Mongabay.co.id

Kebijakan Satu Peta untuk Sektor Kemaritiman

 

Kehadiran data yang akurat dan terpusat menjadi satu harapan yang masih dinantikan oleh banyak pemangku kepentingan dan juga pihak terkait lain dalam upaya pengelolaan kawasan maritim di Indonesia. Data yang dikelola menjadi satu peta tersebut, dinilai bisa mengawal proses pembangunan kemaritiman secara nasional.

Hingga saat ini, kebutuhan data dalam bentuk satu peta masih belum bisa dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia, meski itu untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Padahal, pengelolaan kawasan maritim berkaitan erat dengan banyak sektor di dalamnya.

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Basilio Dias Araujo belum lama ini di Jakarta mengungkapkan bahwa dalam mengelola kawasan maritim di Indonesia, diperlukan prinsip kehati-hatian sangat tinggi dalam pelaksanaannya.

Mengingat pentingnya mengelola dengan satu peta, Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000 kemudian diperbarui melalui Perpres 23/2021.

Basilio memaparkan, dalam penyusunan rencana perubahan Perpres 9/2016, ada rekomendasi penambahan 51 peta tematik yang masuk dalam lingkup kawasan kemaritiman. Usulan tersebut disampaikan langsung oleh Kemko Marves.

“Sejalan dengan penyusunan rencana aksi, maka ditetapkan Kemko Marves akan terlibat dalam 64 peta tematik baik untuk perwujudan maupun untuk pemutakhiran IGT (Informasi Geospasial Tematik),” terang dia saat berbicara dalam sebuah webinar belum lama ini di Jakarta.

baca : Seberapa Penting Penguasaan Data Kelautan bagi Indonesia?

 

Panorama laut dari Dermaga Ketapang menuju ke Pulau Pahawang, Lampung. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Menurut dia, kebijakan satu peta disusun untuk bisa mengurangi tumpang tindih peraturan yang terjadi di Indonesia. Selama ini, pengaturan untuk mengelola sektor kemaritiman, selalu terkendala dengan banyaknya peraturan di satu kawasan.

Dengan alasan tersebut, maka kebijakan satu peta menjadi mutlak untuk bisa dilaksanakan oleh Indonesia. Terutama, karena luas wilayah Indonesia yang mencapai 8,3 juta kilometer persegi (km2), dan dua pertiga wilayahnya adalah lautan atau sekitar 6,4 juta km2.

“Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Selain memendatangkan beragam potensi, itu juga menjadi tantangan yang berarti. Kita perlu mengetahui semua isi kolom air laut beserta biotanya, serta memanfaatkan segala kekayaan laut Indonesia,” jelas dia.

 

Data Kemaritiman

Oleh karena itu, dengan adanya perubahan kebijakan satu peta yang sudah dilaksanakan saat ini, diharapkan Indonesia bisa bergerak perlahan untuk bisa melakukan pengelolaan data dan informasi yang baik untuk sektor kemaritiman.

Hal itu, karena kebijakan satu peta bertujuan untuk memperluas pemanfaatan dan sinkronisasi data secara menyeluruh di Indonesia. Tujuan tersebut semakin kuat, karena ada prorgam satu data Indonesia yang tengah disusun oleh Pemerintah Pusat dan Daerah saat ini.

“Pada akhirnya, hal ini bisa diakses untuk mendukung proses Penyusunan Kebijakan Nasional dan Pengambilan Keputusan,” terangnya.

Di sisi lain, untuk bisa memaksimalkan upaya perwujudan peta tematik, penyusunan spesifikasi dan standar yang optimal terus dikebut oleh Kemko Marves. Selain itu, pembuatan peta jalan penyelenggaraan peta tematik yang komprehensif dan terukur juga dilakukan pada saat yang sama.

“Selain itu, segera identifikasi berbagai kendala penyelenggaraan dan cari antisipasinya,” tambah dia.

baca juga : Keistimewaan Laut Indonesia: Kekuatan dan Tantangannya

 

Perahu ketek masih menjadi angkutan utama di Sungai Musi untuk jakur Palembang Ilir dan Palembang Ulu. Foto: Ikral Sawabi/Mongabay Indonesia

 

Dengan sinergi dan kolaborasi yang baik, Basilio mengharapkan bahwa kebijakan satu peta bisa semakin cepat terwujud dan itu akan bermanfaat untuk pelaksanaan kebijakan dalam mengelola wilayah kemaritiman secara nasional.

