Mongabay.co.id

Pengelolaan Sampah Pekanbaru Buruk Berujung Somasi dan Pidana

 

 

 

 

Beberapa orang berpakaian dari sampah plastik dengan latar bagian belakang sampah berserakan. Orang-orang ini kemudian lanjut ke kantor wali kota, DLHK dan DPRD Pekanbaru.

Begitulah aksi dari para aktivis dari Walhi Riau bersama LBH Pekanbaru yang protes dan mengajukan somasi soal pengelolaan sampah kepada Pemerintah Kota Pekanbaru, medio Juni lalu. Mereka gugat wali kota, DPRD hingga Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK).

Mereka yang tergabung dalam Tim Advokasi Sapu Bersih Kota Pekanbaru itu menyampaikan, pemerintah telah melawan hukum karena tidak memenuhi hak warga atas lingkungan hidup bersih dan sehat. Lebih spesifiknya, tidak memberi pelayanan publik dalam pengelolaan sampah.

Karena itu, tim menuntut Pemerintah Pekanbaru segera mengeluarkan sejumlah kebijakan, antara lain pembatasan penggunaan sampah plastik sekali pakai dari tempat-tempat usaha, daur ulang maupun pemanfaatan sampah.

Wali Kota Pekanbaru dan Kepala DLHK juga harus mengatur pola penanganan sampah, meliputi: pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan.

DPRD Pekanbaru diminta mengawasi kinerja pemerintah daerah dengan membentuk panitia khusus, guna memantau, memeriksa, mengevaluasi serta bertindak bila terjadi penyalahgunaan wewenang.

Mengenai anggaran, wali kota dan DPRD Pekanbaru harus alokasikan untuk keperluan, pembuatan Perda pembatasan sampah plastik sekali pakai, peralihan jenis tempat pembuangan akhir (TPA) dari control landfill ke sanitary landfill.

Selanjutnya, penyediaan fasilitas penunjang penanganan sampah secara cukup, penyediaan sarana prasarana pengelolaan sampah, sosialisasi, pemberdayaan maupun pembinaan masyarakat terkait penanganan sampah.

Terakhir, wali kota dan DLHK Pekanbaru harus minta maaf secara terbuka lewat saluran media cetak dan elektronik, baik nasional maupun lokal. Jumlah dan nama-nama media sudah ditetapkan tim. Ditambah pemasangan baliho enam kali tiga meter sebanyak 12 lembar di jalan protokol.

Marzuki, Pelaksana Tugas Kepala DLHK Pekanbaru, mengatakan telah menjawab surat tim. Saat dikonfirmasi kembali ke Noval Setiawan, kuasa hukum tim, mengatakan sebaliknya.

Dia tak percaya dengan informasi itu. Dia memanggil stafnya dan menyodorkan surat mereka ke Mongabay. Surat itu tanpa nomor, tanggal maupun bulan. Katanya, karena itu arsip.

Dua lembar surat itu menjelaskan, bahwa DLHK Pekanbaru merujuk UU 18/2012 dan Perda 8/2014 tentang pengelolaan sampah. Kemudian diikuti Perwako 60/2015 tentang kebijakan dan strategi pengelolaan sampah, pedoman penyelenggaraan pengelolaan sampah dan perizinan usaha pengelolaan sampah.

 

Sampah menunjuk di salah satu sudut Kota Pekanbaru. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Perihal penumpukan sampah, katanya, karena kendala proses tender mencari pihak ketiga pengangkut sampah. Namun, dalam masa transisi ke kontrak kerja baru, pengangkutan sampah sementara waktu dengan swakelola oleh DLHK bersama camat dan elemen masyarakat.

Mengenai upaya pengurangan sampah plastik, Pemerintah Pekanbaru telah mengeluarkan surat edaran pada 19 Februari 2016 tentang kantong plastik berbayar.

Sejak 2017, Pemerintah Pekanbaru juga usulkan rancangan peraturan daerah tentang pelarangan usaha ritel menggunakan plastik.

DLHK, katanya, juga mengembangkan bank sampah beberapa wilayah Pekanbaru dan bekerjasama dengan salah satu usaha ritel bangun rumah kelola sampah. Tujuannya, beri contoh pengolahan sampah plastik dan latih masyarakat cara daur ulang.

Beda hal dengan DPRD Pekanbaru. Hamdani, Ketua DPRD Pekanbaru menyarankan, konfirmasi ke Komisi IV. Komisi itu, katanya, lebih paham urusan sampah.

Sigit Yuwono, Ketua Komisi IV belum terima dan membaca isi somasi sama sekali. Kemungkinan, katanya, masih di pimpinan dan belum turun ke komisi. “Biasanya, kalau dilayangkan ke sekretariat, diarahkan ke pimpinan dulu baru turun ke komisi.”

Ketika ditanya kembali, Senin 21 Juni, sore, Hamdani akan tanya dulu ke stafnya. Katanya, sedang ada giat di luar kantor. Sampai berita ini terbit, tak ada jawaban lagi.

