Mongabay.co.id

Bangun Desa Mandiri dan Lestari, Seperti Apa?

 

 

 

 

Adalah Desa Huntu Selatan. Desa yang terletak di Bone Bolango, Gorontalo, ini punya pemasukan Rp500 juta dalam lima bulan dari hasil memanfaatkan kekayaan alam dengan ramah tanpa merusak.

Desa ini membangun jembatan bambu di tengah persawahan dan jadi obyek wisata. Di sana, ada berbagai ornamen, seperti kata-kata unik, lucu yang bisa jadi tempat foto-foto atau swafoto pengunjung.

Hamim Pou, Bupati Bone Bolango, mengatakan, pembangunan jembatan bambu ini menghabiskan Rp150 juta dari dana desa.

Hamim punya program satu desa, satu destinasi wisata. Prinsipnya adalah inovasi.

Salah satu desa di Gorontalo juga ada yang memaksimalkan kanal kecil jadi obyek wisata. Penghasilan desa dari wisata ini Rp50 juta per bulan.

“Kita tidak perlu sangat modern meniru total apa yang di kota, sebaiknya memaksimalkan potensi yang ada, dengan tak meninggalkan nilai lokal,” katanya beberapa waktu lalu dalam diskusi daring.

Dia bilang, hal perlu diperhatikan dalam membangun destinasi wisata di desa yaitu titik-titik foto dan kekhasan kuliner di daerah itu. Bila dua hal ini dikelola baik, katanya, bisa meningkatkan pendapatan desa.

Selain itu, perlu ada digitalisasi. Di Bone Bolango, ada Lamahu, sebagai desa digital pertama di Indonesia.

Hamim bilang, di desa itu orang hamil, saat mau melahirkan, bisa terpantau melalui CCTV agar segera tertangani. Cara ini, katanya, sekaligus mengurangi angka kematian ibu dan bayi.

Ketua Bidang Konservasi Lintas Temu Kabupaten Lestari (LTKL) ini mengatakan, mereka menyiapkan akomodasi di desa-desa, terutama yang berada di tepian hutan. Para wisatawan dengan minat khusus bisa tinggal di sana.

Di Bone Bolango, ada beberapa satwa endemik, seperti tarsius, macaca Gorontalo (Macaca nigrescens), rangkong, dan lain-lain.

“Ini gambaran potensi bahwa kita tidak perlu tercerabut dari akar kekhasan di desa dengan tetap menonjolkan kekuatan desa orang akan datang untuk menggerakkan ekonomi desa itu.” Wisatawan domestik di Bone Bolango, melonjak 10 kali lipat pada 2019 jadi 130.000 orang.

 

Baca juga: Belajar Merawat Alam ala Singgih lewat Pasar Papringan

Aziil Anwar, di hutan mangrove yang dia kelola di Sulawesi Barat. Foto: Agus Mawan/ Mongabay Indonesia

 

Ayu Gayatri dari Pengalaman Rasa, Bali, juga melakukan gerakan dari desa. Dia bekerja sama dengan para petani dan artisan lokal dari desa di Bali Utara untuk menyajikan makanan-makanan lokal.

Dia juga mengajak para petani menanam tanaman lokal seperti bawang putih Bali.

“Misi Pengalaman Rasa adalah mengangkat makanan lokal Bali dengan tampilan lebih cantik dan mewah bagi penikmat kuliner kelas dunia,” katanya.

Di Papua Barat, Nurhani Widiastuti, Direktur Bentara Papua, melakukan pemberdayaan masyarakat berbasis lingkungan. Dia mengembangkan komoditas unggulan di sana.

“Pengembangan komoditas unggulan seperti kopi dan sagu, selain sebagai pemberdayaan pemuda lokal juga kemandirian pangan yang baik bagi kebutuhan Papua,” katanya seraya bilang, masyarakat sekitar mengeluarkan sekitar 50% dari total penghasilan untuk belanja makanan.

Singgih S Kartono, Founder Spedagi-Movement, membuat skenario cyral-spiriterial, sebuah skenario tentang masa depan global. Itu adalah skenario dari desa yang menjelaskan tentang apa, dan sedang terjadi serta apa yang seharusnya masyarakat dunia lakukan kalau ingin mewujudkan cita-cita keberlanjutan.

Singgih beranggapan, era industri menyeret kehidupan ke dasar jurang materialisme dengan dampak kerusakan alam dalam skala global dan muncul kekosongan batin.

Dia menginisiasi International Conference on Village Revitalization (ICVR), sebuah konferensi internasional yang ditempatkan di pedesaan. Menurut dia, revitalisasi desa merupakan langkah strategis dan mendasar.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan orang tinggal di mana saja, termasuk di desa. Dengan desa maju, sejahtera, mandiri, lestari, akan membantu mewujudkan keseimbangan desa-kota.

Dalam konsep cyral-spiriterial sustainable life visions (CSSLV) terdapat lima poin. Pertama, tumbuh kesadaran peran utama manusia sebagai pemelihara dan penjaga alam.

Kedua, populasi manusia dalam kapasitas daya dukung alam terjaga.Ketiga, tercipta sistem ekonomi, politik, sosial dan hukum baru yang mensejahterakan manusia dan alam secara simultan.

Keempat, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi terjaga dalam koridor kesejahteraan manusia dan alam.

Kelima, tercipta hubungan internasional berdasarkan prinsip kesetaraan, keberagaman, persaudaraan dan gotong royong global.

Konsep itu, katanya, telah beberapa kali dia presentasikan dalam konferensi tingkat global.

“Mereka bilang, ini konsep sederhana dan masuk akal. Kita memang harus di situ,” katanya.

 

Baca juga: Belajar Hidup Ramah Alam dari Desa (Bagian 1)

Singgih S Kartono, memperlihatkan rangka Spedagi versi awal. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Rendy Aditya Wachid, Ketua Pelaksana The 4th International Conference on Village Revilization (ICVR) 2021, percaya nilai-nilai baik di desa dan kota bisa dibagikan.

Dia bilang, semua harus bisa bersama-sama membuat, memberi konsep desa mandiri-lestari, yang tidak hanya mengejar profit juga memikirkan planet dan masyarakat.

Teten Masduki, Menteri Koperasi dan UKM, mengatakan, koperasi dan UMKM sebagai bagian dari masyarakat di desa jadi tonggak penting bagi pergerakan ekonomi, termasuk dalam perspektif nasional.

“Saya berharap diskusi interaktif ini dapat jadi wadah untuk langkah nyata kolaborasi UMKM dengan pendekatan baru yakni lingkungan terjaga dan masyarakat sejahtera,” katanya.

Saat ini, katanya, pemerintah sudah meluncurkan berbagai macam stimulus mendukung UMKM guna pemulihan ekonomi nasional. Sudah ada pinjaman-pinjaman tersalur melalui bank pembangunan daerah (BPD) dengan target mendorong pertumbuhan sektor UMKM.

Data dari Kementerian Dalam Negeri menyebutkan, ada 11 BPD mendapatkan penempatan uang negara (PUN) Rp14 triliun dan tersalurkan kredit hingga Rp27,65 triliun. Rata-rata dana yang disalurkan BPD kepada UMKM.

Leonard Theosabrata, Direktur Utama Semsco Indonesia, mengatakan, secara umum ada tiga transformasi diperlukan UKM dan bisa dilakukan dari desa yaitu transformasi dari informal ke formal, transformasi masuk ke rantai pasok, dan digitalisasi.

 

Pasar Papringan. Pasar tempat warga menjual beragam pangan, kerajinan dan lain-lain yang semua dibikin dengan bahan dan carar-cara alami. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version