Mongabay.co.id

Malang Perlu Fasilitas Pengelolaan Sampah dan Penguatan Aturan

Sampah di bawah atau tepian rumah warga yang berada di bantaran Kali Brantas, Malang. Foto: Eko Widianto/ Mongbay Indonesia

 

 

 

 

Setiap hari warga lalu lalang di jembatan gantung yang menghubungkan Kelurahan Muharto dengan Gang Sidosadar, Kelurahan Kotalama, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Kali Brantas mengalir di bawahnya. Saat melintas, dari atas jembatan mereka membawa tas kresek berisi sampah rumah tangga lalu melempar ke kali.

“Ya, biasa buang sampah di sini,” kata seorang warga.

Dia bilang, tak ada pilihan, lantaran permukiman warga tak terjangkau pelayanan sampah Dinas Lingkungan Hidup. Padahal, lokasi permukiman hanya sekitar satu kilometer dari Balai Kota Malang.

Timbulan sampah menumpuk di setiap sudut aliran sungai yang membelah Kota Malang ini. Aneka jenis sampah menumpuk dan mengeluarkan aroma tak sedap. Padahal, sungai jadi ruang publik bagi warga. Anak-anak biasa bermain dan berenang di sungai bahkan sebagian warga memancing ikan dan udang di sini.

Timbulan sampah di hulu Kali Brantas memanggil mahasiswa Biologi Universitas Islam Maulana Malik Ibrahim Malang meneliti kualitas airnya.

Mahasiswa yang tergabung dalam Komunitas Environmental Green Society ini meneliti mulai mulai di Buamiji Kota Batu, Kelurahan Muharto Kota Malang dan waduk Sengguruh, Kabupaten Malang.

Komunitas Envigreen Society memulai dengan brand audit sampah di aliran Kali Brantas. Mereka mengecek merek sampah di tepi Kali Brantas dan lahan terbuka. Mereka menemukan banyak sampah plastik sekali pakai, seperti tas kresek, styrofoam, sedotan plastik, kemasan sachet, botol dan gelas plastik sekali pakai.

Sampah plastik terurai, hancur menjadi mikroplastik. Plastik terdegradasi menjadi ukuran kecil, kurang dari lima milimeter.

“Aliran Kali Brantas terkontaminasi mikroplastik yang berbahaya bagi kesehatan,” kata Aan Alfin Pamungkas, .Ketua Komunitas Envigreen Society.

 

Sampah di Kali Brantas pada 2019. Foto: Ecoton

 

Sedangkan mikroplastik ditemukan juga dalam tubuh biota sungai seperti ikan, udang, dan kerang. Kalau dikonsumsi manusia, katanya, mudah terserap tubuh dan berbahaya bagi kesehatan.

Komite bersama organisasi pangan dan pertanian atau Food and Agriculture Organization (FAO) dan organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) menyatakan, mikroplastik bersifat karsinogenik atau toksik.

Sumber utama mikroplastik, katanya, karena perilaku masyarakat membuang sampah sembarangan di sungai. Untuk itu, dia mengajak masyarakat di bantaran sungai menghentikan membuang sampah ke sungai. Juga meningkatkan kesadaran dan terlibat dalam mengelola sampah.

Juga melakukan gerakan puasa plastik sekali pakai. Caranya, dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.

 

 

Gerakan puasa plastik

Komunitas ini mengajak warga Malang tidak menggunakan tas kresek, sedotan, botol air minum dalam kemasan, popok, styrofoam dan kemasan sachet. Dia mengajak beralih pakai kemasan ramah lingkungan dengan kantung kain atau kertas. Mereka deklarasi gerakan puasa plastik di depan Kantor Wali Kota Malang akhir April 2021.

“Kami generasi milenial Indonesia akan berpartisipasi untuk Indonesia Bebas Sampah Plastik mulai hari ini. Kami pemuda Indonesia berjanji berhenti gunakan produk plastik sekali pakai, gunakan produk ramah lingkungan, memilah sampah organik dari sampah anorganik, menolak pembakaran sampah, mendukung produksi produk yang ramah lingkungan berkelanjutan, menolak sampah impor di Malang,” kata Alfin ditirukan para pemuda pegiat gerakan puasa sampah.