Persoalan sampah di Pekanbaru belakangan ini membuat Polda Riau ambil tindakan hukum. Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau menetapkan Agus Pramono, Kepala DLHK saat itu, bersama anak buahnya Kabid Pengelolaan Sampah Aidil Putra, sebagai tersangka dengan UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Firdaus, Walikota Pekanbaru, lebih dulu menonaktifkan Agus Pramono, dua bulan sebelum tersangkut pidana. Kala itu, inspektorat memeriksa terkait disiplin pegawai. Agus awalnya berlatar belakang TNI. Dia memutuskan jadi ASN ketika berpangkat kolonel dan sempat menjabat sebagai Kepala Staf Korem 031/Wirabima.

Firdaus sempat menunjuk Azwan, Asisten Bidang Pemerintahan Sekretariat Daerah Pekanbaru sebagai pelaksana tugas. Hanya berselang dua minggu, posisi itu diganti Marzuki yang sebelumnya Sekretaris DLHK Pekanbaru.

 

Truk yang mengangkut sampah di Pekanbaru. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Pola lama

Masalah sampah meresahkan di Pekanbaru, terlebih sejak awal 2021. Ragam plastik bekas dan sisa makanan menumpuk berminggu-minggu di pasar, pinggir jalan maupun di beberapa persimpangan. Selain menimbulkan bau tak sedap karena berulat dan banyak lalat, sampah-sampah yang meluber ke badan jalan juga mengganggu pengendara saat melintas. Masalah itu setidaknya berlangsung selama tiga bulan.

Ratusan personil TNI dan kepolisian sampai turun langsung memungut sampah, bersama sejumlah ormas dan Ketua DPRD Pekanbaru. Mereka menyebar di sepanjang ruas jalan utama Kota Pekanbaru. Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi dan Danrem 031/Wirabima Brigjen TNI M Syech Ismed pun ikut membersihkan tumpukan sampah di Pasar Kodim, Jalan Cempaka, Kecamatan Senapelan, Pekanbaru. Termasuk Ketua DPRD Riau Yulisman.

Penyebabnya, jasa angkutan sampah mitra Pemerintah Pekanbaru berakhir kontrak kerja pada akhir 2020. Sementara, lelang terlambat. Firdaus mengatakan sudah mengingatkan Agus Pramono untuk membuka lelang pada Oktober, atau sebelum berakhir masa kerja perusahaan.

Kelalaian itulah yang menyebabkan sampah menumpuk berbulan-bulan. Adapun tender baru selesai pada pertengahan Maret. Pemenangnya, PT Godang Tua Jaya (GTJ) dan PT Samhana Indah (SHI). Tak ada perubahan. Sebab, tahun-tahun sebelumnya, dua perusahaan ini juga mengendalikan sampah pada dua zona yang telah dipetakan DLHK Pekanbaru.

GTJ memegang zona satu, meliputi Kecamatan Binawidya, Tuah Madani, Payung Sekaki dan Marpoyan Damai. SHI mengurusi zona dua yakni, Kecamatan Bukit Raya, Sukajadi, Pekanbaru Kota, Senapelan, Lima Puluh, Sail, Tenayan Raya dan Kulim.

Selain menswastakan pengangkutan sampah, DLHK juga terlibat langsung mengangkut sampah di wilayah Rumbai yang terdiri dari tiga kecamatan. Area ini dekat dari TPA Muara Fajar karena bagian dari Kecamatan Rumbai Barat. Marzuki bilang, mereka berencana semua zona dikelola pihak ketiga.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) respon terkait penumpukan sampah di Pekanbaru. Pada 1 Februari lalu, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati layangkan surat ke Wali Kota Pekanbaru.

Perintahnya, supaya persoalan sampah diatasi dalam waktu secepat-cepatnya karena prinsip pengelolaan sampah merupakan layanan satu hari. Secara informal, Direktur Pengelolaan Sampah, Novrizal Tahar juga komunikasi dengan Kepala DLHK Pekanbaru.

KLHK turut membantu Polda Riau dalam proses penegakan hukum. Penyidik berkirim surat karena membutuhkan keterangan ahli. Awal Maret lalu, Waka Polda Riau Brigjen Pol Tabana Bangun didampingi Dirreskrimum Teddy Risitiawan juga berkunjung langsung ke Manggala Wanabhakti meminta dukungan itu.

KLHK sudah memperhatikan model pengelolaan sampah di Pekanbaru. Kota ini tidak pernah lagi mendapatkan penghargaan adipura. Masalahnya, kurang lebih 1.000 ton sampah tiap hari, dibuang ke TPA open dumping padahal sistem itu tidak dibenarkan lagi.

“Pekanbaru harus prioritaskan hal ini termasuk alokasi anggaran dan dukungan DPRD buat selesaikan masalah sampah. Ia bukan masalah ringan,” kata Novrizal.

