Mongabay.co.id

Perlu Patroli untuk Jaga Sungai di Jawa Timur

 

 

 

 

Ekspedisi susur sungai menemukan sampah dan limbah industri jadi ancaman serius Kali Porong. Kondisi serupa juga dialami sungai-sungai lain di Jawa Timur. Patroli penjaga sungai dinilai bisa jadi solusi alternatif guna menekan degradasi sungai-sungai di Jawa Timur.

“Patroli sungai jadi penting,” kata Bambang Catur Nusantara, Koordinator Pos Koordinasi Keselamatan Korban Lumpur Lapindo (Posko KKLuLa), baru-baru ini.

Awal Juli lalu, Posko KKLuLa menggelar ekspedisi susur sungai bersama sejumlah elemen lain, seperti River Warrior dan Brigade Evaluasi Popok. Dalam kegiatan dua hari itu, tim menemukan sejumlah permasalahan yang berpotensi menambah tekanan Kali Brantas-Porong.

Aziz, Koordinator Brigade Evakuasi Popok menilai, pengawasan lemah hingga pabrik bisa membuang limbah cair ke sungai seenaknya. Untuk itu, katanya, pengawasan perlu, salah satu dengan semacam patroli untuk memonitor buangan limbah cair oleh pelaku industri. Kalau tidak, kualitas Kali Porong akan makin buruk.

Ashnina Azilan Aqilani, koordinator River Warrior mengatakan, sampah jadi persoalan paling banyak ditemui saat ekspedisi. Di beberapa lokasi, bantaran sungai penuh sampah plastik.

“Kami menemukan 856 pohon di tepian Kali Porong tidak kelihatan karena terbungkus sampah plastik seperti bungkus sampho, tas kresek, popok dan food packaging (bungkus makanan),”katanya.

Hal serupa Nina temui kala menyusuri Kali Marmoyo 1 Juli lalu. Penelusuran mulai dari Japanan hingga Desa Perning itu menemukan 300 pohon dan rumpun bambu tertutupi sampah plastik. Timbunan sampah di bantaran, ada 200 titik.

Sungai Marmoyo, adalah anak Sungai Brantas. Sungai yang melewati beberapa kabupaten seperti Jombang dan Mojokerto ini sekaligus jadi bahan baku PDAM Gresik, Jawa Timur.

Nina lihat tempat pembuangan sampah di sepanjang bantaran minim jadi penyebab aksi buang sampah di pinggir sungai.

Dari penelusuran, beberapa lokasi banyak timbunan, tak ada tempat penampungan sampah di sekitar lokasi. Sebagian warga bahkan memilih membakar sampah mereka dengan memanfaatkan tong bekas.

Dia menilai, Pemkab Mojokerto dan Sidoarjo lalai karena tidak menyiapkan fasilitas buat sampah rumah tangga secara maksimal.

“Pemkab Sidoarjo tidak menyediakan tempat sampah hingga banyak orang membuang sampah ke sungai.”

Nina bilang, pemkab perlu membuat regulasi larangan penggunaan plastik sekali pakai.

 

Baca juga: Bahaya Mikroplastik! Bukan Hanya Ikan, Manusia Juga Terpapar

Tumpukan sampah di bantaran Kali Porong, Sidoarjo. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Limbah industri

Sampah rumah tangga bukanlah satu-satunya persoalan Kali Porong. Banyak industri di sekitar sungai ikut memberi melalui limbah cair yang mereka buang.

Hasil penelusuran tim ekspedisi Kali Porong juga menemukan ada pembuangan limbah cair oleh tiga perusahaan daur ulang kertas ke badan sungai. Limbah ini memunculkan bau menyengat dengan warna putih pekat.

“Kami menemukan masih ada pabrik-pabrik yang membuang limbah cair ke sungai dan berpotensi menyebabkan pencemaran,” kata Aziz.

Tim juga mengambil sampel limbah cair untuk pengujian kandungan total dissolved solid atau kandungan ion terlarut. Hasilnya, kandungan TDS dari ketiga perusahaan itu berada jauh di atas 1.500 ppm.

Kandungan TDS di atas 1.500 ppm, katanya, bisa menjadi indikasi unit pengolah limbah atau instalasi pengolah air limbah) tidak berfungsi optimal.

“TDS air limbah jauh diatas TDS kali porong. Selisihnya, 323 ppm. Ini tentu ikut menyebabkan air Kali Porong keruh,” katanya.

Di hilir sungai, ada ribuan hektar petani tambak udang dan bandeng yang memanfaatkan air Kali Porong sebagai air baku. “Perlu dicatat, ini belum kontaminasi dari lumpur Lapindo yang juga dibuang ke sungai ini,” kata Aziz.

