Mongabay.co.id

Bukan Saja Eksportir, Indonesia Mulai Jadi Pasar Satwa Ilegal dari Luar Negeri?

 

Polda Sulawesi Utara melalui tim reserse dan BKSDA Sulawesi Utara kembali mengungkap perdagangan satwa liar ilegal (17/06/2021). Tim menangkap penyelundup satwa liar yang berupaya menyelundupkan satwa dari luar negeri ke Indonesia. Dari tangan RM, Polisi menyita dua ekor burung rangkong, sembilan nuri raja ambon dan dua nuri talaud.

Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direkrimsus) Polda Sulawesi Utara, Komisaris Besar Michael Tamsil,  petugas mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa RM menyimpan dan memelihara burung yang dilindungi.

Tim yang melakukan pemeriksaan di lokasi mendapati ternyata RM memang benar menyimpan dan memelihara burung-burung tersebut. Berdasarkan pengakuannya, burung-burung tersebut adalah milik TP, seorang pedagang burung yang pernah ditangkap polisi pada Agustus 2020.

Dari tangan TP saat itu disita barang bukti berupa 22 ekor nuri talaud (Eos histrio talautensis). Kasus TP sendiri tengah berjalan dan menunggu proses persidangan di Pengadilan Negeri Manado.

Menurut Kompol Feri R.Sitorus Sik.MH, Kasubdit Tipidter Polda Sulut, untuk mengetahui lebih jelas satwa yang diselundupkan, Polisi meminta bantuan saksi ahli. Saksi ahli yang didatangkan adalah Yoki Hadiprakarsa dari Rangkong Indonesia. Yoki juga merupakan anggota dan steering committee dari IUCN-SSC Hornbill Specialist Group.

Hasil keterangan saksi ahli mengungkapkan bahwa jenis rangkong yang akan dijual ilegal ini adalah jenis southern rufous hornbill. Jenis rangkong yang memiliki nama latin Buceros mindanensis ini bukanlah burung rangkong asli Indonesia.

Seperti namanya, ia berasal dari Filipina bagian selatan yang merupakan burung endemik, atau hanya ditemukan di lokasi tersebut dan memiliki nama lokal kalaw. Saat ini status keterancaman global burung ini dikategorikan rentan (vulnerable) berdasarkan IUCN Redlist.

Upaya penyelundupan rangkong ke Indonesia disinyalir adalah hal yang unik karena peminat burung rangkong yang jumlahnya terbatas. Upaya untuk memburu rangkong di alam juga tidak mudah. Patut diduga, pemesan burung rangkong ini paham dengan jenis dan geografis rangkong, serta memang berniat untuk mengkoleksinya.

Menurut Yoki, ini pertama kalinya dan menjadi sebuah modus baru dimana rangkong hidup diselundupkan dari Filipina ke Indonesia.

“Ada dua individu southern rufous hornbill yang diidentifikasi. Yakni satu betina indukan dan satunya adalah anakan. Keduanya diperkirakan diambil dari lubang sarang.” tutur Yoki.

Burung-burung malang itu sendiri kini dititipkan di Pusat Penyelematan Satwa Tasikoki, di Minahasa Utara.

Baca juga: Jawa Timur Masih Tujuan Utama Penyelundupan Satwa Liar

 

Induk southern rufous hornbill (Buceros mindanensis) yang diselundupkan ke Indonesia. Foto: Billy Gustafianto Lolowang/PPS Tasikoki

 

Sulawesi Utara Jalur Perdagangan Satwa Ilegal

Sulawesi Utara melalui Pelabuhan Bitung merupakan pintu keluar dan masuk satwa dari Filipina ke Indonesia, dengan titik transit berada di Kepulauan Sangihe.

Kasus perdagangan satwa liar dari Sulawesi Utara ke Filipina sendiri biasanya didominasi oleh penyelundupan burung paruh bengkok, seperti kakatua jambul kuning kecil dan besar (triton), kakatua maluku, kakatua raja, nuri bayan, atau nuri talaud,  ke negara tetangga. Mereka diselundupkan ke Filipina, Vietnam dan Malaysia.

Hasil wawancara seorang pedagang satwa liar yang pernah tertangkap di Sorong (Papua), mengungkap bahwa reptil (kelompok kadal) dari Filipina juga diselundupkan ke Indonesia. Masuknya dua rangkong asal Filipina ke Indonesia ini menjadi indikasi bahwa Indonesia tidak saja negara eksportir ilegal satwa, tapi juga merupakan pasar bagi burung rangkong dari luar negeri.