Pemerintah Pekanbaru juga belum memiliki inovasi pengelolaan sampah di hulu, seperti pengurangan sampah, perubahan perilaku publik dan gerakan partisipasi publik. Hal itu bisa dilakukan apabila Pemerintah Pekanbaru membangun bank sampah, tempat pengolahan sampah reduce reuse recycle (TPS 3R) dan pusat daur ulang. Model ini, katanya, setidaknya dapat mengurangi kapasitas sampah yang dibawa ke TPA.

Upaya pengurangan sampah juga bisa maksimal dengan kepedulian publik dan komitmen pemerintah daerah. Misal, semua rumah memilah sampah, sampah organik diselesaikan pada skala RT dan RW.

Sekarang, kata Novrizal, pengelolaan sampah di Pekanbaru masih tradisional dengan dominan pengumpulan, angkut dan buang ke TPA Muara Fajar. Padahal, katanya, banyak alternatif, termasuk dengan pendekatan teknologi baru menjadikan sampah sebagai bahan bakar atau biomas. Banyak teknologi yang berkembang di ruang publik.

Pemerintah Pekanbaru, katanya, harus segera mengubah pola pengelolaan sampah terlebih sampah terus meningkat apalagi sampai menumpuk tidak karuan di sekitar fasilitas publik.

KemenkumHAM pun melayangkan surat ke Wali Kota Pekanbaru, mengingatkan persoalan sampah berkenaan dengan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

 

Sampah yang menumpuk bukan pada tempat sampah di Pekanbaru. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Berbenah

Marzuki mengakui, Pemerintah Pekanbaru masih fokus hanya pada pengangkutan sampah. Setidaknya 700 ton sampah per tahun masuk ke TPA dan membebani anggaran sekitar Rp60 miliar. Untuk hulu atau sumber penghasil sampah belum tersentuh sama sekali dan perlu peran serta masyarakat.

Hingga 2022, Marzuki menargetkan terbentuk bank sampah tiap RW sebanyak 763 unit. Saat ini, baru ada 109 unit dikelola dua induk di bawah binaan DLHK Pekanbaru lewat tenaga harian lepas.

Selain itu, juga terdapat 237 bank sampah dikelola pegiat sampah seperti di sekolah. Bahkan empat rumah sakit juga sudah memiliki bank sampah sendiri.

Pola kerja bank sampah saat ini masih manual. Para tenaga harian, sehari-hari keliling dari rumah ke rumah untuk mengambil sampah dan langsung menimbang di tempat. Selanjutnya, dibawa ke unit-unit bank sampah untuk diambil induknya. Dari sini, sampah dijual ke para penampung. Setelah itu, uang baru dibagikan ke masyarakat yang menjual sampah tadi.

Marzuki banyak mendapati kecurangan dari para pekerja harian ini dengan cara itu. Beberapa kali hasil penjualan sampah tidak dibagikan ke masyarakat, bahkan seluruhnya. Selama tidak ada protes dan keberatan dari masyarakat, terkesan tidak ada masalah.

Tindak lanjut menutup kecurangan tadi, Marzuki akan mengubah induk bank sampah jadi koperasi. Cara itu akan buka peluang koperasi terima pinjaman modal atau dana tanggungjawab sosial perusahaan. Masyarakat pun tak perlu tabung sampah lagi karena langsung terima duit dari penjualan sampah ke rekening.

Cara ini akan didukung dengan aplikasi Bank Sampah Serba Ada atau Basada. Sistem elektronik itu buah pikir Universitas Lancang Kuning dan akan dihibahkan ke Pemerintah Perkanbaru. Saat ini, metode ini masih tahap uji coba tetapi sudah bisa diunduh.

Selain bank sampah, DLHK dorong masyarakat daur ulang sampah. Saat ini, masih swadaya lewat kelompok-kelompok perempuan. Di kelurahan, sampah diproses jadi pupuk dan bahan ekonomis hingga tidak dibuang lagi ke TPA.

Marzuki targetkan, pupuk sampah organik dapat untuk kebutuhan internal DLHK yang banyak kelola taman maupun sekolah-sekolah yang membutuhkan. Selama ini, mereka kerap terima surat permintaan pupuk dari sekolah adiwiyata. Ke depan, DLHK buat penilaian kelurahan bersih.

Marzuki juga bentuk UPT pengelolaan TPA dan UPT Retribusi Pelayanan Persampahan dan langsung melantik pejabat eselon IV a. Kepala DLHK langsung sebagai pengendali. Dua UPT ini juga akan jadi Badan Umum Layanan Daerah (BLUD).

Dia juga panggil camat untuk bangun TPS di tiap-tiap kelurahan. Penyedia jasa angkutan sampah nantinya akan ambil sampah dari tempat-tempat tersebut. Sampah juga tidak berserak sembarangan lagi.

Marzuki tengah siapkan peraturan daerah soal pengawasan dan pengelolaan lingkungan hidup, wali kota sudah tanda tangan. Target 2022, ranperda sudah masuk ke dewan.

 

 

****

Foto utama: Sampah yang menumpuk di mana-mana di Pekanbaru. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version