Mongabay.co.id

KEE Mangrove Ujung Pangkah, Lokasi Seru Melihat Burung Air

 

Setelah mengemasi makanan seafood yang dimasak istrinya di dapur, Cousun (68) kemudian bergegas membawanya ke Balai Desa Pangkah Wetan, Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Pagi menjelang siang itu, pria berkumis tebal ini nampak sibuk menyiapkan makanan pesanan panitia untuk makan siang dalam rangkaian kegiatan Peringatan Hari Lahan Basah Se-Dunia yang diselenggarakan di Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Mangrove Ujung Pangkah tersebut.

Matanya terlihat lelah, namun tidak menyurutkan semangatnya untuk melayani orderan dari pelanggannya itu. “Semenjak sering ada kegiatan disini kami kerap memasak untuk tamu. Alhamdulillah banyak yang cocok,” ujar Cousun yang saban harinya berprofesi sebagai nelayan ini, Rabu (02/06/2021).

Usai menghantarkan makanan, dengan tergesa-gesa ia lalu menuju ke tempat perahu-perahu milik nelayan yang bersandar di kawasan muara Sungai Bengawan Solo, dari depan rumahnya jaraknya hanya sepelemparan batu. Selain memesan makanan, dalam kegiatan itu panitia juga memesan perahu yang akan digunakan untuk melakukan kegiatan observasi habitat burung migran di muara sungai terpanjang di Pulau Jawa ini.

Sejam kemudian rombongan dari berbagai instansi itu pun datang. Dengan dibagi beberapa kelompok, mereka lalu diajak menyisir anak sungai Bengawan Solo yang ada di dalam KEE Ujungpangkah ini untuk melihat potensi keanekaragaman hayatinya.

baca : KEE Ujung Pangkah: Antara Mangrove, Burung Migran, dan Ekonomi Masyarakat

 

Pengunjung mengamati burung dengan menggunakan teropong di Kawasan Ekosistem Esensial Ujung Pangkah. Secara karakteristik mangrove di Ujung Pangkah itu merupakan habitat bagi banyak jenis burung air, ada 72 jenis yang sudah teridentifikasi, 28 nya merupakan jenis burung migran. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Persinggahan Burung Migran

Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Surat Keputusan Gubernur No: 188/233/KPTS/013/2020 kawasan mangrove Ujungpangkah dan perairan disekitarnya ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Esensial (KEE), yaitu kawasan yang bernilai ekosistem penting yang berada di luar Kawasan Suaka Alam (KSA), Kawasan Pelestarian Alam (KPA), dan Taman Buru (TB) yang secara ekologis menunjang kelangsungan kehidupan melalui upaya konservasi keanekaragaman hayati untuk kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia yang ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi.

Selain Desa Pangkah Wetan, Desa Pangkah Kulon, dan Desa Banyu Urip juga turut ditetapkan. Ketentuan itu dilakukan berdasarkan berbagai rujukan, salah satunya adalah adanya ekosistem mangrove seluas 1.554,27 hektar dengan status Areal Penggunaan Lain (APL).

KEE Ujung Pangkah merupakan muara Sungai Bengawan Solo, sehingga tempat ini kaya dengan sumber daya alam yang penting untuk sejumlah jenis burung air ataupun biota laut. Atas dasar ini, Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial (BPEE), Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bersama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik, dan juga berbagai pihak menyelenggarakan Hari Lahan Basah (WWD) tahun 2021 di KEE Ujung Pangkah.

baca juga : Burung Kowak Malam Kelabu Kembali Terbang Bebas di Mangrove Gresik

 

Jenis burung air Blekok sawah (Ardeola speciose) saat dijumpai di Kawasan Ekosistem Esensial Ujung Pangkah. Kawasan ini merupakan muara Sungai Bengawan Solo, sehingga kaya dengan sumber daya alam yang penting untuk sejumlah jenis burung air ataupun biota laut. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Direktur BPEE, Asep Sugiharta menjelaskan tujuan diselenggarakan kegiatan ini yaitu untuk meningkatkan pemahaman atas nilai dan fungsi lahan basah di Indonesia yang merupakan aset nasional, sebagai sistem penyangga kehidupan, meningkatan peran serta memperkuat komitmen para pihak dalam pengelolaan dan pembangunan lahan basah di Indonesia baik ditingkat kabupaten, provinsi maupun kementerian.

