Mongabay.co.id

Restorasi Saluran Irigasi, Strategi Pelestarian Urban

 

Sekitar 1000 warga Dusun Peninjauan, Denpasar Utara, Bali, kini menikmati oase di tengah makin padatnya pemukiman yang makin mendesak jalur hijau.

Saluran irigasi persawahan kota yang penuh sampah dan tercemar limbah kini jadi kolam ikan dan saung-saung rekreasi.

Merestorasi saluran irigasi dengan cara menjadikannya kolam ikan dan menata sempadannya jadi taman adalah strategi warga. Restorasi adalah topik peringatan hari lingkungan sedunia tahun ini. Bagaimana membumikan konsep ini untuk penyelamatan lingkungan sekitar?

Tak sulit menemukan Gang Sari Dewi, jalan masuk menuju sekitar 1,7 kilometer saluran irigasi yang kini bersih dan asri. Pintu gerbangnya bertuliskan Lungatad Berseri. Lungatad adalah nama subak atau organisasi pengaturan air tradisional di Bali di kawasan ini. Sedangkan Berseri adalah akronim dari “bersama selamatkan irigasi”, misi dusun yang teraliri saluran irigasi dengan lebar kurang dari 2 meter ini.

baca : Memilah Sampah di Gang Sari Dewi Kala Pandemi

 

Saluran irigasi sawah yang kini asri dan bersih di banjar Dusun Peninjauan. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Sempadan irigasi nampak tertata dengan tanaman bunga dan pohon buah. Ada juga tanaman obat dan sayur mayur di polybag. Saluran irigasi ini membelah sisa lahan sawah, namun tak sedikit yang sudah alih fungsi jadi rumah. Hanya lahan sawah bagian timur yang masih agak lapang, terhampar lebih dari 100 hektar. Sementara di sisi barat sudah sebagian alih fungsi.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali menyebutkan, luas area panen padi di Kota Denpasar berkurang 3 tahun terakhir ini. Pada 2018 sekitar 3.500-an hektar, menurun drastis pada 2019 menjadi 2.400-an hektar, lalu 2020 tercatat 3.100-an hektar.

Pagi hari itu, belasan petani nampak sibuk menggemburkan lahannya untuk kembali memulai masa tanam. Padahal baru dua pekan lalu panen. Ratusan bangau memenuhi area yang sedang dibajak untuk menemukan makananya. Jelang siang, para petani rehat di tengah gubuk yang dipasangi tiang bendera cukup besar.

Di sepanjang saluran irigasi ada belasan spanduk ditempel di tembok untuk mengingatkan warga. Dilarang buang sampah ke sungai. Warga boleh menghakimi pembuang sampah.

Demikian spanduk besar yang menonjol karena ukurannya. “Ini perarem banjar, jika ada yang ada buang sampah bisa kena tipiring. Sudah koordinasi dengan DLHK untuk sanksi tipiring,” sebut I Nyoman Wijaya, Kepala Dusun Peninjauan pada Mongabay Indonesia, Minggu (07/06/2021). Perarem adalah kesepakatan adat, bisa tertulis dan tidak.

Denda bagi pembuang sampah sembarangan seperti ke saluran irigasi dan tanah kosong sekitar Rp500 ribu. Sanksi berat ini rupanya membuat warga takut. Menurut Wijaya, warga yang buang sampah sembarangan berkurang.

Ia mengatakan pernah ada warga yang kena tipiring, seingatnya paling banyak 5 orang. “Kebanyakan bukan warga kami, pas lewat, dibuang ke sungai, kalau sepi dilempar,” lanjutnya. Selain saksi, untuk monitoring pembuang sampah, tiap beberapa meter, diisi jaring atau pemerangkap sampah. Jika ada sampah yang cukup banyak terperangkap, akan diketahui sumbernya.

baca juga : Memilih Bisnis Ekologis Saat Rehat Pandemi

 

Spanduk berisi ancaman dihakimi. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Pemerangkap sampah (trash barrier) ini terbuat dari besi. Tiap pagi dan sore hari, warga membersihkan perangkap sampah agar aliran air tak terhambat. Termasuk dedaunan juga nampak diangkat dan dikumpulkan di beberapa titik. Sumber air ini vital bagi petani sekitarnya.

Seorang petani nampak memeriksa tiap perangkap sampah pada Minggu pagi. Ia membawa pengait dan memperbaiki bebatuan di sebuah dam kecil. “Kok air ke sawah saya mengecil, saya perlu air,” katanya. Ia hanya menggeser beberapa batuan sehingga aliran air lebih deras.

Perihal perangkap sampah, awalnya ditolak para petani karena takut aliran air berkurang. Sampah tidak segera dibersihkan, petani marah. Namun, masalah ini sudah dicarikan solusinya dengan cara pembersihan teratur setiap hari, dan petani tak lagi protes.

Di dekat dam pengatur air irigasi persawahan ini ada titik berkumpulnya ribuan ikan aneka jenis. Ada koi yang berwarna dominan oranye, mujair, dan nila.

Seorang kakek dan dua cucu kembarnya menikmati hari Minggu di kolam ini mengamati para ikan. Udara cukup sejuk karena ada pepohonan dan suara air mengalir.

