Mongabay.co.id

Pentingnya Rekayasa Biofisik Daerah Aliran Sungai di Sumatera Barat

Potensi hujan di pertengahan tahun 2021 ini masih menyisakan pancaroba yang diakibatkan oleh fenomena anomali iklim La Nina. Secara khusus di Sumatera Barat, -sesuai pesan peringatan BMKG, potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat diikuti oleh petir/kilat dan angin kencang di beberapa wilayah.

Banjir dan longsor pun semakin mengancam. Adapun 11 kabupaten dan kota di Sumbar terancam parah. Namun seharusnya, ancaman tersebut dapat diatasi atau diminalisir jika DAS dikelola dengan bijak oleh pemerintah, para pemangku kepentingan dan masyarakat secara terpadu.

 

Daerah Aliran Sungai

Aspek hidrologis Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air secara kontinyu ke sungai utama DAS tersebut. DAS pula yang menjadi regulator untuk menjamin regulasi air ke sungai utama secara teratur.

Jika aspek hidrologis suatu DAS tidak berfungsi dengan baik, tentu ada hal yang terganggu. Gangguan itu dapat meliput kondisi tutupan vegetasi hutan dan lahan yang sudah rusak akibat terbukanya lahan, maupun akibat terganggunya kemampuan infiltrasi air hujan ke dalam tanah akibat pori tanah tertutup erosi permukaan.

Terbukanya lahan bisa banyak penyebabnya seperti karena ulah manusia dalam mengeksploitasi sumberdaya alam dan bisa juga karena kondisi alam itu sendiri.

Suatu DAS dapat terdiri dari areal pemukiman, industri, pertanian, perkebunan, peternakan, hutan produksi dan hutan lindung. Diantara komponen-komponen ini terdapat hubungan timbal balik dan saling ketergantungan antara komponen satu dengan lainnya.

DAS tidak lain adalah suatu sistem ekologi dengan unsur utamanya adalah tanah, air, vegetasi dan manusia serta segala upaya yang dilakukan di dalamnya.

Diantara unsur itu harus ada keseimbangannya, Jka antar unsur alam seimbang, maka kepentingan masa kini maupun masa yang akan datang, kepentingan ekonomis dan kepentingan ekologi serta kepentingan produksi dan kepentingan perlindungan akan lestari.

Dalam kondisi demikian DAS sebagai satu sistem ekologi mempunyai peranan positif terhadap kehidupan dan kesejahteraan  manusia yang bersangkutan dan lingkungannya. Oleh karena itulah maka pengelolaan DAS hendaknya dilakukan secara bijaksana dan seksama agar sumberdaya alam yang ada didalamnya dapat tetap memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat.

Baca juga: Banjir di Siberut, Kajian Karakteristik Daerah Aliran Sungai Harus Dilakukan

 

Banjir di Siberut awal Mei 2020 yang menyebabkan ribuan rumah terendam dan masyarakat harus mengungsi. Foto: Istimewa

 

DAS dan Batas Wilayah Administrasi

Karakterikstik DAS meliputi hamparan wilayah DAS yang melewati kecamatan, kabupaten, kota, propinsi dan bahkan lintas Negara. Padahal sebenarnya, daerah antara hulu dan hilir ataupun antar administrasi wilayah sebenarnya berbagi kondisi biofisik yang sama.

Hal ini menjadi masalah. Karena pembangunan wilayah sampai saat ini masih menghadapi belum adanya keterpaduan antar sektor. Peranan pemerintah dan partisipasi masyarakat dianggap belum optimal yang berujung pada kerusakan DAS.

Permasalahan yang muncul di lapangan diantaranya: Masih lemahnya koordinasi antar sektor dan antar instansi di daerah; Belum sinerginya pelaksanaan pembangunan antar instansi; Belum adanya mekanisme kompensasi hulu dan hilir terkait dengan upaya mempertahankan kecukupan kawasan hutan; Ketidakpastian penanganan kawasan/lahan tidur, dan kegiatan rehabilitasi hutan yang belum seimbang dengan laju degradasi yang terjadi.

