Mongabay.co.id

Pati Hariyose, Penyelamat Penyu di Pantai Pasir Jambak

Pati Hariyose, saat edukasi pada warga atau pengunjung pantai soal penyu gunakan awetan penyu yang dia temukan mati dengan tubuh banyak sampah. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

 

Pati Hariyose, pulang kampung ke Pantai Pasir Jambak, pada 2014. Kondisi kampung memburuk. Pantai sepi, premanisme tinggi, bila ada sepasang kekasih duduk di pinggir pantai langsung dituduh macam-macam dan hal-hal yang tidak menyenangkan lain.

Yose, sapaan akrabnya, sebenarnya harus pulang merawat ibunya karena ayah baru wafat tahun itu. Melihat situasi kampung begitu, pria 38 tahun berpikir keras.

Setiap pagi dia keluar dan duduk di pinggir pantai dengan segelas teh. Pikiran melayang sejauh garis cakrawala yang membentang samudera lepas. Dia terkejut melihat penyu kepayahan bergerak di antara ombak dan pasir pantai. Ombak surut lalu memperlihatkan perut penyu sudah terburai. Kejadian itu sudah ketiga kalinya.

Sejak itu, Yose berpikir tentang masa lalunya yang sakit-sakitan. Dia bertekad ingin melestarikan satwa laut ini, setidaknya dapat menebus kesehatan yang sudah dia dapat hari ini.

Lantas hampir setiap malam Yose mencari telur penyu dan memindahkan ke bawah pondok-pondokan di pinggir pantai.

Saat membuat penetasan alami itu Yose tak pernah tidur di rumah. “Tidur di pantai sepanjang waktu. Baru 2018, ketika ada bangunan konservasi itu baru saya tidur di sana,” katanya.

Sepanjang pantai pasir Jambak berbaris pondok untuk berteduh bersebelahan dengan pohon pinus yang ditanam di pinggir pantai dan sepanjang pantai. Yose pikir, aman bila telur penyu di sana. Beberapa kali dia pernah ketahuan mengambil telur penyu dan baku hantam dengan warga.

Sebab ada satu kesepakatan tak tertulis di kampungnya kalau dua orang atau lebih menemukan telur penyu atau penyu yang hendak bertelur, mereka akan berbagi, atau membedah perut penyu untuk mengambil telur lalu membagikan.

 

Pati Hariyose, pemuda kampung di Pantai Pasir Jambak, Sumatera Barat pengkonservasi penyu. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

Beberapakali dia menemukan penyu sudah mati di semak-semak yang tak jauh dari pantai. Perut sudah robek dan penyu dibiar begitu saja. Kebiasaan membagi buruan telur penyu ini ada sejak dulu.

Pemburu telur tidak rela melihat penyu kembali ke laut. “Mereka tidak rela telur penyu terbawa ke laut, karena telur penyu dulu bisa Rp3.000-Rp5.000. Dalam bayangan mereka, kalau ada 100 butir telur di perut penyu ada Rp300.000-Rp500.000,” kata Yose.

Para pemburu tidak paham bahwa siklus bertelur penyu tidak seperti ayam atau bebek yang bisa setiap hari.

“Mereka tidak tahu penyu bertelur setelah umur 30 tahun,” katanya.

 

***

Pasir Jambak in berada di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang, Sumatera Barat. Berada di utara kalau berangkat dari pusat Kota Padang. Ini tempat Yose merawat ekosistem untuk penyu.

Pada 2016, Yose berpikir dan bertanya pada diri sendiri. Mengapa dia harus sembunyi-sembunyi melakukan konservasi penyu. Dia merasa lebih baik terbuka dan bisa mengajak orang peduli konservasi penyu. Dia sosialisasi pada 2016. Akhirnya, berdirilah Jambak Sea Trutle Camp.

“Saya coba merangsang pertumbuhan pariwisata dengan konservasi penyu dengan konsep edu-ekowisata. Tujuannya, bagaimana mengajak dan meningkatkan animo masyarakat,” katanya.

Media sosial sangat berpengaruh. Karena setiap kali ada pelepasan tukik atau penyu baru menetas ke laut ramai sekali yang bertanya dan ingin melihat. Melalui acara seperti itu, Yose memberikan pemahaman tentang keberadaan dan kegunaan penyu juga bahaya mengonsumsi serta baik dan buruknya penyu.

Yose mengatakan, tak hanya orang Sumbar yang tertarik datang sampai orang luar negeri seperti dari Rusia, Pakistan, Srilanka hingga India. “Ada juga orang India yang di daerahnya bekerja sebagai relawan lingkungan dan menyempatkan diri ke sini setelah membaca dari medsos. Sampai saat ini pariwisata tumbuh dan ekonomi masyarakat jadi bagus.”

Hingga kini, masih ada orang-orang yang ikut pelepasan penyu memberikan donasi. “Melalui itu kita bisa melihat antusiasme orang dan kepedulian terhadap konservasi dan perlindungan penyu sudah makin tumbuh. Ini jadi semangat untuk kami tetap berjalan dengan segala keterbatasan,” katanya.

