanan Sorong.
Di Indonesia, pada tanggal 1 Juli 2018, ikan coelacanth ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang bernama Santoso, anggota Club Mancing Mania Kota Sorong dan anggota Batalyon Marinir Pertahanan Pangkalan XIV Sorong.
Ikan tersebut tertangkap pancing di perairan Waigeo, Raja Ampat, Papua Barat. Pada saat itu, cuaca cerah dan keadaan gelombang tenang. Santoso mengunggah gambar ikan tersebut di laman Facebook-nya, untuk menanyakan jenis dari ikan tersebut, sekaligus menanyakan instansi terkait yang dapat dihubungi untuk melaporkan penemuan tersebut.
Berdasarkan analisis kekerabatan menunjukkan bahwa spesimen Raja Ampat adalah benar-benar ikan purba Coelacanth dengan Genus [Latimeria], Famili [Latimeriidae], Ordo [Coelacanthiformes], Kelas [Sarcopterygii], Phylum [Chordata]. Analisis tersebut menunjukkan pula bahwa grup besar Coelacanth terbagi menjadi dua bagian, yaitu grup Afrika [West Indian Ocean] dengan grup Indonesia. Menariknya, grup Indonesia terbagi lagi kedalam dua sub grup yaitu Manado dan Raja Ampat.
Populasi Raja Ampat telah menambah khasanah peta sebaran ikan purba Coelacanth di dunia dan di kepulauan Indonesia. Dengan demikian, populasi dari Indonesia dapat ditemukan di perairan Manado-Sulawesi Utara, Biak-Papua dan Raja Ampat-Papua Barat.
Coelacanth diperkirakan telah ada sejak Zaman Devonian sekitar 400 juta tahun silam. Periode ini disebut juga Zaman Ikan yang mengacu pada evolusi beberapa kelompok ikan.
Mengapa disebut ikan purba? Ini dikarenakan, ikan yang seumurannya sudah tidak ada lagi, sudah menjadi fosil. Sementara coelacanth masih hidup sampai sekarang.
Di Indonesia, L. menadoensis atau dinamakan ikan raka laut ini, berstatus dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.