Di dalam era otonomi daerah pun terdapat tren yang sama, yaitu pengelolaan sumbedaya alam pada DAS yang lebih diorientasikan pada peran economic developmet yang mengabaikan wawasan lingkungan. Dalam pemikiran pragmatis, sumberdaya alam ditempatkan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Problema lainnya adalah pemanfaatan ruang pada daerah hulu tidak seirama dengan daerah hilir. Hulu DAS yang seharusnya lebih banyak diperuntukan ke fungsi lindung, akan tetapi karena tuntutan ekonomi, berubah jadi kawasan hutan produksi maupun dialihfungsikan jadi kawasan budidaya pertanian dan peruntukan lain.

Kenyataan ini berakibat menyebabkan daerah hilir menerima resiko dari aktifitas daerah hulu. Kawasan hilir sering banjir dan kekeringan sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan.

Resiko penurunan kualitas lingkungan juga bisa berakibat lebih luas dan menyangkut berbagai sektor, seperti sektor budidaya pertanian, perdagangan, transportasi dan sebagainya. Seperti banjir dan kekeringan menyebabkan kegagalan panen, demikian juga sektor perdagangan terdampak akibat terhambatnya sistem transportasi.

Baca juga: Banjir dan Longsor Terjang Sumatera Barat, Berikut Masukan Upaya Pencegahan

 

Sungai Batang Arau pasca banjir yang melanda Kota Padang (2/11/18). Terlihat sebuah jembatan gantung yang rusak akibat terseret. Kerangka jembatan disebelahnya hanyut terbawa arus pada saat banjir. Foto Vinolia/ Mongabay Indonesia.

 

Rekayasa Biofisik DAS

Seperti diketahui bahwa fungsi lahan hutan dalam DAS: Pertama, kawasan lindung Hutan Suaka Alam (HSA) dan Hutan Lindung (HL), yang harus bebas dari segala bentuk pemanfaatan/kegiatan ekonomi.

Kedua, kawasan eksploitasi yaitu Hutan Produksi Terbatas (HPTs), Hutan Produksi Tetap (HPT), Hutan Produksi Konversi (HPK) dan Areal Penggunaan Lain (APL) merupakan kawasan yang boleh dimanfaatkan secara bijak untuk kegiatan ekonomi.

Namun, bila dicermati saat ini pengelolaan hutan lindung belum terorganisir dengan baik, salah satunya belum adanya Peraturan Daerah yang mengatur pengelolaan hutan lindung sebagai bentuk tindak lanjut dari otonomi daerah.

Kondisi ini bertentangan dengan Undang-undang No. 41 Tahun 1999 dan PP No. 6 Tahun 2007. Konsep Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung masih sebatas wacana, pengelolaan hutan lindung pun terlihat masih belum menjadi prioritas bagi pemerintah daerah.

Kondisi ini diperparah dengan belum dilindunginya hutan lindung sebagai pengatur tata air. Tumpang tindih kebijakan dan kurangnya sinergis antara pemangku kepentingan dalam pengelolaan DAS berujung pada terjadinya banjir, yang terjadi di berbagai daerah kabupaten dan kota di Sumatera Barat, Sumatera Utara dan daerah lainnya di Sumatera beberapa tahun belakangan ini.

Masalah ini telah menyebabkan korban jiwa, korban luka, korban harta, rumah, hutan, kebun, ternak dan lain lainnya. Banyak penduduk yang harus direlokasi ke tempat yang lebih aman dan layak.

Komposisi lahan hutan tentu mutlak untuk menjadi dasar untuk menentukan perubahan kondisi DAS.  Perubahan kondisi DAS terutama disebabkan sebagian kawasan lindung menjadi kawasan eksploitasi, karena beberapa faktor, yang diikuti oleh beberapa perubahan formasi kawasan hutan perubahan vegetasi atau tegakan hutan.

Dampak negatif perubahan tersebut adalah akan terjadi perubahan keseimbangan ketersediaan air dimusim hujan dan musim kemarau, termasuk yang memacu terjadinya banjir dimana mana seperti yang terjadi bencana banjir bandang dan longsor.

Guna memperkecil ancaman bencana tersebut, maka perlu segera dilakukan pemulihan kembali tataguna lahan dan segera melakukan rekayasa biofisik DAS dengan dukungan upaya non struktural disamping upaya strukral tersebut disemua DAS yang ada di Sumatera Barat.

 

* Prof. Dr. Ir Isril Berd, SU, penulis adalah dosen Universitas Andalas dan Ketua Forum DAS Kota Padang. Artikel ini adalah opini penulis.

 

Exit mobile version