“Dan mempermudah proses penyelenggaraan data dan informasi Indonesia dalam konteks penyelenggaraan kebijakan satu peta,” pungkas dia.

Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Deputi Delimitasi Zona Maritim dan Kawasan Perbatasan Kemko Marves Sora Lokita mengatakan bahwa pemetaan masalah yang menjadi kendala perwujudan kebijakan satu peta harus bisa dilaksanakan dengan baik.

Dari situ, diharapkan bisa ditemukan cara untuk melaksanakan sinkronisasi data dan informasi yang bisa mendukung perwujudan kebijakan satu peta untuk sektor kemaritiman. Selain itu, pemetaan juga akan menjelaskan apa saja masalah dan tantangan yang akan dihadapi di masa mendatang.

Asisten Deputi Penataan Ruang dan Pertanahan Kementerian Koordinator Perekonomian RI Dodi Slamet Riyadi menjelaskan, pelaksanaan proses percepatan untuk mewujudkan kebijakan satu peta menjadi langkah yang sangat penting bagi Indonesia.

Salah satu langkah yang harus dilakukan untuk bisa mendorong percepatan, adalah melaksanakan pemutakhira data peta tematik yang berkelanjutan. Dengan demikian, di masa yang akan datang dinamika pembangunan secara nasional bisa dipetakan dengan baik.

Dia menyebutkan, ada lima muatan yang menjadi target kegiatan atau program kebijakan dari Perpres 23/2021. Kelimanya adalah penyusunan dan penetapan mekanisme dan tata kerja, perwujudan Informasi Geospasial Dasar (IGD) dan Informasi Geospasial Tematik (IGT) baru.

Selain itu, melaksanakan pemutakhiran Informasi Geospasial Dasar (IGD) dan Informasi Geospasial Tematik (IGT), optimalisasi penyebarluasan data IG melalui geoportal Percepatan Kebijakan Satu Peta (PKSP), serta penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan ruang (sinkronisasi).

“Perpres 23/2021 ditetapkan pada 1 April 2021, sehingga rencana aksi akan menyesuaikan dan mulai efektif pada April 2021,” tutur dia.

baca juga : Pentingkah Konsep Ketahanan Maritim untuk Indonesia?

 

Perjalanan menuju Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Peta Tematik

Kepala Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik Badan Informasi Geospasial (BIG) Lien Rosalina menambahkan, berkaitan dengan IGT yang masuk dalam Perpres 23/2021, terdapat usulan untuk melaksanakan penambahan peta tematik dalam kebijakan satu peta, salah satunya kemaritiman.

Detailnya, peta tematik terebut digunakan untuk mendukung perencanaan, pemanfaatan, serta melaksanakan pengelolaan sumber daya di kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, dan kelautan. Dengan peta tematik, pemanfaatan ruang laut, oseanografi, ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, batas laut, dan sebagainya bisa dilakukan tanpa ada halangan.

Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa jika Indonesia ingin berhasil menguasai sumber daya alam dan potensi lainnya, salah satu cara adalah dengan menguasai data dan informasi.

Dengan luas wilayah Indonesia yang mencapai 6,4 juta kilometer persegi, itu jauh melampaui seluruh negara yang ada di benua Eropa. Luas tersebut tak hanya menyimpan kebesaran wilayah, namun juga menegaskan lokasi strategis dan kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah.

“Kita berada di jalur yang sangat strategis di dunia, yang menghubungkan jalur pelayaran dan perdagangan dunia,” ucap dia.

Mengingat pentingnya data kelautan, Luhut meminta seluruh kementerian dan lembaga (K/L) Negara yang ada saat ini bisa menggunakan data kelautan untuk kepentingan pembangunan nasional. Di antaranya, bagaimana data kelautan bisa digunakan untuk mendukung program investasi di Indonesia.

Kemudian, data kelautan juga diharapkan bisa mendukung kegiatan menjaga kedaulatan dan keamanan di setiap wilayah perairan Indonesia. Termasuk, untuk menjaga peluang Indonesia dalam upaya memperluas wilayah yurisdiksi seperti perluasan landas kontinen Indonesia pada banyak segmen.

Ketiga, data kelautan diharapkan juga bisa mendukung berbagai program untuk mitigasi kebencanaan yang ada di seluruh Indonesia. Lalu, data kelautan juga diharapkan bisa ikut memperkuat sektor ekonomi kemaritiman, terutama berperan untuk pemulihan ekonomi setelah pandemi COVID-19.

 

Exit mobile version