Beberapa kali warga memergoki ada yang hendak memancing. Bahkan dua pasang ikan koi yang disumbangkan warga dilaporkan hilang. Tak heran spanduk peringatan dilarang memancing dan mengebom ikan ada di sejumlah titik.

baca juga : Selokan Ini Dulu Tempat Buang Sampah, Kini jadi Rumah Ikan

 

Empang berisi anakan koi dan ikan lain di sekitar saluran irigasi. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Saluran irigasi penuh sampah dan limbah berubah jadi kolam ikan dan tempat rekreasi ini adalah hasil kerja keras sejumlah warga Dusun Peninjauan dan sekitarnya yang tergabung dalam kelompok Lungatad Berseri.

Kholik Mawardi, salah satu relawannya mengatakan warga kini hendak mengembangkan usaha budidaya ikan. Mereka sudah berhasil memijah ikan koi dengan mengawinkan indukannya. Area pemijahan berlokasi di area yang lebih sepi, rumah jamur di dekat kawasan irigasi ini.

Dalam sebuah kotak yang diisi lampu penghangat dan lapisan terpal ini nampak bibit koi yang masih berwarna putih berukuran kurang dari 1 cm. Bibit koi ini diberi makan kuning telur. Sebelum menetas, para telur koi menempel di paranet yang menutupi kolam. Induk dan pasangannya sudah dipisahkan ke kolam lain.

Kholik mengatakan sejumlah petani tertarik budidaya ikan nila dan mujair, namun perlu disokong pemasaran. “Untuk menambah hasil tani padi,” ujarnya. Tantangan budi daya ikan di saluran irigasi adalah limbah domestik. Karena tidak ada pabrik sekitarnya.

Tengah Mei lalu, kualitas air irigasi ini dicek, dan diketahui indikator ph 9 atau agak asam. Namun masih layak untuk ternak ikan. Menurut Kholik, sejauh ini, sekitar dua tahun memelihara ikan di saluran irigasi, belum ada yang mati. Hanya pernah hilang, dua koi dewasa tadi.

Para ikan juga sedang dilatih makan pakan magot, ulat yang muncul saat produksi pupuk cair. Magot-magot putih berlendir ini terlihat menggenangi pupuk cair yang sudah dipanen dari bahan baku batang pisang dan sayuran.

Warga piket untuk memberi makan ikan di saluran irigasi dan empat petak empang yang jadi area budidaya. Di tiap kotak empang ada jenis ikan berbeda, dikelompokkan berdasar jenis dan ukurannya. Misalnya area anakan, remaja, ikan lele, dan nila.

baca juga : Ini Alat Sakti Penangkap Sampah di Mangrove. Seperti Apa Bentuknya?

 

Warga rekreasi di sekitar saluran irigasi dengan kolam ikan. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Relawan Lungatad Berseri berharap kembali bisa merasakan sensasi masa kecil, mandi dan main di saluran irigasi.

Wijaya, Kepala Dusun mengatakan kelompok ini diawali 3-4 orang untuk membersihkan irigasi. Kini berkembang jadi sekitar 40-an anggota komunitas peduli sungai. “Sebelum saluran irigasi dibersihkan, ikan tidak bisa hidup. Sudah dibuatkan SK Perbekel (Kepala Desa), kami bergerak selamatkan irigasi,” jelasnya.

Inisiatif sawadaya ini kemudian didukung sejumlah pemberian bantuan dari pihak pemerintah kota. Misalnya DLHK memberikan bantuan bibit pohon, ada juga yang mendonasikan tanaman hias, bibit ikan nila 10 ribu ekor, dan lainnya. Kholik juga hendak menambah varian produk dari kelompok ini dengan olahan jahe merah dan rempah.

Wijaya berharap pengelolaan lingkungan dari rusak jadi bersih ini bisa menjawab masalah lain, yakni resiko banjir. Karena ini pernah terjadi.

Kini jalur irigasi sekitar 1,7 km sudah terisi 15 pemerangkap sampah. Limbah anorganik yang terperangkap dikumpulkan dan diangkut tim angkut sampah dusun. Sampah masih dibuang ke TPA, belum dipilah karena tidak memiliki infrastruktur seperti alat pencacah sampah organik dan lahan pemilahan.

Desa berencana membangun instalasi swakelola sampah, namun masih terkenda lahan. “Ada beberapa tanah provinsi yang dikelola warga. Masih tahap pembebasan lahan dan penyanding,” kata Wijaya terkait swakelola sampah oleh desa.

 

Trash floater dipasang di sungai ukuran kecil sampai sedang, bisa mengapung dengan lubang-lubang besi di bawahnya untuk ikan dan air. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Strategi pemasangan trash barrier juga digunakan gerakan Sungai Watch di puluhan titik sumber air ke arah laut di Bali. Komunitas Sungai Watch ini bagian dari kampanye Make A Change World yang dirintis anak muda, Gary Bencheghib dan saudaranya. Gary populer saat membuat kano dari sampah botol minuman mengarungi kepadatan sampah Sungai Citarum dengan saudaranya, Sam. Inilah yang menambah semangatnya untuk menghadang sampah agar tak sampai ke laut.

Ada tiga jenis trash barriers yang sudah dipasang, trash blocker yang dibuat dari rangkaian besi galvanis tanpa pipa mengapung. Diletakkan di saluran irigasi sawah yang ukurannya menyesuaikan lebar saluran. Ada juga jenis trash walker, penghadang sampah yang mirip trash blocker karena mengapung. Tapi desain berbeda dan ukuran lebih besar untuk ditempatkan di sungai berukuran besar,

 

 

Exit mobile version