Mongabay.co.id

Berwisata ke Baluran, Hindari Beri Makan Satwa Liar

Gafur A

 

 

 

 

Kawanan monyet ekor panjang meloncat-loncat, kejar-kejaran dan bercengkrama satu sama lain. Ada juga berjalan di ranting pohon, sesekali bergelantung. Di depan saya, satu monyet betina menggendong anaknya berjalan di atas pagar.

Pemandangan ini terlihat ketika saya memasuki Taman Nasional Baluran, di Desa Wonorejo, Kecamatan Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur, pada penghujung Mei lalu.

“Mau ke masuk TN mas, mbak?” sapa, Rudianto, petugas di pos jaga pintu masuk kepada saya dan kawan yang lain.

Dia menyarankan tidak menenteng makanan. “Kalau bawa makanan, ditaruk saja di dalam tas. Awas diambil monyet nanti. Bisa-bisa dirampas dengan cara dikerubung,” katanya, kala itu.

“Alam telah mencukupi kebutuhan makanan alaminya. Jangan biarkan mereka makan makanan manusia yang belum tentu baik bagi kehidupannya. Setop memberi makan satwa!” Begitu bunyi peringatan sepanjang sekitar enam meter di depan loket tiket. Di atas tulisan itu, ada empat gambar monyet panjang.

Tiket masuk Rp15.000. Pada lembaran tiket berisi beberapa poin peringatan, seperti larangan membuang sampah di kawasan hutan, dan larangan memberi makan satwa. Juga, larangan merusak kawasan, larangan berburu, larangan mengambil apapun, dan larangan berbuat sesuatu yang mengakibatkan kebakaran hutan.

Kami pun memasuki kawasan taman nasional ini. Motor kami melaju agak pelan.

Sepanjang jalan, saya menyaksikan ragam flora. Kami juga disambut ragam jenis kupu-kupu warna warni. Sekitar 30 menit perjalanan dari pintu masuk, kami tiba di Savana Bekol. Kawasan itu terlihat menguning di beberapa sudut. Maklum, kami datang tepat di peralihan musim penghujan ke kemarau.

 

Baca juga: Menengok Keanekaragaman Hayati Taman Nasional Baluran

Gunung Baluran, salah satu pemandangan eksotis kala mengunjung Taman Nasional Baluran. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

 

Dalam Buku Zonasi Balai Taman Nasional Baluran 2012, taman nasional tertua di Indonesia seluas 25.000 hektar ini terbagi dalam beberapa bagian, daratan 26.990,3 hektar dan 2.051,68 hektar perairan laut.

Untuk zonasi, ada zona inti 6.920,18 hektar (27,68%), zona rimba 12.604,14 hektar (50,42%), dan zona perlindungan bahari 1.174,96 hektar (4,70%).

Ada juga zona pemanfaatan 1,856,51 hektar (7,43%), zona tradisional 1.340,21 hektar (5,36%), rehabilitasi 365,81 (1,46%) dan zona khusus 738,19 hektar (2,5%).

Peraturan terbaru menyebutkan, luas TN Baluran jadi 29.041,68 hektar dari 26.990 hektar daratan dan 2.051,98 hektar perairan laut.

Kami berhenti sejenak di Pos Savana Bekol. Tampak beberapa pengunjung berfoto bersama rombongan.

Bergeser ke timur, sekitar 30 meter, kami berhenti melihat gerombolan rusa berteduh di bawah pohon nan rindang.

Dalam Taman Nasional Baluran terdapat 26 jenis mamalia, antara lain, banteng (Bos javanicus javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis), ajag (Cuon alpinus javanicus), dan kijang (Muntiacus muntjak muntjak),. Lalu, rusa (Cervus timorensis russa), macan tutul (Panthera pardus melas), kancil (Tragulus javanicus pelandoc), dan kucing bakau (Prionailurus viverrinus).

Ada juga sekitar 155 jenis burung, seperti layang-layang api (Hirundo rustica), merak (Pavo muticus), ayam hutan merah (Gallus gallus), rangkong (Buceros rhinoceros) dan bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus).

Kami pun lanjut menikmati pemandangan berlatar Gunung Baluran. Beberapa monyet ekor panjang berkeliaran, seakan menyambut seraya menanti diberi makanan. Kami tidak akan memberikan makan kepada monyet-monyet ini.

“Meski minta, jangan diberi. Tahun lalu, saya sempat tanya petugas. Katanya, monyet-monyet itu bisa cari makan di dalam hutan. Kebiasaan sebagian pengunjung beri makanan membuat monyet-monyet bergantung pada manusia,” kata Fitri, rekan saya.

 

Kerbau liar yang merupakan populasi feral [Bubalus bubalis] di Taman Nasional Baluran. Foto: Sunarto

 

Rosek Nursahid, Ketua organisasi independen Protection of Forest & Fauna (ProFauna) Indonesia mengatakan, sekilas pemberian makan kepada satwa terlihat baik. Sebenarnya itu mengubah tingkah satwa dalam memenuhi kebutuhan mereka. Pengunjung, katanya, tidak perlu beri makan satwa.

“Pengunjung wisata alam terlebih di Taman Nasional Baluran, tidak perlu memberikan makan satwa. Kesimpulan yang kami teliti, pemberian makan satwa liar secara langsung jadikan mereka malas.”  Padahal, hutan di Baluran kaya makanan.

Menurut dia, kalau satwa liar diberi makan manusia, akan malas cari makan sendiri. Bisa-bisa, katanya, akan merampas makanan dari manusia yang dijumpai. Maka, tak heran bilamana monyet di Taman Baluran, bertingkah aneh bahkan kasar hanya demi dapat makan.

“Kalau tidak diberi, mereka akan merampas bahkan nyaris mencakar sana sini dan bisa jadi menggigit. Siapa yang disalahkan? Ya, manusia atau pengunjung itu sendiri yang biasa memberi makan.”

Kemudian kami bergeser ke timur melanjutkan perjalanan ke Savana Bama. Tampak burung merak hijau bergerombol di bawah pohon besar yang rindang. Segerombolan rusa juga berteduh di bawah pohon mimba.

Taman nasional ini ada banteng tetapi tak tampak hari itu. Soal banteng, Rosek bilang, banteng Jawa di TN Baluran sudah terancam.

Dari data monitoring Balai Taman Baluran setiap tahun, populasi banteng Jawa pada 2012, tersisa 21.

Pendataan dengan kamera tersembunyi pada 2015, banteng Jawa ada 46, lalu meningkat pada 2019 ada 132 dan naik lagi pada 2020 sebanyak 200 banteng.

Banteng tak menampakkan diri saat ada pengunjung, kata Rosek, kemungkinan karena hanya keluar pada waktu tertentu, biasa sore hari atau mereka merasa terancam dengan kedatangan pengunjung.

Dia sarankan, pengelola taman nasional di Indonesia, termasuk Baluran melibatkan masyarakat menjaga keanekaragaman hayati di sana dengan mengatur sedemikian rupa.

“Masyarakat sekitar perlu dilibatkan. Misal, diberi kesempatan edukasi soal Taman Nasional Baluran, bahkan kesempatan jualan atau lainnya jadi mereka punya rasa memiliki. Mereka akan turut menjaga dari gangguan, termasuk perburuan oknum tak bertanggung jawab.”

 

Bekol Savana, salah satu titik kunjungan dan bisa jadi lokasi swafoto  di Taman Nasional Baluran. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

****

Foto utama: Monyet ekor panjang di Taman Nasional Baluran, biasa mendekati pengjunjung seolah minta makan. Profauna mengingatkan, hindari memberi makanan kepada satwa liar. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version