 

Penyu ini terpantau malam hari . Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Bagi Yose, menyelamatkan penyu ini sebagai pengabdian. “Kalau dulu saya sering sakit-sakitan, sering sakit dan operasi dan sebagainya setelah itu saya sembuh. Saya ingin memberi kehidupan untuk satwa ini. Saya anggap sebagai jihad saya untuk lingkungan dan membela keberlangsungan sebagai wujud syukur saya pribadi,” katanya.

Karena tekad ini pun, Yose selalu bersemangat dalam mengkonservasi penyu walaupun tak mudah. Dia tak mengeluh hadapi kesulitan dan tantangan.

Perjuangan Yose mengkonservasi penyu begitu kuat. Dia sampai menjual tujuh koleksi vespa dan mobil tuanya. Uang dia gunakan untuk membeli telur yang diambil masyarakat dari sarang-sarang penyu.

Setidaknya, semua usaha ini sudah berbuah. Ada sekitar 50.000-60.000 telur penyu berhasil menetas di Pantai Pasir Jambak. “Itu jadi kepuasan buat saya.”

Dia mencatat untuk penetasan telur penyu 2020 saja ada 2.369. Dari jumlah itu, ada 1.259 berhasil menetas. Ia terdiri dari penyu lekang, penyu sisik dan penyu hijau. Rata-rata telur itu menetas setelah masa inkubasi sekitar 55 hari.

“Penyu yang sudah menetas langsung dirilis tanpa harus memelihara dan menampung di bak penampungan agar insting alami penyu tetap terjaga dan lebih banyak mampu bertahan di alam,” katanya.

Dia senang melihat pantai yang dulu sepi menjadi kembali aktif. Pariwisata kembali bergeliat melalui konservasi penyu ini. “Juga menumbuhkan kekuatan ekonomi masyarakat. Sekarang lebih makmurlah dari beberapa tahun lalu yang hanya bergantung dari melaut.”

Yose juga menyediakan tempat edukasi bagi masyarakat. Dia menyimpan dua penyu mati yang sudah diformalin dengan banyak plastik dalam tubuhnya.

Tak hanya itu. Jambak Sea Trutle Camp ini juga menanam mangrove di lahan bekas tambang pasir ilegal di Jambak. Dalam akun instagram @seaturtlecampjambak bisa terlihat kegiatan itu.

Harfiandri, peneliti penyu dari Universitas Bung Hatta mengatakan, ada banyak peranan penting penyu di ekosistem laut. “Salah satunya, pengatur rantai makanan. Jika blooming ubur-ubur, penyu hadir sebagai pemangsa utama ubur-ubur. Ini bermanfaat karena ubur-ubur dapat mematikan benih ikan di laut,” katanya.

Penyu juga berperan meningkatkan kadar nutrien laut dari rendah ke tinggi nutrien. “Juga berfungsi memupuk perairan dari sisa makanan dan kotoran,” kata Harfiandri.

Selanjutnya, penyu hadir sebagai indikator terhadap pemanasan global (global warming). “Indikator terhadap perubahan dan cemaran pantai. Dengan kata lain, penyu tidak akan naik ke pantai yang tercemar dan berubah secara geografis pantai-pantai tempat peneluran.”

Penyu, katanya, lebih suka kawasan karang tumbuh subur. “Dimana perairan subur itu ditandai terumbu karang subur tumbuh. Ini akan meningkatkan jumlah populasi ikan.” Penyu banyak dijumpai di pantai yang banyak ikan dan karang.

 

Warga ikut pelepasliaran anakan penyu. Foto: dokumen Yose

 

***

Pada sore cerah di Pantai Pasir Jambak, Safrudin menyiapkan kapal untuk melaut. Dia bersihkan perahu, merapikan jala dan mencuci dengan air laut. Dia cerita, hasil dan jarak tangkap ikan tak seperti dulu lagi.

Sejak 10 tahun belakangan, dia harus melaut lebih jauh untuk mencari ikan.

Kondisi ini diamini Yose. Dia bilang, itu sebagai tanda kerusakan ekosistem laut karena eksploitasi sumber daya ikan. “Dulu, waktu saya kecil malam-malam, taruh lampu srongkeng di pinggir air, ikan itu datang ke pantai. Itu saja sudah dapat banyak. Sekarang, tidak ada lagi seperti itu,” katanya.

Kini, penangkapan ikan di satu tempat dilakukan puluhan bagan sekaligus dan tidak diimbangi penjagaan ekosistem laut. Penyu yang jelas-jelas satu bagian menjaga ekosistem laut juga tidak dijaga.

“Seperti makan telur penyu itu. Kita ‘kan nggak tahu dampak jangka panjangnya. Mereka bisa bilang tidak apa-apa tapi beberapa tahun kemudian terjadi penumpukan kolesterol atau lemak,”katanya.

Yose mengatakan, ada banyak aktivitas perindustrian dengan racun dan limbah ke laut lalu mengendap menutupi terumbu karang.

Pakan-pakan penyu pun terkontaminasi dan masuk ke tubuh satwa ini.

“Karena antibodi penyu ini cukup unik, buat penyu itu tidak apa-apa, kemudian disalurkan ke telur, lalu telur kita konsumsi akhirnya racun menumpuk di tubuh kita.”

 

****

Foto:Pati Hariyose, saat edukasi pada warga atau pengunjung pantai soal penyu gunakan awetan penyu. Penyu ini  dia temukan mati dengan tubuh banyak sampah. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version