“Secara karakteristik mangrove di Ujung Pangkah itu merupakan habitat bagi banyak jenis burung air, ada 72 jenis yang sudah teridentifikasi, 28 jenisnya merupakan jenis burung migran” jelasnya.

Bahkan, lanjutnya, pada bulan Juni-Juli mangrove Ujung Pangkah juga menjadi jujukan migrasi burung Pelikan Asutralia (Pelecanus conspicillatus) dari Benua Australia, dan beberapa jenis berstatus endangered menurut IUCN Red List dan dilindungi Undang-Udang.

perlu dibaca : Mengenal Burung Kuntul Kecil, Si Penghuni Lahan Basah

 

Pada bulan Juni-Juli mangrove Ujung Pangkah juga menjadi jujukan migrasi burung Pelikan Asutralia (Pelecanus conspicillatus) dari Benua Australia. Foto: Cousun for Mongabay Indonesia. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Sampah Menjadi Ancaman

Selain itu, lebih lanjut dia menjelaskan KEE mangrove Ujung Pangkah Gresik merupakan KEE pertama di luar hutan konservasi, dan diusulkan menjadi Situs Ramsar yaitu situs lahan basah yang dirancang untuk kepentingan internasional di bawah Konvensi Ramsar. Konvensi Lahan Basah yang dikenal sebagai Konvensi Ramsar adalah perjanjian lingkungan antar pemerintah oleh UNESCO pada tahun 1971, dan mulai berlaku pada tahun 1975. KEE mangrove ini akan diakui dunia tentunya akan menjadi kebanggaan masyarakat Gresik, Jawa Timur dan Indonesia.

Saat dihubungi, Direktur Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON), Prigi Arisandi mengatakan pihaknya mengapresiasi dan mendukung adanya KEE Ujung Pangkah, karena hal ini dapat dijadikan sebagai sarana edukasi ekosistem mangrove. Selain itu juga sebagai mitigasi perubahan iklim dan oase ditengah polusi yang mengepung Kota Gresik.

Menurut dia, pelibatan masyarakat yang ada disekitar kawasan dalam mengelola juga sangat penting agar masyarakat merasa memiliki. Banyaknya timbulan sampah yang ada dibantaran Sungai Bengawan Solo juga menjadi ancaman nyata bagi kelangsungan hidup keanekaragaman hayati yang ada di KEE Ujung Pangkah, baik itu biota penetap maupun burung migran.

“Karena kandungan mikroplastik sudah ada di ikan dan air sungai Bengawan Solo. Sehingga diperlukan penyediaan sarana pemilahan sampah (TPST 3R) disetiap desa yang ada di sepanjang sungai Bengawan Solo di Kabupaten Gresik,” ujar Prigi, Minggu (06/06/2021).

baca juga : Bukan Hanya Manusia yang Butuh Lahan Basah, Burung Juga

 

Sampah menjadi ancaman nyata di Kawasan Ekosistem Esensial Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Selain itu perlunya pengendalian pencemaran kimia atau logam berat yang sumbernya dari Jawa Tengah. Mangrove, lanjutnya, perlu dijadikan media pembelajaran di sekolah, dan juga dimasukkan dalam program desa, bahkan disetiap Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah.

Sebagai seremoni acara perayaan WWD dengan tema “Wetlands and Water” yang diselenggarakan pada 2-3 Juni 2021 ini panitia juga melepasliarkan jenis burung air yaitu burung Kowak Malam Kelabu (Nycticorax nycticorax) dan burung Ibis Kepala Hitam sebanyak 50-an ekor.

 

Nelayan beraktifitas di Kawasan Ekosistem Esensial Ujung Pangkah. salah satu yang menjadikan kawasan ini ditetapkan sebagai KEE yaitu adanya ekosistem mangrove seluas 1.554,27 hektar dengan status Areal Penggunaan Lain (APL). Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version