NRCU (Natural Resources Crime Unit) unit pemantauan kejahatan lingkungan Rekam Nusantara Foundation mencatat dalam 5 tahun terakhir setidaknya 25 operasi penangkapan  terhadap 31 pelaku telah dilakukan oleh berbagai aparat penegak hukum (Kepolisian, Bea Cukai, Karantina, KLHK) terhadap upaya penyelundupan dalam negeri atau keluar negeri.

Penangkapan dilakukan di pintu-pintu masuk dan keluar Sulawesi, Maluku, dan Papua. Namun, puluhan pelaku lainnya yang belum tertangkap diduga kuat masih melanjutkan kegiatan ilegalnya.

Ironisnya, perdagangan satwa liar di Indonesia masih dipandang sebelah mata. Padahal kerugian akibat perdagangan ilegal ini sangat besar, nilainya sangat fantastis. Kerugiannya bukan secara ekonomis, namun juga ekologi yang berpengaruh terhadap alam Indonesia dan manusianya secara keseluruhan.

Baca juga: Riau Jalur Rawan Penyelundupan Satwa Langka

 

Anakan southern rufous hornbill (Buceros mindanensis) yang diselundupkan ke Indonesia. Foto: Billy Gustafianto Lolowang/PPS Tasikoki

 

Potensi Zoonosis

Sebagai negara yang memiliki biodiversitas tinggi, Indonesia menyimpan kekayaan satwa yang luar biasa. Dari satu taksa saja, yaitu burung, Indonesia memiliki sekitar 1.771 spesies. Sekitar 513 spesies diantaranya adalah satwa endemik, hanya ditemukan di Indonesia.

Namun sayangnya, laju kepunahan burung di Indonesia ternyata tertinggi di dunia. Dampak hilangnya spesies burung dari habitatnya, ternyata berpengaruh besar bagi lingkungan dan tak sesederhana yang bisa kita bayangkan.

Burung sangat penting bagi hutan. Ia adalah pemencar biji-bijian dan merupakan penjaga regenerasi hutan. Seperti rangkong contohnya, ia dikenal sebagai petani hutan. Sebab dengan perantaraannya lah tanaman dan pepohohan tersebar ke seluruh areal hutan. Burung juga membantu dalam proses penyerbukan berbagai tanaman buah.

Hilangnya burung menyebabkan pertanian menjadi rentan terhadap serangan hama yang akan menyebabkan turunnya hasil pertanian atau perkebunan dan turunnya pendatapan.

Bahaya besar lainnya akibat perdagangan satwa liar adalah zoonosis. Pandemi Covid 19 yang kini dirasakan oleh dunia salah satu penyakit yang timbul akibat zoonosis. Zoonosis sendiri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri ataupun virus yang ditularkan dari hewan ke manusia.

Penyakit zoonosis memiliki tingkat frekuensi atau insiden tertinggi di dunia. Hasil penelitian menunjukkan sekitar 60 persen penyakit di dunia diakibatkan zoonosis. Centers for Disease Control and Prevention (CDc) menyebut  sebanyak 3 dari 4 penyakit menular baru berasal dari hewan.

Baca juga: Jalan Panjang Berantas Penyelundupan Satwa Liar Dilindungi

 

Southern rufous hornbill (Buceros mindanensis) dan nuri talaud (Eos histrio talautensis) di Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki, Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Foto: Billy Gustafianto Lolowang/PPS Tasikoki

 

Kerjasama Antar Penegak Hukum Lintas Negara

Pengungkapan kasus perdagangan satwa liar oleh kepolisian ini patut diacungi jempol. Namun patut pula diikuti dengan perangkat hukum lain sehingga memberikan putusan hukum yang maksimal bagi pelakunya.

Pengungkapan jaringan perdagangan satwa liar ini hingga ke pelaku besarnya perlu didorong lebih lanjut. Sebab jika hanya pelaku di lapangan saja yang diungkap, mata rantai perdagangan ilegal ini tak kan pernah putus.

Kerjasama lintas negara di bidang satwa liar antara Indonesia dan Filipina atau negara tetangga lainnya harus dilakukan kembali.  Hal ini pernah dilakukan oleh Indonesia dan Filipina pada Juli 2020, ketika 91 ekor satwa yang diselundupkan dari Indonesia dipulangkan kembali oleh Pemerintah Filipina ke Indonesia.

Melihat kasus rangkong ini, kerjasama antar Filipina dan Indonesia perlu dihidupkan lagi, mengingat komitmen pemerintah Filipina yang kuat terhadap upaya pemberantasan penyelundupan satwa liar di Indonesia.

 

 

Exit mobile version