Catur khawatir, kontaminasi Kali Porong akan membawa dampak panjang terhadap kesehatan masyarakat. “Kami khawatir, polutan tinggi itu masuk dalam rantai makanan dan akhirnya membahayakan kesehatan masyarakat dalam jangka panjang.”

Dia meminta, kepada perusahaan-perusahaan di sepanjang Kali Porong lebih sungguh-sungguh ikut menjaga sungai. Terutama, memantau kualitas limbah mereka sebelum menggelontorkan ke sungai.

Dewan Walhi Nasional ini juga mendesak Pemprov Jawa Timur dan PT Jasa Tirta terlibat aktif memantau kualitas air secara berkala di sepanjang Kali Porong. “Terutama pada outlet perusahaan-perusahaan yang buang limbah ke sungai.”

Baca juga: Ini Cara Indonesia Bersihkan Sampah Plastik di Laut

Cairan limbah berbusa dari pabrik kertas PT. EM yang dibuang ke Kali Porong, Jawa Timur. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

 

Mikroplastik

Nina bilang, sampah plastik menjadi momok bagi lingkungan hidup termasuk di perairan. Sampah plastik berbahaya karena tak mudah terurai bahkan bisa berubah jadi serpihan kecil (mikroplastik) ketika terpapar matahari.

“Sampah-sampah plastik itu akan rapuh, menjadi mikroplastik saat terpapar matahari. Saat masuk ke rantai makanan, akan berbahaya ketika dikonsumsi dan menyumbat aliran hingga menyebabkan banjir,” katanya.

Untuk membuktikan kandungan mikroplastik di sungai-sungai itu, tim juga melakukan pengujian, antara lain di Kanal Mangetan. Dari lima sampel yang diambil, semua positif mengandung mikroplastik jenis fiber, filamen, film dan fragmen.

Kholid Basyaiban, Koordinator Advokasi Telapak Jawa Timur menambahkan, pembuangan sampah ke sungai tak hanya mengancam kualitas air juga infrastruktur (bangunan) air seperti jembatan. Tumpukan sampah di tiang-tiang jembatan, katanya, akan menambah beban struktur bangunan yang pada akhirnya mengurangi kekuatan jembatan.

Dia menyayangkan lemahnya keterlibatan para pihak dalam menjaga kualitas Kali Porong dan Marmoyo. Terlebih, dua sungai itu memiliki peran strategis, bukan hanya sebagai bahan baku PDAM jugasumber pangan dan perikanan.

“Seharusnya Perum Jasa Tirta I dan Balai Besar Wilayah Sungai Brantas, selaku operator ikut sosialisasi pada warga agar tidak membuang sampah ke Kali Marmoyo,” kata pria yang juga Koordinator Advokasi Kali Brantas ini.

Khusus kepada Pemkab Mojokerto, Kholid meminta mengambil inisiatif membersihkan timbunan sampah yang bertebaran di bantaran sungai. Juga menyediakan tempat sampah dan tempat pengolahan sampah di tiap desa yang dilalui Kali Marmoyo.

 

Surati 16 kepala daerah

Pencemaran Kali Brantas cenderung mengalami peningkatan saat kemarau tiba. Sisi lain, hasil ekspedisi susur sungai oleh tim gabungan itu sejalan dengan Statistik Lingkungan Hidup yang terbit di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Dalam laporan yang rilis 2019, hampir semua variabel pencemaran di Kali Brantas jauh melebihi baku mutu. Padahal, selain irigasi, air dari DAS Brantas dipakai Perum Jasa Tirta (BUMN) sebagai bahan baku air minum sejumlah kabupaten/kota di Jawa Timur.

Pada parameter TDS, misal, hasil pemeriksaan mencapai 1.569 mg/l – 12.222 mg/l dengan ambang batas baku mutu 1.000 mg/l. Parameter paling tinggi ditemukan pada Fecal Coli. Dari baku mutu diperkenankan 1.000 mg/l, hasil uji 3.900 mg/l. Begitu juga parameter Coli. Dari 1.000 mg/l nilai baku mutu, ditemukan 7.500 mg/l.

Merespons ancaman Kali Brantas yang kian terdegradasi, sebelumnya Kholid juga berkirim surat kepada 16 bupati/wali kota di sepanjang Kali Brantas. Tujuannya, buat mengantisipasi potensi pencemaran saat musim kemarau.

Dia berharap, bupati dan wali kota di sepanjang Kali Brantas untuk antisipasi.

“Kami tidak bisa berharap pada Pemprov Jatim dalam pengendalian pencemaran Kali Brantas, karena mereka terbukti gagal dan selalu mencari kambing hitam atas kerusakan kali brantas,” katanya.

 

Limbah cair salah satu pabrik kertas yang mengalir ke Kali Porong di Kabupaten Mojokerto. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

*****

 

Exit mobile version