Peneliti Envigreen Society Kurnia Rahmawati mengatakan, Pemerintah Kota Malang belum bisa menyediakan pengelolaan sampah layak. Dampaknya, 1.850 rumah di Kotalama, Malang, setiap hari membuang sampah ke Kali Brantas. Per hari sekitar 2,2 ton sampah terbuang ke Kali Brantas. “Berapa banyak sampah dibuang dalam setahun? Ini hanya di Kotalama,” katanya.

 

Baca: Bahaya Mikroplastik! Bukan Hanya Ikan, Manusia Juga Terpapar

Warga masih punya kebiasaan buang sampah di sungai. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Kali Brantas, katanya, bukan hanya milik warga Malang. Kali ini sepajang 320 kilometer melintasi 14 Kabupaten Kota di Jawa Timur. Di hilir sekitar 5 juta jiwa mengonsumsi air minum dari Kali Brantas.

Mereka mendesak Wali Kota Malang Sutiaji mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang larangan penggunaan plastik sekali pakai. Regulasi ini, katanya, sesuai dengan kewenangan pemerintah Malang.

Mereka menuntut, produsen bertanggungjawab terhadap sampah dan meredesain kemasan lebih ramah lingkungan. “Belum ada tanggungawab produsen mengatasi sampah mereka.”

 

Aturan plastik sekali pakai

Wahyu Setianto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang mengatakan, sampah plastik jadi masalah dunia hingga banyak upaya mengganti dengan kemasan non plastik. Sedangkan pasar modern sudah memulai mengganti dengan kertas dan kain.

“Usul perda pengurangan sampah plastik bagus. Namun belum bisa direalisasikan segera. Ada payung hukum dan sanksi,” katanya.

Wahyu sudah bertemu Wali Kota Sutiaji dan pelaksana tugas Sekretaris Daerah Kota Malang Hadi Santoso untuk membahas regulasi pengurangan sampah plastik.

Wali Kota, katanya, mengeluarkan Surat Edaran (SE) Wali Kota Malang Nomor 8 tahun 2021 tentang pengurangan sampah plastik.

“Memang belum signifikan mengurangi sampah plastik,” katanya.

 

Baca: Ekspedisi Susur Sungai, Perjuangan Kaum Perempuan Bebaskan Sungai Surabaya dari Pencemaran

Gerakan puasa sampah plastik sekali pakai. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Dalam Surat Edaran yang keluar 1 Maret 2021 itu, mewajibkan pelaku usaha, hotel, restoran, cafe dan usaha sejunis, institusi pemerintah, perbankan mengurangi sampah plastik.

Bagi pengunjung restoran, dan cafe agar membawa wadah makanan dan minuman sendiri dari rumah. “Pengusaha cafe dan restoran tak menyediakan wadah makanan dan minuman berbahan plastik sekali pakai.”

Selain itu, pusat perbelanjaan modern dan pasar rakyat juga mengurangi kantong plastik dan gunakan bahan yang bisa daur ulang. Masyarakat, katanya, wajib membawa kantong belanja sendiri.

“Pelanggaran terhadap surat edaran akan kena sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Wahyu.

Dia bilang, volume sampah warga Kota Malang setiap hari mencapai 700 ton. Sebagian sampah dipilah di Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) dan bank sampah. Setelah dipilah, sampah berkurang sampai 400 ton dan buang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supiturang.

“Target dalam setahun bisa mengurangi 20%. Tahun ini, bisa menekan sampai 22%,” katanya.

Pemerintah Kota Malang pun mendapat penghargaan pengurangan sampah dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kelautan di Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN)

Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), mengatakan, kalau ribuan ton sampah memenuhi Kali Brantas setiap hari.

Sampah, katanya, menggunung di Bendugan Sengguruh dan Sutami. “Sekitar 55% sampah di perairan berupa sampah plastik, botok, popok dan sedotan,” katanya.

Sedangkan Kali Brantas, sungai strategis nasional dan sumber beradaban. “Gak baik, jika sungai yang menjadi pusat perkembangan peradaban menjadi tempat sampah terpanjang. Sampah menebarkan bencana di hilir Kali Brantas.”

Sampah menumpuk, katanya, karena Pemerintah Kota Malang tak mampu menyediakan infrastuktur pengolahan sampah. Hingga sebagian warga Malang membuang sampah ke Kali Brantas. “Sampah akan membunuh saudara di hilir Kali Brantas.”

 

 

*****

Foto utama: Sampah di bawah atau tepian rumah warga yang berada di bantaran Kali Brantas, Malang. Foto: Eko Widianto/ Mongbay Indonesia

Exit mobile version