Mongabay.co.id

Gajah Sumatera Ditemukan Mati di Bengkulu, Ini Penyebabnya

Bentang Alam Seblat merupakan habitat alami 70-150 individu gajah sumatera. Foto: Instagram#saveajahseblat

 

 

Seekor gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus] ditemukan mati di kawasan Hutan Produksi [HP] Air Teramang, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, pada Selasa [25/5/2021] lalu.

Saat ditemukan tim patroli Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat, satwa kunci endemik sumatera itu sudah dalam bentuk tulang betulang. Sementara, beberapa bagian tubuhnya masih ada kulit yang membusuk.

“Diperkirakan, kematiannya dua bulan lalu. Ada jerat nilon pada bagian tulang kaki,” tutur Mardiansyah, Kanit Polhut Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Bengkulu, Senin [14/6/2021].

Saat mengetahui informasi itu, lanjut Merdiansyah, BKSDA Bengkulu segera bergerak dan berkoordinasi dengan Kepolisian Sektor [Polsek] Sungai Rumbai. Pemeriksaan di tempat kejadian perkara [TKP] dilakukan pada 7 Juni 2021, pukul 10.00 hingga 15.00 WIB.

“Olah TKP dilakukan tim gabungan, dipimpin langsung Kapolsek Sungai Rumbai dan didampingi anggota Reskrim Polsek Sungai Rumbai, BKSDA Bengkulu, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Tim Pelestarian Harimau Sumatera–Kerinci Seblat [PHS-KS] atau Tim Patroli Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat dan Konsorsium Bentang Alam Seblat,” ujarnya.

Hasilnya, ditemukan tulang belulang dan bukti jerat tali nilon. Tim juga menemukan benda asing sekitar 500 meter dari lokasi kejadian, yaitu sabun batangan yang diduga mengandung zat kimia berbahaya mematikan.

Baca: Bentang Alam Seblat, Jalur yang Bebaskan Gajah Sumatera dari Kungkungan [Bagian 1]

 

Bentang Alam Seblat merupakan habitat alami 70-150 individu gajah sumatera. Foto: Instagram#savegajahseblat

 

Kepala Bagian Tata Usaha BKSDA Bengkulu, Suharno memperkirakan, gajah malang itu sudah berumur dewasa dan betina karena memiliki caling.

“Kami sudah melakukan pengambilan sampel berupa tulang [tulang rusuk/costae], gigi, dan kulit.”

Sampel itu dalam proses pemeriksaan DNA di laboratorium Jurusan Biologi FMIPA Universitas Bengkulu, untuk keperluan identifikasi. Sedangkan sampel lainnya direkomendasikan dikirim ke Laboratorium Balai Besar Penelitian Veterinerdan atau Laboratorium Forensik POLRI untuk pemeriksaan toxicology.

“Hal ini untuk mendukung penegakan diagnosa penyebab kematian satwa,” ujarnya.

Hutan Produksi [HP] Air Teramang merupakan habitat gajah liar. Areal ini dibebani Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu [IUPHHK] PT. Bentara Arga Timber (BAT). Luas HP Air Teramang tercatat 4.818,53 hektar, terletak di Kecamatan Sungai Rambai, Kabupaten Mukomuko. Ada empat desa yang menjadi penyangga HP ini, yaitu Desa Retak Mudik, Banjar Sari, Mekar Sari dan Sido Dadi.

Wilayah ini juga merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Esensial [KEE] Koridor Gajah Sumatera Bentang Alam Seblat bersama HP Air Rami, Hutan Produksi Terbatas [HPT] Air IPUH I dan Air Ipuh II, HPT Lebong Kandis, perkebunan PT. Alno Agro Utama dan area penggunaan lain.

Baca: Bentang Alam Seblat, Pisau Bermata Dua Perlindungan Gajah Sumatera [Bagian 2]

 

Bentang Alam Seblat berada di antara Taman Wisata Alam [TWA] Seblat dan Taman Nasional Kerinci Seblat [TNKS]. Foto: Instagram#savegajahseblat

 

Habitat alami gajah

Bentang Alam Seblat berada di antara TWA Seblat dan Taman Nasional Kerinci Seblat [TNKS], mencakup dua kabupaten, yaitu Bengkulu Utara dan Mukomuko. Total luasannya 40.220,81 hektar. Penetapan ini berdasarkan Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor 4 Tahun 2017. Fungsi utama koridor ini memberikan ruang gerak untuk satwa liar secara luas dalam melakukan perjalanan dan migrasi.

Menurut Dokumen Rencana Aksi Forum Kolaborasi Pengelolaan KEE Koridor Gajah Sumatera Bentang Alam Seblat, bentang ini merupakan habitat alami sekitar 70-150 ekor gajah sumatera liar. Bentang ini merupakan rumah alami bagi beruang madu, macan dahan, harimau sumatera, tapir, rangkong, elang dan satwa liar lainnya.

Namun permasalahan di kawasan ini adalah perburuan satwa liar, hutan yang terfragmentasi, hingga pembukaan lahan. Akibatnya, rombongan besar gajah pecah menjadi empat kelompok kecil. Kelompok itu adalah Air Teramang-Air Dikit, Air Teramang-Air Berau, Air Ipuh-Air Berau, dan Seblat.

Baca juga: Hutan Koridor Gajah Itu Terancam Perambahan

 

Tampak jerat tali nilon di kaki gajah sumatera yang ditemukan mati di HP Air Teramang. Foto: Dok. BKSDA Bengkulu

 

Dalam dokumen itu dituliskan konflik antara gajah dan manusia di Provinsi Bengkulu pertama kali dilaporkan tahun 1988 di Kabupaten Bengkulu Utara. Kemudian, tahun 1989 terjadi konflik di areal pertanian warga di Kecamatan Kaur Tengah, Kabupaten Bengkulu Selatan.

Tahun-tahun selanjutnya konflik semakin sering, puncaknya pada 2007, 2008, dan 2009 terjadi konflik terutama di Desa Dusun Pulau [PT. Alno Agro Utama], Desa Suka Baru, Desa Tunggang, Bukit Harapan, Mekar Sari, Suka Merindu, Serami Baru, Sukodadi, Serami Mudik, Retak Mudik, hingga PT. Agricinal. Desa dan perusahaan ini semuanya terletak di Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Mukomuko.

Pelaku yang membunuh gajah sumatera dijerat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Dalam peraturan itu disebutkan, barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran [membunuh satwa liar dilindungi] dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100 juta, berdasarkan Pasal 21 Ayat [2] dan Pasal 40 Ayat [2].

 

 

Exit mobile version