Mongabay.co.id

Memotret Langsung Badak Jawa di Habitat Terakhirnya

Badak jawa yang berada di habitatnya di Taman Nasional Ujung Kulon. Foto: David Herman Jaya/Javan Rhino Expedition

 

 

Menjelajahi hutan di Taman Nasional Ujung Kulon [TNUK], Banten, pada 22 September hingga 6 Oktober 2019 adalah pengalaman tak terlupakan bagi David Herman Jaya dan timnya, Javan Rhino Expedition.

Selama dua minggu, mereka menyaksikan dari jarak paling dekat semua aktivitas satwa paling langka di Indonesia dan dunia, yaitu badak jawa [Rhinoceros sondaicus].

“Kali pertama bertemu, saya tertegun, ternyata masih ada hewan raksasa di Pulau Jawa,” kata David pada Bincang Alam Mongabay Indonesia bertajuk ‘Memotret Kehidupan Badak Jawa’ pada Jumat [21/5/2021].

David adalah Koordinator Program Javan Rhino Expedition. Ia ke hutan rimba di bagian paling barat Pulau Jawa bersama tim yang terdiri dari fotografer, dokter hewan, peneliti, beserta staf dari Balai TNUK, plus masyarakat lokal.

Mereka semua memiliki satu tujuan, menyuarakan kehidupan badak jawa yang selama ini terancam punah dan bertahan dalam kesunyian.

“Pengalaman ekspedisi itu sudah kami dokumentasikan dalam buku berjudul Javan Rhino Expedition – Surviving in Silence,” tuturnya.

Ketertarikan David pada badak jawa berawal tahun 2013, ketika ia bekerja sama dengan WWF-Indonesia meliput badak jawa di Ujung Kulon dengan membuat film dokumenter. Badak jawa merupakan spesies spesial bagi David, yang membawanya semakin mencintai dunia satwa liar.

Baca: Javan Rhino Expedition, Memotret Badak Jawa di Habitat Terakhir

 

Badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon. Foto: David Herman Jaya/Javan Rhino Expedition

 

Kantong populasi

Semangat ini pula yang membawa David menelusuri TNUK yang saat ini satu-satunya kantong populasi badak jawa tersisa. Populasinya di Vietnam, dinyatakan punah akibat perburuan liar pada 2011.

Pria kelahiran Purworejo, 1 Februari 1992 itu, mengatakan hewan ini memiliki fungsi ekologis yang sangat penting bagi lingkungan.

“Badak memiliki wilayah jelajah cukup jauh. Umumnya, benih tumbuhan yang dimakannya keluar bersama feses. Hal inilah yang membuat badak jawa berperan dalam penyebaran benih alami di kawasan TNUK,” jelasnya.

Saat ini, kata David, satwa dilindungi ini menghadapi sejumlah ancaman serius. Sebut saja perburuan, alih fungsi hutan, hingga bencana alam.

“Letak geografis TNUK yang dekat gunung berapi aktif, Gunung Anak Krakatau, juga menambah kekhawatiran akan bencana alam yang mengintai kelangsungan hidup populasinya.”

Baca: Momen Langka, Badak Jawa Terekam Kamera di Ujung Kulon

 

Taman Nasional Ujung Kulon merupakan habitat terakhir badak jawa. Foto: David Herman Jaya/Javan Rhino Expedition

 

Gunung Krakatau tercatat pernah meletus tahun 1883 yang kemudian, sekitar 135 tahun berikutnya, kembali erupsi pada 22 Desember 2018. Hal tersebut seakan mengingatkan kembali akan kerentanan habitat badak jawa dari ancaman bencana alam.

Hal lain yang harus menjadi perhatian atas keberlanjutan hidup badak jawa adalah munculnya perkawinan sedarah yang dapat menurunkan kualitas genetik.

“Kondisi ini mempengaruhi kerentanan individu untuk bertahan hidup dari penyakit. Jika generasi penerus didominasi hasil inses, maka ketahanan populasinya sangat riskan,” kata David.

Hasil penelitian kolaborasi antara Taman Nasional Ujung Kulon, Eijkman Institute, Yayasan Badak Indonesia [YABI], dan WWF-Indonesia Program Ujung Kulon tahun 2014 buktinya. Berdasarkan pemeriksaan DNA dari 49 sampel feses yang diambil acak menunjukkan, sebanyak 19 individu berasal dari 2 jenis halotipe [karakter genotipe yang diwariskan dari salah satu induk].

Artinya, 19 individu itu hanya berasal dari dua garis keturunan betina, yang tentunya berdampak pada menurunnya kualitas genetik pada generasi badak jawa di masa mendatang, sebagaimana dijelaskan dalam buku Javan Rhino Expedition – Surviving in Silence.

Video Langka: Badak Jawa “Musofa” Asik Berkubang di Ujung Kulon

 

 

 

Gangguan langkap

Hasil survei yang dilakukan Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan WWF-Indonesia menunjukkan, wilayah Semenanjung Ujung Kulon didominasi oleh tanaman langkap [Arenga obtusifolia], yaitu tumbuhan dari jenis palem-paleman [Arecaceae].

“Pertumbuhan langkap mempengaruhi pertumbuhan tanaman lain, termasuk pakan badak jawa. Dominasi langkap menutup lantai dasar hutan sehingga menghambat pertumbuhan tanaman lain untuk mendapatkan sinar matahari. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya ketersediaan tanaman pakan badak jawa di daerah yang didominasi langkap,” ujarnya.

Jenis palem ini menjadi invasif karena sifatnya yang dapat berkembang biak dengan cara generatif dan vegetatif. Diperkirakan, satu tandan langkap bisa menghasilkan sekitar 315 hingga 1.800 buah, dan satu buah langkap memiliki tiga biji. Penyebaran benih langkap dibantu oleh hewan seperti musang, tikus, dan burung.

Pola perkembangbiakan tanaman langkap lainnya adalah vegetatif, yaitu melalui akarnya yang sering disebut sulur. Sulur membentuk tunas baru.

 

Anak badak jawa dari induk Ambu yang terekam video jebak di Ujung Kulon pada Maret 2021. Foto: Dok. KLHK/TNUK

 

Kondisi terkini

Bagaimana keadaan badak jawa saat ini? Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], melalui keterangan tertulisnya kepada media, Sabtu, 12 Juni 2021 menjelaskan, dua anak badak jawa kembali terlihat pada video jebak di wilayah Semenanjung Ujung Kulon, TNUK, sejak Maret 2021. Hal ini merupakan temuan kelahiran pertama anak badak jawa di tahun 2021.

Adanya kelahiran menunjukkan, kebijakan full protection terhadap seluruh habitat badak jawa di TNUK, berjalan baik secara alami.

Anak badak jawa pertama betina terekam pada 18 Maret 2021, dari induk bernama Ambu. Kelahiran ini yang kedua bagi Ambu, sebelumnya melahirkan pada 2017. Sementara anak badak jawa kedua jantan diperkirakan yang diperkirakan berusia 1 tahun, terekam pada Maret 2021, bersama induknya Palasari.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem [KSDAE], Wiratno menyatakan, kelahiran badak jawa di habitatnya, in-situ di TNUK, menunjukkan upaya serius pemerintah dalam melestarikan satwa endemik Indonesia.

“Kita harus bersama mendukung konservasi satwa Indonesia yang merupakan satwa kebanggaan milik negara,” tuturnya.

Berdasarkan catatan KLHK, jumlah badak jawa di TNUK hingga Mei 2021 diperkirakan sebanyak 73 individu. Rinciannya adalah 40 individu jantan dan 33 individu betina.

 

 

Exit mobile version